Memahami Karakter Konsumen dalam Era Digital
loading...
A
A
A
JAKARTA - Besarnya populasi Indonesia, dan kian dekatnya puncak bonus demografi negeri ini, harus mampu dimanfaatkan secara baik untuk bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang maksimal.
Selain itu, besarnya konsumsi rumah tangga, menjadikan Indonesia dengan jumlah penduduk sebanyak 278 juta jiwa sebagai target pasar yang potensial.
Pemberdayaan Konsumen di Indonesia merupakan prioritas, karena merupakan aset penting pertumbuhan ekonomi di sektor perdagangan.
Konsumen cerdas dan berdaya akan jauh lebih mumpuni membangun ekonomi sendiri dan juga negeri. Karakter konsumen berdaya akan selalu mencari kejelasan atas produk dan jasa yang dibeli, serta memahami dan dapat melindungi hak-haknya selama proses transaksi tersebut. Terlebih di era digital yang minim interaksi fisik secara langsung.
Wakil Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Budi Primawan menjelaskan pihaknya memahami bahwa pembentukan konsumen berdaya di era digital seperti saat ini menjadi tanggung jawab banyak pihak. “Itu sebabnya duduk bersama dan berdiskusi mencari cara mewujudkan konsumen Indonesia yang berdaya tentulah dibutuhkan,” ujar Budi dalam acara Diskusi Publik: Urgensi Pemberdayaan Konsumen di Ekosistem Ekonomi Digital di Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Budi melanjutkan, kemudahan yang ditawarkan era digital harus dimanfaatkan untuk bisa mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan sebelum melakukan transaksi.
“Dengan demikian, konsumen akan paham terkait hak dan kewajibannya dalam transaksi. Misalnya hak mendapat produk yang sesuai kebutuhan, serta memastikan keamanan transaksi sehingga terhindar dari ancaman kejahatan siber.”
.
Menurut Direktur Pemberdayaan Konsumen Ditjen PKTN Kementerian Perdagangan, Chandrini Mestika Dewi, peningkatan literasi konsumen digital merupakan salah satu bentuk pemberdayaan konsumen, hal ini dibutuhkan untuk bisa membuat pasar Indonesia lebih sehat dan stabil dalam kondisi positif.
“Edukasi dan sosialisasi sangatlah penting untuk merespons perubahan pola aktivitas perdagangan yang berbasis aktivitas digital saat ini, dimana secara langsung berdampak pada perubahan pola perilaku konsumen dan pelaku usaha, serta bergantung pada kerjasama yang baik antara konsumen, pelaku usaha, dan juga pemerintah guna mewujudkan konsumen Indonesia yang semakin berdaya,” ujar Chandrini.
Pemberdayaan merupakan istilah baru setelah sebelumnya lebih akrab dengan perlindungan konsumen. Dalam pemberdayaan, konsumen dan pelaku usaha sama-sama berusaha memastikan proses transaksi bisa berjalan lancar.
Sementara itu, Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Heru Sutadi melihat edukasi dan sosialisasi pada konsumen agar menjadi konsumen yang berdaya sama pentingnya dalam meningkatkan kualitas layanan, kemampuan digital dan pemenuhan hak konsumen oleh pelaku usaha di ekosistem e-commerce.
Heru menambahkan, pada 2024 ini pemerintah menargetkan Indeks Keberdayaan Konsumen meningkat dari 57,04 yang masih dalam tahap Mampu menjadi Kritis dengan nilai minimal 60.
Guna menyambut Indonesia Emas, diharapkan IKK Indonesia juga sudah mencapai angka di atas 80 yang artinya masyarakat konsumen kita juga kian berdaya.
“Inovasi, kolaborasi dan edukasi menjadi kata kunci agar ekonomi digital berkembang, pelaku usaha mendapat cuan dan tentunya konsumen juga dilindungi dan dipenuhi hak-hak-nya,” kata Heru.
Ia menjelaskan, e-commerce sejatinya merupakan bentuk ekonomi kerakyatan sesungguhnya, yang selama ini ternyata kita cari. Dengan e-commerce, semua bisa menjadi penjual produk/jasa sehingga menjadi penggerak ekonomi.
”Sebagai sesuatu yang baru dan proses penjualan yang baru dan berkembang dengan banyak adopsi teknologi baru, pelaku usaha—penjual, reseller maupun platform dan konsumen sama-sama menghadapi tantangan baru.,” ujar Heru menutup pernyataannya.
