Beda dengan Grab-Gojek, Uber-Lyft Pernah Rilis Laporan Soal Kekerasan Seksual, Hasilnya Miris!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Grab Indonesia, Gojek, maupun Bluebird Indonesia tidak pernah merilis angka-angka kasus kekerasan maupun pelecehan seksual di platform mereka.
Ini berbeda dengan platform ridesharing seperti Uber dan Lyft, dua layanan terbesar di Amerika yang pernah melaporkan jumlah kekerasan seksual ataupun dugaan tidak kejahatan yang terjadi.
Meski Uber dan Lyft mengklaim memiliki protokol dalam menyaring sopir, namun tetap ada risiko saat menggunakan layanan ride-sharing.
Uber pertama kali melaporkan statistik keamanan mereka pada 2017. Selama 2017-2018, secara total ada 5.981 kasus kekerasan seksual dan dugaan kekerasan di platform mereka. Sekitar 3.045 kasus terjadi di 2018. Artinya, ada 250 kasus dalam 1 bulan atau hampir setiap hari.
Sementara itu, Lyft merilis laporan terkait keamanan pada 2020 dan ternyata menunjukkan persentasi yang mirip tekait kekerasan penumpang layanan rideshare.
Lembaga non profit Helpingsurvivors.org menyebut bahwa industri ridesharing bergantung pada kenyamanan orang asing untuk naik ke mobil orang lain, dan kenyamanan orang asing untuk menjemput dan mengantar mereka berkeliling.
“Di Amerika, meski perusahaan-perusahaan ini menggembar-gemborkan diri sebagai bentuk transportasi mudah, andal, dan aman, tapi ribuan insiden
menyakitkan, dari pelecehan seksual hingga pembunuhan, telah terjadi selama bertahun-tahun di layanan ridesharing,” tulis organisasi tersebut.
“Sangat disayangkan bahwa dibutuhkan rasa sakit agar perusahaan-perusahaan ini bertindak, oleh karena itu penting untuk memberikan statistik dan data kepada orang banyak tentang keselamatan agar mereka dapat membuat keputusan yang tepat,”.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi pernah menyoroti kasus sopir taksi Blue Bird yang melakukan pelecehan verbal berupa catcalling terhadap seorang perempuan bule Rusia bernama Valerie.
Catcalling dilarang oleh Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Lebih-lebih melakukan penganiayaan dan
pemerasan terhadap penumpang perempuan.
“Dunia usaha khususnya transportasi publik berkewajiban membangun ruang aman dari kekerasan seksual, termasuk untuk pengguna layanannya," ucapnya.
2. Lyft baru merilis satu laporan soal kecelakaan yang terjadi dari 2017 hingga 2019.
3. Selama 2019 dan 2020, ada 20 kecelakaan yang disebabkan karena kekerasan fisik yang melibatkan sopir Uber. 75% korbannya penumpang, dan 25% sopir.
4. Di 2019 ada 49 kecelakaan melibatkan Lyft dan 59 melibatkan Uber.
5. Di 2019, ada 1,807 laporan kekerasan seksual dari penumpang Lyft dan 2,826 laporan dari penumpang Uber.
6. Di 2018, ada 3,638 tabrakan serius yang melibatkanUber.
Ini berbeda dengan platform ridesharing seperti Uber dan Lyft, dua layanan terbesar di Amerika yang pernah melaporkan jumlah kekerasan seksual ataupun dugaan tidak kejahatan yang terjadi.
Meski Uber dan Lyft mengklaim memiliki protokol dalam menyaring sopir, namun tetap ada risiko saat menggunakan layanan ride-sharing.
Uber pertama kali melaporkan statistik keamanan mereka pada 2017. Selama 2017-2018, secara total ada 5.981 kasus kekerasan seksual dan dugaan kekerasan di platform mereka. Sekitar 3.045 kasus terjadi di 2018. Artinya, ada 250 kasus dalam 1 bulan atau hampir setiap hari.
Sementara itu, Lyft merilis laporan terkait keamanan pada 2020 dan ternyata menunjukkan persentasi yang mirip tekait kekerasan penumpang layanan rideshare.
Lembaga non profit Helpingsurvivors.org menyebut bahwa industri ridesharing bergantung pada kenyamanan orang asing untuk naik ke mobil orang lain, dan kenyamanan orang asing untuk menjemput dan mengantar mereka berkeliling.
“Di Amerika, meski perusahaan-perusahaan ini menggembar-gemborkan diri sebagai bentuk transportasi mudah, andal, dan aman, tapi ribuan insiden
menyakitkan, dari pelecehan seksual hingga pembunuhan, telah terjadi selama bertahun-tahun di layanan ridesharing,” tulis organisasi tersebut.
“Sangat disayangkan bahwa dibutuhkan rasa sakit agar perusahaan-perusahaan ini bertindak, oleh karena itu penting untuk memberikan statistik dan data kepada orang banyak tentang keselamatan agar mereka dapat membuat keputusan yang tepat,”.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi pernah menyoroti kasus sopir taksi Blue Bird yang melakukan pelecehan verbal berupa catcalling terhadap seorang perempuan bule Rusia bernama Valerie.
Catcalling dilarang oleh Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Lebih-lebih melakukan penganiayaan dan
pemerasan terhadap penumpang perempuan.
“Dunia usaha khususnya transportasi publik berkewajiban membangun ruang aman dari kekerasan seksual, termasuk untuk pengguna layanannya," ucapnya.
Baca Juga
Statistik Aplikasi Ridesharing di Amerika
1. Uber telah merilis 2 laporan terkait keamanan, antara 2017 dan 2018 serta 2019 dan 2020.2. Lyft baru merilis satu laporan soal kecelakaan yang terjadi dari 2017 hingga 2019.
3. Selama 2019 dan 2020, ada 20 kecelakaan yang disebabkan karena kekerasan fisik yang melibatkan sopir Uber. 75% korbannya penumpang, dan 25% sopir.
4. Di 2019 ada 49 kecelakaan melibatkan Lyft dan 59 melibatkan Uber.
5. Di 2019, ada 1,807 laporan kekerasan seksual dari penumpang Lyft dan 2,826 laporan dari penumpang Uber.
6. Di 2018, ada 3,638 tabrakan serius yang melibatkanUber.
(dan)