Kasus Peretasan, Pakar Siber Sebut Polisi Harus Terjunkan SDM yang Tepat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peretasan akun media sosial maupun whatsapp bisa dialami oleh siapa saja, tidak terkecuali para pejabat dan juga politisi, maupun kerabatnya.. BACA JUGA - Ahli IT Ungkap Data COVID-19 Institut Virologi Wuhan Dihapus
Ada banyak penyebab akun media sosial bisa dibajak. Paling banyak karena ketidaktahuan korban. Seperti saat dikirimi URL yang berisi phising, para korban mengekliknya dan memasukkan username berserta password.
Saat satu platform diketahui passwordnya, pelaku bisa mencoba dengan email dan password yang sama untuk berbagai akun medsos maupun marketplace.
Menurut Pakar keamanan siber dari CISSRec Pratama Persadha, kasus seperti ini seharusnya memang menjadi tugas dari aparat kepolisian, namun faktor teknis dan sumber daya manusia (SDM) yang membuat proses penyelidikan menjadi lebih sulit.
"Misalnya pelaporan di daerah soal peretasan akun, belum tentu SDM kepolisian yang ada bisa membantu pulihnya akun tersebut, paling maksimal biasanya adalah membuat laporan, berjaga-jaga bila akun tersebut digunakan untuk tindak penipuan," kata Pratama kepada SINDOnews melalui pesan singkat, Senin (24/8/2020).
Secara teknologi baik pihak kepolisian maupun Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) misalnya bisa melakukan digital forensik maupun penelusuran, namun jelas ini membutuhkan waktu yang tidak singkat. Untuk pemulihan maupun penghapusan sebuah akun hanya bisa dilakukan oleh penyedia platform media sosial.
Karena itu dari pihak penyedia platform biasanya memberikan jalan pelaporan, syarat utamanya adalah email utama yang digunakan masih bisa diakses.
Untuk peretasan Whatsapp sebenarnya pencegahannya lebih mudah dengan mengaktifkan verifikasi dua langkah pada menu setting atau pengaturan Whatsapp. Nantinya kita diminta mengaktifkan dari 6 digit SMS yang dikirim ke nomor kita.
Bila langkah ini tidak dilakukan maka pelaku bisa langsung masuk ke akun Whatsapp. Setelah masuk para pelaku biasanya langsung mengaktifkan verifikasi dua langakh dan mengubah email, sehingga saat kita mau masuk lagi gagal.
Hal ini memerlukan edukasi, biasanya pelaku menyamar sebagai orang yang dikenal dengan akun palsu. Lalu meminta 6 digit angka kepada korban, dengan berbagai alasan.
"Jangan pernah berikan 6 digit angka SMS yang masuk ke ponsel kita kepada orang lain," imbaunya
Terkait pandangan tebang pilih, kasus yang dialami oposisi dianggap lebih lambat, sebaiknya menjadi masukan bagi aparat.
Sebab, ini momentum bagus bagi kepolisian untuk mengedukasi masyarakat sekaligus membuktikan kiprah kepolisian dalam kasus terkait siber yang semakin populer di masyarakat.
Ada banyak penyebab akun media sosial bisa dibajak. Paling banyak karena ketidaktahuan korban. Seperti saat dikirimi URL yang berisi phising, para korban mengekliknya dan memasukkan username berserta password.
Baca Juga
Saat satu platform diketahui passwordnya, pelaku bisa mencoba dengan email dan password yang sama untuk berbagai akun medsos maupun marketplace.
Menurut Pakar keamanan siber dari CISSRec Pratama Persadha, kasus seperti ini seharusnya memang menjadi tugas dari aparat kepolisian, namun faktor teknis dan sumber daya manusia (SDM) yang membuat proses penyelidikan menjadi lebih sulit.
"Misalnya pelaporan di daerah soal peretasan akun, belum tentu SDM kepolisian yang ada bisa membantu pulihnya akun tersebut, paling maksimal biasanya adalah membuat laporan, berjaga-jaga bila akun tersebut digunakan untuk tindak penipuan," kata Pratama kepada SINDOnews melalui pesan singkat, Senin (24/8/2020).
Secara teknologi baik pihak kepolisian maupun Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) misalnya bisa melakukan digital forensik maupun penelusuran, namun jelas ini membutuhkan waktu yang tidak singkat. Untuk pemulihan maupun penghapusan sebuah akun hanya bisa dilakukan oleh penyedia platform media sosial.
Karena itu dari pihak penyedia platform biasanya memberikan jalan pelaporan, syarat utamanya adalah email utama yang digunakan masih bisa diakses.
Untuk peretasan Whatsapp sebenarnya pencegahannya lebih mudah dengan mengaktifkan verifikasi dua langkah pada menu setting atau pengaturan Whatsapp. Nantinya kita diminta mengaktifkan dari 6 digit SMS yang dikirim ke nomor kita.
Bila langkah ini tidak dilakukan maka pelaku bisa langsung masuk ke akun Whatsapp. Setelah masuk para pelaku biasanya langsung mengaktifkan verifikasi dua langakh dan mengubah email, sehingga saat kita mau masuk lagi gagal.
Hal ini memerlukan edukasi, biasanya pelaku menyamar sebagai orang yang dikenal dengan akun palsu. Lalu meminta 6 digit angka kepada korban, dengan berbagai alasan.
"Jangan pernah berikan 6 digit angka SMS yang masuk ke ponsel kita kepada orang lain," imbaunya
Terkait pandangan tebang pilih, kasus yang dialami oposisi dianggap lebih lambat, sebaiknya menjadi masukan bagi aparat.
Sebab, ini momentum bagus bagi kepolisian untuk mengedukasi masyarakat sekaligus membuktikan kiprah kepolisian dalam kasus terkait siber yang semakin populer di masyarakat.
(wbs)