Suara Pro Palestina Dibungkam di Sosial Media, Benarkah?

Kamis, 26 Oktober 2023 - 19:54 WIB
loading...
Suara Pro Palestina Dibungkam di Sosial Media, Benarkah?
Disinyalir ada intervensi berupa shadow banning untuk membungkam simpati publik pro Palestina. (Foto: Gizmodo)
A A A
JAKARTA - Media sosial menjadi forum paling efektif menyebarkan pesan ke publik. Namun, disinyalir ada intervensi berupa shadow banning untuk membungkam simpati publik pro Palestina via tagar #FreePalestine dan #IStandWithPalestine.

Kecurigaan itu mencuat saat akhir pekan lalu, Thomas Maddens, pembuat film dan aktivis di Belgia, merasa aneh. Video tentang Palestina yang dia unggah ke TikTok dengan kata "genosida" tiba-tiba berhenti mendapatkan interaksi di platform setelah mendapat viewers yang tinggi.

"Saya akan mendapatkan jutaan tayangan, tapi interaksinya berhenti," kata Maddens kepada Al Jazeera, Kamis (26/10/2023).

Maddens menjadi salah satu dari ratusan pengguna media sosial yang curiga bahwa platform media sosial terbesar di dunia - Facebook, Instagram, X, YouTube, dan TikTok - membatasi akun atau secara aktif mengurangi jangkauan konten pro-Palestina, alias shadowbanning.

Penulis, aktivis, jurnalis, pembuat film, dan pengguna reguler di seluruh dunia mengatakan bahwa unggahan mengandung tagar seperti FreePalestine dan IstandWithPalestine serta pesan yang menyatakan dukungan terhadap warga Palestina yang tewas oleh pasukan Israel disembunyikan oleh platform.



Beberapa pengguna juga menuduh Instagram sewenang-wenang menghapus kiriman yang hanya menyebutkan Palestina karena melanggar "pedoman komunitas". Ada juga yang mengatakan cerita Instagram mereka disembunyikan karena membagikan informasi tentang protes mendukung Palestina di Los Angeles dan daerah Teluk San Francisco. Beberapa juga dilaporkan mengeluhkan kata "teroris" muncul di sekitar biografi Instagram mereka.

Dalam unggahan di X pada 15 Oktober, juru bicara Meta, Andy Stone, menyalahkan penurunan jangkauan kiriman pada bug. "Bug ini mempengaruhi akun secara merata di seluruh dunia dan tidak ada hubungannya dengan materi konten - dan kami memperbaikinya sesegera mungkin," tulis Stone.

Ketika ditanya tentang tuduhan shadowbanning, Stone mengarahkan Al Jazeera ke sebuah pos blog yang dipublikasikan oleh Meta yang menyoroti upayanya dalam menangani informasi yang salah terkait perang Israel-Hamas. Postingan itu mengatakan pengguna yang tidak setuju dengan keputusan moderasi perusahaan dapat mengajukan banding.

BBC melaporkan bahwa Meta meminta maaf karena menambahkan kata "teroris" pada akun pro-Palestina dan segera memperbaikinya.

Juru bicara TikTok mengatakan kepada Al Jazeera bahwa perusahaan tidak memoderasi atau menghapus konten berdasarkan sensitivitas politik. Konten yang melanggar pedoman komunitas dianggap berlaku sama untuk semua konten di TikTok. Sementara YouTube dan X tidak memberikan tanggapan terhadap permintaan komentar.

Hak Digital Palestina


Sebanyak 48 organisasi masyarakat sipil, termasuk 7amleh, Arab Centre for Social Media Advancement yang memperjuangkan hak digital masyarakat sipil Palestina dan Arab, mengeluarkan pernyataan mendesak perusahaan teknologi untuk menghormati hak digital Palestina selama perang berkepanjangan.

"Kami (khawatir) tentang sensor signifikan dan proporsional terhadap suara Palestina melalui penghapusan konten dan menyembunyikan hashtag, di antara pelanggaran lainnya," tulis mereka dalam pernyataan resmi.

Pembatasan terhadap aktivis, masyarakat sipil, dan pembela hak asasi manusia dinilai sebagai ancaman serius terhadap kebebasan berekspresi dan akses informasi, kebebasan berkumpul, dan partisipasi politik. Jalal Abukhater, manajer advokasi 7amleh mengatakan kepada Al Jazeera bahwa organisasi tersebut telah mendokumentasikan 238 kasus sensor pro-Palestina, sebagian besar di Facebook dan Instagram. Ini termasuk penghapusan konten dan pembatasan akun.



"Ada upaya yang tidak proporsional yang menargetkan konten terkait Palestina," kata Abukhater. Sebaliknya, narasi resmi Israel, sekejam apapun, lebih bebas karena Meta menganggapnya berasal dari entitas 'resmi', termasuk dari militer dan pejabat pemerintah Israel.

Sensor


Seorang manajer pemasaran berusia 26 tahun dari Brussels melihat bahwa keterlibatan yang dia terima di Instagram Stories turun tajam ketika dia memposting tentang Palestina dari akun pribadinya. "Saya memiliki sekitar 800 pengikut, dan biasanya saya mendapatkan 200 tayangan untuk satu cerita," katanya kepada Al Jazeera. "Tapi ketika saya mulai memposting tentang Palestina, saya perhatikan tayangan saya menurun."

Wanita itu mengatakan khawatir karena ceritanya tidak mengandung gambar grafis atau mengandung ujaran kebencian. "(Mereka) tentang memahami bahwa orang Palestina adalah manusia dan layak hidup bebas damai di wilayah itu," katanya. "Mengapa itu disensor?"

Pengguna Instagram lainnya, seorang insinyur mesin berusia 29 tahun dari India yang juga meminta anonimitas, melihat cerita Instagram-nya tentang protes di Los Angeles dan Teluk San Francisco tidak mendapatkan satu tayangan pun bahkan setelah satu jam. "Itu tidak biasa," katanya. Lalu dia memposting sebuah selfie, yang mendapatkan keterlibatan biasa seperti yang biasa dia dapatkan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1526 seconds (0.1#10.140)