Beda dengan Gojek yang Terus Merugi, Laba Uber Justru Meningkat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Saham Uber Technologies Inc . melonjak. Ternyata, ini terjadi setelah perusahaan ride-hailing itu mencatat laba tinggi. Bahkan, lebih tinggi dari prediksi analis. Hal ini jadi luar biasa mengingat Amerika sedang dilanda inflasidan kondisi ekonomi tidak pasti.
Laba Uber yang sudah disesuaikan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi mencapai USD761 juta (Rp11 triliun) pada kuartal pertama 2023.
Padahal, prediksi analis hanya USD678,6 juta (Rp9,9 triliun). Alhasil, saham Uber melonjak 7,6% menjadi USD35,20 di New York.
Hasil ini menunjukkan bagaimana perusahaan asal San Francisco tersebut mampu bertahan dengan sangat baik menghadapi perlambatan ekonomi hingga kenaikan inflasi. Bahkan, lebih baik dibandingkan perusahaan ritel AS yang justru banyak menderita.
Uber juga lebih unggul dibanding kompetitornya Lyft Inc., yang harus merombak struktur perusahaan demi menghadapi permintaan yang lesu dan laba yang lemah.
”Triwulan ini jadi pencapaian besar bagi Uber,” beber Dan Ives, analis Wedbush Securities.
Pendapatan kotor Uber mencapai USD31,4 miliar (Rp461 triliun), meliputi ride hailing, pengiriman makanan, dan kargo/logistik. Itu sedikit di bawah perkiraan Wall Street sebesar USD31,5 miliar karena penurunan volume pengiriman menyeret turun pemesanan secara keseluruhan.
Chief Executive Officer Uber Dara Khosrowshahi mengatakan bahwa dia tidak melihat “sinyal pelambatan apa pun” dalam kebiasaan konsumen. “Menurut saya secara umum, konsumen tetap kuat. Mereka menghabiskan uang mereka untuk pengalaman dan makanan adalah bagian dari itu,” bebernya.
Tidak hanya frekuensi pesanan pengiriman yang lebih tinggi dari tahun lalu, pemesanan perjalanan daring naik sebesar USD15 miliar mengalahkan proyeksi yang menunjukkan bahwa pelanggan juga melakukan perjalanan lebih sering.
Produk mobilitas baru juga membantu menarik pengemudi dan penumpang, yang juga membantu meningkatkan profitabilitas. “Bahkan ketika kami harus berkompetisi dalam hal insentif dan harga,” katanya.
Laba Uber yang sudah disesuaikan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi mencapai USD761 juta (Rp11 triliun) pada kuartal pertama 2023.
Padahal, prediksi analis hanya USD678,6 juta (Rp9,9 triliun). Alhasil, saham Uber melonjak 7,6% menjadi USD35,20 di New York.
Hasil ini menunjukkan bagaimana perusahaan asal San Francisco tersebut mampu bertahan dengan sangat baik menghadapi perlambatan ekonomi hingga kenaikan inflasi. Bahkan, lebih baik dibandingkan perusahaan ritel AS yang justru banyak menderita.
Uber juga lebih unggul dibanding kompetitornya Lyft Inc., yang harus merombak struktur perusahaan demi menghadapi permintaan yang lesu dan laba yang lemah.
”Triwulan ini jadi pencapaian besar bagi Uber,” beber Dan Ives, analis Wedbush Securities.
Pendapatan kotor Uber mencapai USD31,4 miliar (Rp461 triliun), meliputi ride hailing, pengiriman makanan, dan kargo/logistik. Itu sedikit di bawah perkiraan Wall Street sebesar USD31,5 miliar karena penurunan volume pengiriman menyeret turun pemesanan secara keseluruhan.
Chief Executive Officer Uber Dara Khosrowshahi mengatakan bahwa dia tidak melihat “sinyal pelambatan apa pun” dalam kebiasaan konsumen. “Menurut saya secara umum, konsumen tetap kuat. Mereka menghabiskan uang mereka untuk pengalaman dan makanan adalah bagian dari itu,” bebernya.
Tidak hanya frekuensi pesanan pengiriman yang lebih tinggi dari tahun lalu, pemesanan perjalanan daring naik sebesar USD15 miliar mengalahkan proyeksi yang menunjukkan bahwa pelanggan juga melakukan perjalanan lebih sering.
Produk mobilitas baru juga membantu menarik pengemudi dan penumpang, yang juga membantu meningkatkan profitabilitas. “Bahkan ketika kami harus berkompetisi dalam hal insentif dan harga,” katanya.