Bitcoin Terpuruk Akibat Tesla, Blockchain Tetap Tangani Ratusan Juta Transaksi
Rabu, 19 Mei 2021 - 21:09 WIB
NEW YORK - Harga cryptocurrency (uang kripto) yakni Bitcoin kembali turun., hal ini karena Cuitan CEO Tesla Elon Musk yang mengharamkan Bitcoin untuk membeli produk Tesla.
Namun meskipun demikian, Bitcoin dan cryptocurrency menjadi kata yang paling banyak dicari dalam 90 hari terakhir menurut data dari Google Trend. Namun, pondasi hadirnya mata uang kripto, blockchain lebih sedikit ditelusuri.
Kendati melihat tenarnya Bitcoin dan mata uang kripto lainnya, hanya sebagian kecil developer yang melek terhadap perkembangan blockchain dalam beberapa dekade kedepan.
Hughes, seorang programmer lulusan Y Combinator tahun 2017 membangun Radix yang diklaim tidak menggunakan line code sedikitpun pada Bitcoin dengan modal dana sebesar Rp 14,2 miliar.
Pada dasarnya, teknologi yang digunakan sistem seperti Bitcoin, Ethreum, EOS, IOTA dan lainnya tetap mengadapi trilema blockchain serupa, yakni Skalabilitas, Keamanan, dan Desentralisasi.
Perkembangan Radix jika dibandingkan dengan Augmented Reality atau Artificial Intelligence, serta Hologram, tidaklah berarti. Pasalnya, klaim mengatakan komunitasnya meningkat 100 persen setiap bulan berdasar data web traffic.
“Radix adalah buku besar terdesentralisasi yang merupakan alternatif untuk blockchain berkemampuan menangani ratusan juta transaksi sekaligus,” seperti tertulis dalam keterangan, Rabu (19/5/2021).
Saat ini, Radix telah bergabung dengan sebuah organisasi nirlaba, yaitu GoodFi. Organisasi ini juga diisi oleh jajaran eksekutif di ranah blockchain seperti Chainlink, Aave, Sushiswap, Avalanche dan mStable.
Namun meskipun demikian, Bitcoin dan cryptocurrency menjadi kata yang paling banyak dicari dalam 90 hari terakhir menurut data dari Google Trend. Namun, pondasi hadirnya mata uang kripto, blockchain lebih sedikit ditelusuri.
Kendati melihat tenarnya Bitcoin dan mata uang kripto lainnya, hanya sebagian kecil developer yang melek terhadap perkembangan blockchain dalam beberapa dekade kedepan.
Hughes, seorang programmer lulusan Y Combinator tahun 2017 membangun Radix yang diklaim tidak menggunakan line code sedikitpun pada Bitcoin dengan modal dana sebesar Rp 14,2 miliar.
Pada dasarnya, teknologi yang digunakan sistem seperti Bitcoin, Ethreum, EOS, IOTA dan lainnya tetap mengadapi trilema blockchain serupa, yakni Skalabilitas, Keamanan, dan Desentralisasi.
Perkembangan Radix jika dibandingkan dengan Augmented Reality atau Artificial Intelligence, serta Hologram, tidaklah berarti. Pasalnya, klaim mengatakan komunitasnya meningkat 100 persen setiap bulan berdasar data web traffic.
“Radix adalah buku besar terdesentralisasi yang merupakan alternatif untuk blockchain berkemampuan menangani ratusan juta transaksi sekaligus,” seperti tertulis dalam keterangan, Rabu (19/5/2021).
Saat ini, Radix telah bergabung dengan sebuah organisasi nirlaba, yaitu GoodFi. Organisasi ini juga diisi oleh jajaran eksekutif di ranah blockchain seperti Chainlink, Aave, Sushiswap, Avalanche dan mStable.
tulis komentar anda