Bekerja Secara Hybrid Jadi Tren, Dell Berikan 3 Tips untuk Perusahaan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kondisi pandemi Covid-19 yang mulai membaik membuat perusahaan memberlakukan sistem kerja hybrid, yakni penggabungan antara bekerja di kantor dengan bekerja dari rumah atau lokasi lainnya.
Nah, yang jadi tantangan adalah kemampuan perusahaan untuk menyeimbangkan kebutuhan karyawan mulai dari alur kerja, komunikasi, alat, hingga software yang mampu memenuhi dan mengoptimalkan pekerjaan mereka.
Laporan Memimpin Tenaga Kerja Hybrid Masa Depan (Leading the Next Hybrid Workforce) yang dirilis Dell Technologies berupaya menelaah peran organisasi/perusahaan dalam merancang masa depan cara bekerja hybrid.
Senior vice president dan general manager, Client Solutions Group, Asia Pasifik, Jepang dan China, Dell Technologies Jean-Guillaume Pons mengatakan, 8 dari 10 pegawai di Asia Pasifik dan Jepang telah menyatakan mereka siap bekerja secara remote untuk jangka panjang.
”Kita sedang bergerak menuju masa depan cara bekerja yang baru,” beber Jean. Karena itu, Dell Technologies memaparkan tiga faktor penting yang harus menjadi prioritas perusahaan saat mereka membangun fondasi cara bekerja hybrid:
1. Memimpin dengan empati dan tujuan yang jelas
Pemimpin organisasi/perusahaan punya peran penting dalam membangun fondasi masa depan cara bekerja hybrid. Mereka harus dengan jelas dan transparan membuat perubahan-perubahan yang fundamental dan inovatif untuk membawa organisasi/perusahaannya terus maju.
”Mereka juga harus bisa berempati dan memahami berbagai tantangan yang dihadapi karyawan. Misalnya kurangnya komunikasi tatap muka atau hilangnya batasan antara kehidupan profesional dan pribadi,” ungkap Jean.
Selain itu, pemimpin organisasi/perusahaan juga harus lebih percaya kepada pegawainya dan tidak terjebak ke situasi “pengawasan yang berlebihan” (micromanagement).
2. Struktur kerja hybrid yang dirancang jelas
Organisasi tidak bisa melihat moda bekerja hybrid dari sisi operasional dan teknis. Sebab, tidak ada satu solusi yang cocok untuk semua perusahaan. Maka, perusahaan harus memahami pilihan dan kebutuhan pegawai. Untuk bisa merancang tempat kerja hybrid yang kondusif, harus ada pola komunikasi lebih terbuka antara pegawai dan perusahaan.
Perlu keseimbangan antara moda kerja fleksibel dan reguler. ”Misalnya ada waktu khusus untuk rapat internal untuk menjaga budaya kerja dan tetap terjalinnya interaksi sosial,” beber Jean.
3. Membangun budaya kerja
Para ahli menyarankan lebih banyak upaya untuk membangun budaya kerja, pelatihan dan pengembangan diri untuk terus mendorong kreativitas, inovasi dan kolaborasi.
Mereka juga memperingatkan risiko perbedaan budaya kerja (split culture) antara pegawai yang bekerja dari rumah dan mereka yang bekerja di kantor. ”Ini bisa menimbulkan masalah dinamika kantor serta perbedaan persepsi di antara kedua kelompok tersebut,” katanya.
Karena itu, perusahaan harus mengubah alokasi anggaran yang sebelumnya digunakan untuk pengeluaran harian kantor menjadi aktivitas interaksi sosial khusus dan rutin antar pegawai. Misalnya makan siang bersama atau sesi pelatihan interaktif.
”Strategi ini bisa membantu menciptakan lebih banyak kesempatan untuk proses pertukaran ide secara organik, serta kesempatan membangun kepercayaan dan mempererat hubungan kerja antar anggota tim,” beber laporan Dell.
Nah, yang jadi tantangan adalah kemampuan perusahaan untuk menyeimbangkan kebutuhan karyawan mulai dari alur kerja, komunikasi, alat, hingga software yang mampu memenuhi dan mengoptimalkan pekerjaan mereka.
Laporan Memimpin Tenaga Kerja Hybrid Masa Depan (Leading the Next Hybrid Workforce) yang dirilis Dell Technologies berupaya menelaah peran organisasi/perusahaan dalam merancang masa depan cara bekerja hybrid.
Senior vice president dan general manager, Client Solutions Group, Asia Pasifik, Jepang dan China, Dell Technologies Jean-Guillaume Pons mengatakan, 8 dari 10 pegawai di Asia Pasifik dan Jepang telah menyatakan mereka siap bekerja secara remote untuk jangka panjang.
”Kita sedang bergerak menuju masa depan cara bekerja yang baru,” beber Jean. Karena itu, Dell Technologies memaparkan tiga faktor penting yang harus menjadi prioritas perusahaan saat mereka membangun fondasi cara bekerja hybrid:
1. Memimpin dengan empati dan tujuan yang jelas
Pemimpin organisasi/perusahaan punya peran penting dalam membangun fondasi masa depan cara bekerja hybrid. Mereka harus dengan jelas dan transparan membuat perubahan-perubahan yang fundamental dan inovatif untuk membawa organisasi/perusahaannya terus maju.
”Mereka juga harus bisa berempati dan memahami berbagai tantangan yang dihadapi karyawan. Misalnya kurangnya komunikasi tatap muka atau hilangnya batasan antara kehidupan profesional dan pribadi,” ungkap Jean.
Selain itu, pemimpin organisasi/perusahaan juga harus lebih percaya kepada pegawainya dan tidak terjebak ke situasi “pengawasan yang berlebihan” (micromanagement).
2. Struktur kerja hybrid yang dirancang jelas
Organisasi tidak bisa melihat moda bekerja hybrid dari sisi operasional dan teknis. Sebab, tidak ada satu solusi yang cocok untuk semua perusahaan. Maka, perusahaan harus memahami pilihan dan kebutuhan pegawai. Untuk bisa merancang tempat kerja hybrid yang kondusif, harus ada pola komunikasi lebih terbuka antara pegawai dan perusahaan.
Perlu keseimbangan antara moda kerja fleksibel dan reguler. ”Misalnya ada waktu khusus untuk rapat internal untuk menjaga budaya kerja dan tetap terjalinnya interaksi sosial,” beber Jean.
3. Membangun budaya kerja
Para ahli menyarankan lebih banyak upaya untuk membangun budaya kerja, pelatihan dan pengembangan diri untuk terus mendorong kreativitas, inovasi dan kolaborasi.
Mereka juga memperingatkan risiko perbedaan budaya kerja (split culture) antara pegawai yang bekerja dari rumah dan mereka yang bekerja di kantor. ”Ini bisa menimbulkan masalah dinamika kantor serta perbedaan persepsi di antara kedua kelompok tersebut,” katanya.
Karena itu, perusahaan harus mengubah alokasi anggaran yang sebelumnya digunakan untuk pengeluaran harian kantor menjadi aktivitas interaksi sosial khusus dan rutin antar pegawai. Misalnya makan siang bersama atau sesi pelatihan interaktif.
”Strategi ini bisa membantu menciptakan lebih banyak kesempatan untuk proses pertukaran ide secara organik, serta kesempatan membangun kepercayaan dan mempererat hubungan kerja antar anggota tim,” beber laporan Dell.
(dan)