Waspada Kejahatan Digital

Sabtu, 10 Oktober 2020 - 06:11 WIB
Setelah aplikasi itu di-install, malware itu akan masuk dalam perangkat dan kemudian sudah dapat menguasai data pengguna serta bisa langsung mengeksploitasi orangnya. Aplikasi ini seolah dibuat baik, itu yang menjadi kelemahan manusia.

Tony menambahkan, aktor-aktor jahat ini melakukan eksploitasi pada sifat dasar manusia. Bukan karena pendidikan atau hal lain sehingga jangan heran jika mereka yang berpendidikan tinggi pun menjadi korban. Sifat dasar manusia cenderung percaya dengan orang lain yang kelihatan baik.

Jika seumur hidup seseorang bergaul dengan orang yang baik saja, dia punya kecenderungan untuk percaya juga kepada siapa pun. Maka sering terjadi korban penipuan berasal dari lingkungan yang baik. Adapun orang yang bergaul dengan orang jahat, mereka cenderung menjadi orang yang tidak mudah percaya dengan orang lain atau jauh lebih hati-hati.

Sifat ketiga, manusia cenderung takut terhadap atasan sehingga jika penipu mengatasnamakan atasan, seseorang akan langsung percaya tanpa mengecek informasi tersebut. "E-mail palsu itu biasanya dari atasan yang meminta ID dan password atau menyertakan link dan lampiran yang berisi malware. Kalau kita mengikuti instruksi tersebut, kita bisa kena pishing," ungkapnya.

Sifat terakhir adalah mudah terkejut dan langsung percaya jika mendapat informasi seperti menang undian ataupun kabar buruk yang menimpa kerabat. Seperti itu mengeksploitasi sisi emosional manusia yang akan langsung melakukan suatu tindakan. (Baca juga: Belajar Harus Tetap Menyenangkan)

Cara-cara tersebut kini jauh lebih mudah dilakukan para pelaku kejahatan daripada hacking atau meretas sistem teknologi informasi (TI) yang ada di suatu perusahaan. Sebab untuk mendapatkan password melalui teknik TI membutuhkan sumber daya besar serta waktu yang lama.

Masyarakat harus mulai sadar akan pentingnya menjaga data pribadi, khususnya saat menggunakan sarana telekomunikasi. I Ketut Prihadi dari Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) menjelaskan kejahatan digital dapat dimulai dari memanipulasi kartu SIM. Untuk mencegahnya adalah dengan mendorong penerapan teknologi berbasis KYC (know your customer).

Idealnya saat penggantian kartu SIM baik kartu rusak atau ganti teknologi dari 3G ke 4G, pemilik kartu harus datang langsung ke gerai operator seluler. Setelah itu pemilik kartu SIM wajib menunjukkan identitas diri berupa KTP, kartu keluarga, kartu kredit atau debit.

"Tahap terakhir yang disebut sistem KYC, operator seluler melakukan validasi dan meyakini bahwa data yang teregistrasi dalam database operator adalah orang yang datang ke gerai saat penggantian kartu. SOP ini harus patuh dijalankan oleh seluruh operator," papar Ketut.

Pemerintah secara tegas mengungkapkan memberikan perlindungan terhadap data pribadi ini. Sekretaris Umum Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Syafrul Mubarok menegaskan, untuk meraih kesejahteraan pada masa digital saat ini sangat penting bagi kita untuk bisa berdaulat memanfaatkan khasanah kekayaan data yang dimiliki saat ini.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More