BSSN Deteksi Serangan Malware dan Trojan Paling Banyak Tahun 2020
Kamis, 04 Maret 2021 - 11:07 WIB
JAKARTA - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mendeteksi adanya peningkatan serangan siber di tahun 2020. Hal tersebut juga sejalan dengan peningkatan aktivitas internet yang semakin tinggi dimasa pandemi virus Corona (COVID-19).
"Tantangan di tahun 2020 sama-sama kita ketahui bahwa selain peningkatan internet, kita juga dipaksa beralih untuk bekerja dan belajar dari rumah, serta belanja dari rumah. Itu menjadi tantangan tersendiri," ungkap Adi Nugroho selaku Plt. Kepala Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional (Pusopskamsinas) BSSN dalam Webinar Publikasi Hasil Monitoring Keamanan Siber Tahun 2020 di YouTube, Senin (1/3/2021).
Adi menambahkan, anomali trafik yang dideteksi oleh pihaknya menunjukkan hasil yang mencengangkan. Dimana serangan siber meningkat hingga dua kali lipat dibandingkan tahun 2019 yakni mencapai angka 495.337.202. Adapun beberapa serangan siber yang paling sering ditemukan yakni malware dan trojan.
"Kalau kita melihat 495 juga tadi 45 persen berkaitan dengan malware activity, kemudian 37 persen trojan activity. Trojan ini merupakan kejahatan khusus yang dirancang untuk menargetkan seseorang, seperti pencurian data dan lainnya," papar Adi
"Sementara itu 9 persen kita melihat adanya information leak adanya kerentanan seperti open directory listing open configuration, dan unssecure connection," imbuhnya.
Tak hanya sampai disitu, Adi pun mengungkapkan bahwa kasus kebocoran data juga meningkat di masa pandemi sekarang ini. Para peretas banyak menargetkan data pribadi pengguna internet.
"Jenis data yang bocor yang paling dominan justru sektor pemerintah. Mungkin pegawai pemerintah menggunakan perangkat komputer pribadi di rumah dimana mungkin tidak dibekali anti virus dan anti malware. Kemudian data kredensialnya yang dicuri," katanya
Selain itu, aktivitas transaksi keuangan juga menjadi target peretas lainnya. Selain itu,ada juga serangan siber lainnya yang meningkat sepanjang 2020 yakni peretasan virus, email pishing , dan aktivitas malicious dengan tema COVID-19.
Adi pun menilai hal tersebut menjadi pekerjaan rumah pemerintah dan penyelenggara layanan informasi untuk dapat meningkatkan keamanan di masa seperti sekarang ini.
"Tantangan di tahun 2020 sama-sama kita ketahui bahwa selain peningkatan internet, kita juga dipaksa beralih untuk bekerja dan belajar dari rumah, serta belanja dari rumah. Itu menjadi tantangan tersendiri," ungkap Adi Nugroho selaku Plt. Kepala Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional (Pusopskamsinas) BSSN dalam Webinar Publikasi Hasil Monitoring Keamanan Siber Tahun 2020 di YouTube, Senin (1/3/2021).
Adi menambahkan, anomali trafik yang dideteksi oleh pihaknya menunjukkan hasil yang mencengangkan. Dimana serangan siber meningkat hingga dua kali lipat dibandingkan tahun 2019 yakni mencapai angka 495.337.202. Adapun beberapa serangan siber yang paling sering ditemukan yakni malware dan trojan.
"Kalau kita melihat 495 juga tadi 45 persen berkaitan dengan malware activity, kemudian 37 persen trojan activity. Trojan ini merupakan kejahatan khusus yang dirancang untuk menargetkan seseorang, seperti pencurian data dan lainnya," papar Adi
"Sementara itu 9 persen kita melihat adanya information leak adanya kerentanan seperti open directory listing open configuration, dan unssecure connection," imbuhnya.
Tak hanya sampai disitu, Adi pun mengungkapkan bahwa kasus kebocoran data juga meningkat di masa pandemi sekarang ini. Para peretas banyak menargetkan data pribadi pengguna internet.
Baca Juga
"Jenis data yang bocor yang paling dominan justru sektor pemerintah. Mungkin pegawai pemerintah menggunakan perangkat komputer pribadi di rumah dimana mungkin tidak dibekali anti virus dan anti malware. Kemudian data kredensialnya yang dicuri," katanya
Selain itu, aktivitas transaksi keuangan juga menjadi target peretas lainnya. Selain itu,ada juga serangan siber lainnya yang meningkat sepanjang 2020 yakni peretasan virus, email pishing , dan aktivitas malicious dengan tema COVID-19.
Adi pun menilai hal tersebut menjadi pekerjaan rumah pemerintah dan penyelenggara layanan informasi untuk dapat meningkatkan keamanan di masa seperti sekarang ini.
(wbs)
tulis komentar anda