Cara Mengukur Saturasi Oksigen Menggunakan Smartwatch atau Smartband
Minggu, 27 Juni 2021 - 19:35 WIB
JAKARTA - Hipoksemia dan hipoksia adalah salah satu gejala pasien Covid-19 yang harus diwaspadai.
Hipoksemia merupakan kondisi penurunan kadar oksigen dalam darah. Jika berlanjut, dapat membuat kurangnya oksigen dalam jaringan tubuh. Nah, itulah yang kemudian disebut dengan Hipoksia.
Covid-19 membuat kondisi pasien memburuk berlahan, karena penurunan kadar oksigen dalam darah.
Nah saturasi oksigen dalam darah (SpO2) sebenarnya dapat di deteksi dengan mudah lewat alat yang disebut Oxymeter atau Pulse Oxymeter. Alat tersebut biasanya juga dilengkapi pengukur detak jantung (HR= heart rate) pasien.
Sebagai catatan, kadar normal SpO2 adalah 85%-100%. Sebaliknya, apabila Pulse Oximeter menunjukkan SPO2 dibawah 85%, maka terjadi tingkat kejenuhan oksigen darah yang berkurang. Maka, bisa jadi butuh terapi oksigen.
Tanpa Pulse Oxymeter, pasien tidak akan bisa mengetahui bahwa oksigen dalam tubuhnya sangat rendah.
Karenanya, dokter Richard Levitan dari Rumah Sakit Bellevue di New York merekomendasikan agar masyarakat memiliki alat tersebut.
Terutama bagi mereka yang positif setelah melakukan tes PCR atau Swab Antigen.
Hipoksemia merupakan kondisi penurunan kadar oksigen dalam darah. Jika berlanjut, dapat membuat kurangnya oksigen dalam jaringan tubuh. Nah, itulah yang kemudian disebut dengan Hipoksia.
Covid-19 membuat kondisi pasien memburuk berlahan, karena penurunan kadar oksigen dalam darah.
Nah saturasi oksigen dalam darah (SpO2) sebenarnya dapat di deteksi dengan mudah lewat alat yang disebut Oxymeter atau Pulse Oxymeter. Alat tersebut biasanya juga dilengkapi pengukur detak jantung (HR= heart rate) pasien.
Sebagai catatan, kadar normal SpO2 adalah 85%-100%. Sebaliknya, apabila Pulse Oximeter menunjukkan SPO2 dibawah 85%, maka terjadi tingkat kejenuhan oksigen darah yang berkurang. Maka, bisa jadi butuh terapi oksigen.
Tanpa Pulse Oxymeter, pasien tidak akan bisa mengetahui bahwa oksigen dalam tubuhnya sangat rendah.
Karenanya, dokter Richard Levitan dari Rumah Sakit Bellevue di New York merekomendasikan agar masyarakat memiliki alat tersebut.
Terutama bagi mereka yang positif setelah melakukan tes PCR atau Swab Antigen.
tulis komentar anda