Menurut RUU PDP, Anak Dibawah 17 Tahun Tidak Boleh Bermain Media Sosial

Minggu, 24 Januari 2021 - 18:05 WIB
loading...
Menurut RUU PDP,  Anak Dibawah 17 Tahun Tidak Boleh Bermain Media Sosial
Pengamat menyoroti bagaimana UU PDP seharusnya jadi pelindung data pribadi masyarakat, bukan sebaliknya alat penghukum masyarakat. Foto: dok Reuters
A A A
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) masih terus menggodok Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) . Salah satu poinnya adalah mengatur batasan usia pengguna media sosial (medsos).

Dalam RUU tersebut, disebutkan bahwa pengguna medsos di Indonesia minimal harus berusia 17 tahun. Di bawah itu, harus mendapat persetujuan dari orang tua.



Nantinya akan ada mekanisme identifikasi yang melibatkan orang tua ketika anak di bawah 17 tahun akan membuka akun medsos. Aturan ini dibuat karena medsos pada anak rentan di susupi konten tak pantas seperti pornografi, perundungan, hingga pencurian data pribadi.

Batasan usia ini merupakan aturan adopsi dari General Data Protection Regulation (GDPR), dari UU PDP milik Uni Eropa.

Sejauh ini belum ada kejelasan apakah pelanggarnya akan dihukum secara pidana atau perdata. Jika pun terjadi, menurut pakar keamanan siber, Pratama Persadha, hal tersebut sangat disayangkan jika menimpa anak maupun orang tua bila anak dibawah 17 tahun bermain media sosial.

"Semangat utama dari pembuatan UU PDP ini melindungi data pribadi masyarakat, jadi seharusnya negara memperkuat mekanisme hukum kepada para penyelenggara sistem transaksi elektronik (PSTE), termasuk penyedia platform media sosial," kata Pratama, saat dihubungi, Minggu (24/1).

Pratama mencontohkan, di Eropa, Jerman dan Inggris berani memberikan denda pada Facebook bila ada konten hoaks yang tidak segera dihapus.

Mengenai GDPR UU PDP milik Uni Eropa, menurut Pratama aturan tersebut fokus pada penguatan sistem keamanan PSTE dan tanggungjawab PSTE bila lalai dalam mengamankan data masyarakat.

"Jangan jadikan fokus UU PDP ini malah diubah sebagai hukuman untuk masyarakat," imbuhnya.

Sejauh ini, Pratama menyebut bahwa edukasi negara terkait keamanan di dunia digital tidak ada sama sekali. Bahkan masuk kurikulum pendidikan pun tidak. Tapi tiba-tiba masyarakat mau dihadapkan pada ancaman hukuman, seperti aturan lainnya. Hal ini jelas melenceng jauh dari semangat UU PDP yang dikehendaki masyarakat.

Pratama mengutarakan, UU PDP seharusnya fokus tentang bagaimana mendorong pemilik platform media sosial untuk membangun sistem ramah anak. Misalnya ada filter konten untuk 17 tahun ke bawah, seperti YouTube yang menyediakan platform khusus YouTube kids dan juga aturan konten 21+.

Lalu UU PDP juga harus mendorong penguatan edukasi di masyarakat, jangan malah menjadi alat menghukum masyarakat. Sejauh ini, UU ITE itu sudah cukup banyak menghukum masyarakat, padahal banyak dari mereka yang dihukum tidak tahu UU ITE.



Kasus ini terjadi karena tidak adanya edukasi ke masyarakat. "Bukan sebuah edukasi jika hanya membagikan poin-poin dari UU tersebut di media sosial, dengan grafis atau meme seperti yang dilakukan oleh kementrian dan aparat kepolisian," ujarnya.

"Edukasi harus menyeluruh sejak dini dengan kurikulum pendidikan, lalu juga edukasi langsung di masyarakat. Bila pasal hukuman untuk anak dan orang tua yang bermain medsos usia dibawah 17 tahun dijalankan, akan berapa banyak kasus yang terjadi?" tandas Pratama.
(dan)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2183 seconds (0.1#10.140)