Baca Juga
Selain itu, besarnya konsumsi rumah tangga, menjadikan Indonesia dengan jumlah penduduk sebanyak 278 juta jiwa sebagai target pasar yang potensial.
Pemberdayaan Konsumen di Indonesia merupakan prioritas, karena merupakan aset penting pertumbuhan ekonomi di sektor perdagangan.
Konsumen cerdas dan berdaya akan jauh lebih mumpuni membangun ekonomi sendiri dan juga negeri. Karakter konsumen berdaya akan selalu mencari kejelasan atas produk dan jasa yang dibeli, serta memahami dan dapat melindungi hak-haknya selama proses transaksi tersebut. Terlebih di era digital yang minim interaksi fisik secara langsung.
Wakil Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Budi Primawan menjelaskan pihaknya memahami bahwa pembentukan konsumen berdaya di era digital seperti saat ini menjadi tanggung jawab banyak pihak. “Itu sebabnya duduk bersama dan berdiskusi mencari cara mewujudkan konsumen Indonesia yang berdaya tentulah dibutuhkan,” ujar Budi dalam acara Diskusi Publik: Urgensi Pemberdayaan Konsumen di Ekosistem Ekonomi Digital di Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Budi melanjutkan, kemudahan yang ditawarkan era digital harus dimanfaatkan untuk bisa mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan sebelum melakukan transaksi.
“Dengan demikian, konsumen akan paham terkait hak dan kewajibannya dalam transaksi. Misalnya hak mendapat produk yang sesuai kebutuhan, serta memastikan keamanan transaksi sehingga terhindar dari ancaman kejahatan siber.”
.
Menurut Direktur Pemberdayaan Konsumen Ditjen PKTN Kementerian Perdagangan, Chandrini Mestika Dewi, peningkatan literasi konsumen digital merupakan salah satu bentuk pemberdayaan konsumen, hal ini dibutuhkan untuk bisa membuat pasar Indonesia lebih sehat dan stabil dalam kondisi positif.
“Edukasi dan sosialisasi sangatlah penting untuk merespons perubahan pola aktivitas perdagangan yang berbasis aktivitas digital saat ini, dimana secara langsung berdampak pada perubahan pola perilaku konsumen dan pelaku usaha, serta bergantung pada kerjasama yang baik antara konsumen, pelaku usaha, dan juga pemerintah guna mewujudkan konsumen Indonesia yang semakin berdaya,” ujar Chandrini.
Pemberdayaan merupakan istilah baru setelah sebelumnya lebih akrab dengan perlindungan konsumen. Dalam pemberdayaan, konsumen dan pelaku usaha sama-sama berusaha memastikan proses transaksi bisa berjalan lancar.
Sementara itu, Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Heru Sutadi melihat edukasi dan sosialisasi pada konsumen agar menjadi konsumen yang berdaya sama pentingnya dalam meningkatkan kualitas layanan, kemampuan digital dan pemenuhan hak konsumen oleh pelaku usaha di ekosistem e-commerce.
Heru menambahkan, pada 2024 ini pemerintah menargetkan Indeks Keberdayaan Konsumen meningkat dari 57,04 yang masih dalam tahap Mampu menjadi Kritis dengan nilai minimal 60.
Guna menyambut Indonesia Emas, diharapkan IKK Indonesia juga sudah mencapai angka di atas 80 yang artinya masyarakat konsumen kita juga kian berdaya.
“Inovasi, kolaborasi dan edukasi menjadi kata kunci agar ekonomi digital berkembang, pelaku usaha mendapat cuan dan tentunya konsumen juga dilindungi dan dipenuhi hak-hak-nya,” kata Heru.
Ia menjelaskan, e-commerce sejatinya merupakan bentuk ekonomi kerakyatan sesungguhnya, yang selama ini ternyata kita cari. Dengan e-commerce, semua bisa menjadi penjual produk/jasa sehingga menjadi penggerak ekonomi.
”Sebagai sesuatu yang baru dan proses penjualan yang baru dan berkembang dengan banyak adopsi teknologi baru, pelaku usaha—penjual, reseller maupun platform dan konsumen sama-sama menghadapi tantangan baru.,” ujar Heru menutup pernyataannya.
(wbs)