Hari Pendidikan Nasional, Kasus Perundungan Sekolah Berubah ke Cyberbullying

Minggu, 02 Mei 2021 - 19:34 WIB
loading...
Hari Pendidikan Nasional, Kasus Perundungan Sekolah Berubah ke Cyberbullying
Cyberbullying saat ini menjadi masalah besar tapi banyak yang tidak menyadarinya. Foto: ist
A A A
JAKARTA - Merayakan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei, sekolah masih punya PR besar sebagai salah satu sumber kasus perundungan. Kasus perundungan di sekolah merupakan salah satu permasalahan yang kompleks dan belum berakhir.

Berdasarkan Penilaian Siswa Internasional atau OECD Programme for International Student Assessment (PISA), sebanyak 41 persen siswa Indonesia dilaporkan pernah mengalami perundungan, setidaknya beberapa kali dalam sebulan.



Persentase angka perundungan siswa di Indonesia ini berada di atas angka rata-rata negara OECD yang sebesar 23 persen.

Data pengaduan KPAI juga menyebut, pada 2020 terjadi lonjakan pengaduan mengenai keluarga dan pengasuhan alternatif, pendidikan, pornografi dan cybercrime, serta kasus perlindungan anak lainnya. Hal tersebut berbanding lurus dengan peningkatan anak putus sekolah di Indonesia.

Menurut Retno Listyarti dari KPAI, perundungan menjadi salah satu sebab peningkatan putus sekolah di Indonesia.

Menariknya, pandemi Covid-19 yang mengharuskan anak sekolah daring pun tidak memutuskan rantai perundungan. Sebab perundungan yang biasanya terjadi secara langsung turut berubah menjadi secara daring (cyberbullying).

Di media sosial Twitter, salah satu siswa mengaku malas menghadapi sekolah tatap muka karena kerap menjadi korban perundungan. “Mau sekolah offline boleh kalo bullying dihapus,” ujar akun @Joltao.

Aktivis antibullying dan inisiator organisasi Sudah Dong Malang Goldi Senna Prabowo mengatakan, perundungan adalah ketika terdapat salah satu pihak yang merasa tidak nyaman dan kejadiaan dan/atau perkataan candaan terjadi secara berulang kali.

”Bahkan, sering kali orang dewasa yang mengetahui perundungan terjadi, hanya menganggap bahwa hal tersebut hanya candaan anak dan kenakalan yang wajar,” ujar Goldi dalam webinar bertema #HebatdenganTerlibat dengan tajuk “Merundung atau Dirundung, Anak adalah Korban” yang dihelat startup teknologi pendidikan Gredu belum lama ini.
Agita Pasaribu selaku pendiri Bullyid App mengakui, saat ini perundungan belum memiliki definisi konkret menurut undang-undang dan tenaga ahli.

Perundungan memiliki arti sangat luas dan didefinisikan beragam. Agita menambahkan, perubahan perilaku perundungan dari langsung menjadi daring (cyberbullying) bukan sesuatu yang menggembirakan.

Perundungan secara daring memiliki keterlibatan yang lebih sedikit, tapi dampak yang lebih besar dibandingkan dengan perundungan secara langsung.

Hal tersebut disebabkan karena pelaku tidak merasa bersalah karena tidak mengungkapkan identitasnya kepada korban, bisa terjadi kapan dan di mana saja, mudah untuk viral, dan meninggalkan jejak digital.

Perundung dan Korban Sama-Sama Berdampak Negatif
Menurut Goldi, anak cenderung menjadi perundung disebabkan oleh lingkungan di rumah kurang kondusif, ingin menunjukan popularitas atau status sosial, tekanan dari lingkungan, pembalasan akan intimidasi, kurangnya rasa empati, dan kurang perhatian.

Dampaknya, anak yang mengalami perundungan cenderung mengalami depresi, perubahan pola hidup, serta kesehatan dan prestasi menurun karena kecemasan terkait perundungan.

Dampak yang terjadi tidak hanya terjadi pada korban saja, tapi juga kepada pelaku dan saksi perundungan. Bila tidak ada penanganan khusus atau menyeluruh, perundung dapat memasuki dunia kriminalitas lebih besar. Sedangkan untuk saksi perundungan dapat menyebabkan trauma.

Agita menambahkan, setiap orang memiliki reaksi berbeda ketika mengalami perundungan. Sehingga ciri-ciri dan dampak perundungan setiap orang berbeda.

Di sinilah peran guru sebagai orang tua kedua dibutuhkan. “Jadi, selain mengajar yang berlandaskan kurikulum, guru harus mampu mengenali murid-muridnya, terutama ketika terjadi perubahan sikap bagi anak,” ujar Agita.

Goldi menegaskan bahwa orang tua harus mengenali anaknya, karena setiap anak memiliki masalah dan reaksi berbeda pada setiap permasalahannya. ”Penting bagi orang tua untuk mengetahui cara apa yang tepat untuk membantu anak dalam menghadapinya,” ujarnya.

Selain pola asuh, pola komunikasi juga sangat penting bagi orang tua dan anak. Adanya pola komunikasi yang baik, akan menciptakan keterbukaan anak kepada orang tuanya. Keterbukaan inilah yang nantinya akan membantu orang tua untuk mengenali, memberikan pengarahan, kekuatan, dan mengembangkan keterampilan pada anak.

Budaya di rumah tidak cukup kuat untuk mencegah terjadinya perundungan. Sekolah yang diibaratkan sebagai rumah kedua bagi anak, juga memiliki pengaruh signifikan dalam perkembangan karakter anak.



Penanganan perundungan di sekolah kurang tepat bila hanya menangani permasalahan yang telah terjadi.

sSebaiknya, sekolah harus melakukan pencegahan sebelum perundungan terjadi. Cara yang dapat dilakukan oleh sekolah adalah dengan membudayakan kebiasaan baik di sekolah. Hal tersebut, tidak hanya untuk antarmurid, tapi untuk semua yang terlibat di lingkungan sekolah.
(dan)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2029 seconds (0.1#10.140)