Deretan Peretasan Data Pribadi,RUU PDP Kian Mendesak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kebocoran data pasien Covid-19 Indonesia menambah deretan peretasan data pribadi di Indonesia. Kasus ini menjadi sorotan betapa besarnya tugas besar pemerintah di era digital saat ini.
Pengamat keamanan siber Pratama Persadha, mengatakan, ini menjadi bukti urgensi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Tanah Air.
"Menurut saya UU PDP sudah sangat urgent sekali untuk melindungi masyarakat. Kalau belum ada, institusi atau organisasi ygang menghimpun data masyarakat akan santai-santai saja dalam mengamankan data-data yang dimilikinya. Karena tidak ada sanksi buat mereka," ujar Pratama kepada SINDOnews lewat pesan singkat, Senin (22/6/2020). (Baca: Arab Saudi Buka 1.500 Masjid Makkah Meski Covid-19 Mengganas)
Sementara itu, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) juga melihat pentingnya percepatan proses pembahasan RUU Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) seiring kian maraknya peristiwa bocornya data pribadi belakangan ini.
"Pentingnya akselerasi proses pembahasan RUU Pelindungan Data Pribadi, agar Indonesia segera memiliki instrumen perlindungan data pribadi yang kuat, guna memastikan pemenuhan dan perlindungan hak-hak privasi warganya," tulis pihak Elsam dalam laman resminya.
Selain itu dibutuhkan komitmen dari DPR dan pemerintah dengan seluruh sektornya, dengan berperan aktif dan mendukung proses ini, guna terwujudnya sebuah UU Pelindungan Data Pribadi yang kuat dan efektif.
Baru-baru ini, 230 ribu basis data pasien Covid-19 diretas dan dijual oleh para hacker melaui dark web. Akun penjual bernama Database Shopping mengaku basis data tersebut telah bocor pada 20 Mei 2020.
Basis data yang dijual oleh peretas terdiri dari berbagai hal, mulai dari nama, umur,jenis kelamin, kewarganegaraan, nomor telepon, alamat tinggal, nomor identitas.
Tak hanya itu, dalam data yang dijual terdapat jenis kasus, tanggal awal risiko, keluhan sakit, hasil laboratorium, tanggal sampel, hingga ke hasil tes Covid-19.
Kasus ini bukan jadi yang pertama kebocoran data di tahun 2020. Sebelumnya ada kebocoran data yang dialami ecommerce Tokopedia, Bukalapak, dan Bhineka. Selain itu data pemilih di KPU juga diduga diretas dan dijual bebas di dark web.
Pengamat keamanan siber Pratama Persadha, mengatakan, ini menjadi bukti urgensi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Tanah Air.
"Menurut saya UU PDP sudah sangat urgent sekali untuk melindungi masyarakat. Kalau belum ada, institusi atau organisasi ygang menghimpun data masyarakat akan santai-santai saja dalam mengamankan data-data yang dimilikinya. Karena tidak ada sanksi buat mereka," ujar Pratama kepada SINDOnews lewat pesan singkat, Senin (22/6/2020). (Baca: Arab Saudi Buka 1.500 Masjid Makkah Meski Covid-19 Mengganas)
Sementara itu, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) juga melihat pentingnya percepatan proses pembahasan RUU Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) seiring kian maraknya peristiwa bocornya data pribadi belakangan ini.
"Pentingnya akselerasi proses pembahasan RUU Pelindungan Data Pribadi, agar Indonesia segera memiliki instrumen perlindungan data pribadi yang kuat, guna memastikan pemenuhan dan perlindungan hak-hak privasi warganya," tulis pihak Elsam dalam laman resminya.
Selain itu dibutuhkan komitmen dari DPR dan pemerintah dengan seluruh sektornya, dengan berperan aktif dan mendukung proses ini, guna terwujudnya sebuah UU Pelindungan Data Pribadi yang kuat dan efektif.
Baru-baru ini, 230 ribu basis data pasien Covid-19 diretas dan dijual oleh para hacker melaui dark web. Akun penjual bernama Database Shopping mengaku basis data tersebut telah bocor pada 20 Mei 2020.
Basis data yang dijual oleh peretas terdiri dari berbagai hal, mulai dari nama, umur,jenis kelamin, kewarganegaraan, nomor telepon, alamat tinggal, nomor identitas.
Tak hanya itu, dalam data yang dijual terdapat jenis kasus, tanggal awal risiko, keluhan sakit, hasil laboratorium, tanggal sampel, hingga ke hasil tes Covid-19.
Kasus ini bukan jadi yang pertama kebocoran data di tahun 2020. Sebelumnya ada kebocoran data yang dialami ecommerce Tokopedia, Bukalapak, dan Bhineka. Selain itu data pemilih di KPU juga diduga diretas dan dijual bebas di dark web.
(wbs)