Bentuk Dukungan Google ke Israel: Bikin Proyek Cloud, Pecat Karyawan Protes, Bungkam Dikusi Tentang Gaza
loading...
A
A
A
JAKARTA - Serangan Israel ke Gaza memicu konflik di banyak perusahaan-perusahaan di dunia. Termasuk Google, yang selama ini dikenal memiliki reputasi keterbukaan.
Genosida Israel terhadap Gaza semakin membuka mata banyak orang di dunia. Termasuk, mendorong mereka untuk melakukan langkah nyata.
Majalah Time melaporkan bahwa kelompok protes No Tech For Apartheid (Tidak Ada Teknologi untuk Apartheid), yang menentang keterlibatan Google dengan pemerintah Israel, sekarang memiliki setidaknya 40 karyawan Google sebagai anggota.
Belum lama ini, Eddie Hatfield, 23, seorang insinyur perangkat lunak Google yang juga anggota kelompok tersebut, berdiri di konferensi perusahaan dan melakukan protes keras.
“Saya seorang insinyur perangkat lunak Google Cloud, dan saya menolak untuk membangun teknologi yang mendukung genosida, apartheid, atau mata-mata!,” teriaknya lantang. Eddie dipecat tak lama kemudian.
Sejak itu, dua karyawan Google lain mengatakan bahwa mereka memutuskan untuk berhenti.
Ini karena perusahaan terus mengerjakan Proyek Nimbus, kontrak cloud senilai USD1,2 miliar (Rp18 triliun) dengan pemerintah Israel.
Nimbus adalah upaya bersama antara Google dan Amazon untuk menyediakan kemampuan cloud, machine learning, dan AI untuk Kementerian Pertahanan Israel.
Sejauh mana Nimbus telah digunakan memang tidak dijelaskan. Pemerintah Israel sebelumnya menggambarkan proyek tersebut dimaksudkan untuk "memberikan solusi cloud menyeluruh kepada pemerintah, pertahanan, dan lainnya”.
Time menyebut Hatfield dan karyawan Google yang berhenti sebagai bagian dari "gerakan yang berkembang" dalam perusahaan yang ingin proyek cloud Israel dibatalkan.
Para aktivis mengklaim, selain beberapa lusin Googler anggota aktif grup, ada "ratusan pekerja lagi yang bersimpati" pada tujuan mereka.
Dilansir dari Gizmodo, situs web No Tech For Apartheid menyatakan Google dan Amazon “mendorong serangan genosida di Gaza melalui kontrak USD1,2 miliar dengan pemerintah & militer Israel,".
Mereka juga menuntut perusahaan-perusahaan tersebut segera membatalkan Proyek Nimbus dan mengakhiri keterlibatan mereka dalam kejahatan perang Israel.
Pekerja Google dan Amazon telah memprotes Proyek Nimbus selama bertahun-tahun, sejak sebelum serangan Hamas 7 Oktober 2023 dan serangan Israel berikutnya di Gaza.
Konflik kekerasan baru-baru ini mendorong isu panas itu kembali ke garis depan budaya perusahaan.
Forum tersebut adalah fitur budaya kantor perusahaan yang memungkinkan Googler mengekspresikan diri dengan bebas dan bahkan mengkritik eksekutif serta kebijakan.
The Times mengklaim bahwa Google baru-baru ini menonaktifkan beberapa fitur utama Memegen, termasuk kemampuan untuk memberikan downvote pada postingan. Beberapa karyawan Google mengkritik langkah ini dan menyebut Google "menyensor kebebasan berekspresi" mereka.
Sejak awal perang, organisasi HAM memperkirakan Israel telah membunuh sebanyak 30.000 warga Palestina, termasuk lebih dari 12.000 anak-anak. Perang juga memicu krisis kelaparan bagi jutaan warga Gaza. Pasukan Israel baru-baru ini menembak dan membunuh tujuh pekerja dari kelompok bantuan World Central Kitchen yang mengantarkan makanan ke Jalur Gaza.
PBB memperkirakan sebanyak 224 pekerja bantuan kemanusiaan telah tewas di Gaza sejak awal perang. Israel menyatakan serangan terhadap pekerja WCK adalah "kesalahanbesar".
Genosida Israel terhadap Gaza semakin membuka mata banyak orang di dunia. Termasuk, mendorong mereka untuk melakukan langkah nyata.
Majalah Time melaporkan bahwa kelompok protes No Tech For Apartheid (Tidak Ada Teknologi untuk Apartheid), yang menentang keterlibatan Google dengan pemerintah Israel, sekarang memiliki setidaknya 40 karyawan Google sebagai anggota.
Belum lama ini, Eddie Hatfield, 23, seorang insinyur perangkat lunak Google yang juga anggota kelompok tersebut, berdiri di konferensi perusahaan dan melakukan protes keras.
“Saya seorang insinyur perangkat lunak Google Cloud, dan saya menolak untuk membangun teknologi yang mendukung genosida, apartheid, atau mata-mata!,” teriaknya lantang. Eddie dipecat tak lama kemudian.
Sejak itu, dua karyawan Google lain mengatakan bahwa mereka memutuskan untuk berhenti.
Ini karena perusahaan terus mengerjakan Proyek Nimbus, kontrak cloud senilai USD1,2 miliar (Rp18 triliun) dengan pemerintah Israel.
Nimbus adalah upaya bersama antara Google dan Amazon untuk menyediakan kemampuan cloud, machine learning, dan AI untuk Kementerian Pertahanan Israel.
Sejauh mana Nimbus telah digunakan memang tidak dijelaskan. Pemerintah Israel sebelumnya menggambarkan proyek tersebut dimaksudkan untuk "memberikan solusi cloud menyeluruh kepada pemerintah, pertahanan, dan lainnya”.
Time menyebut Hatfield dan karyawan Google yang berhenti sebagai bagian dari "gerakan yang berkembang" dalam perusahaan yang ingin proyek cloud Israel dibatalkan.
Para aktivis mengklaim, selain beberapa lusin Googler anggota aktif grup, ada "ratusan pekerja lagi yang bersimpati" pada tujuan mereka.
Dilansir dari Gizmodo, situs web No Tech For Apartheid menyatakan Google dan Amazon “mendorong serangan genosida di Gaza melalui kontrak USD1,2 miliar dengan pemerintah & militer Israel,".
Mereka juga menuntut perusahaan-perusahaan tersebut segera membatalkan Proyek Nimbus dan mengakhiri keterlibatan mereka dalam kejahatan perang Israel.
Pekerja Google dan Amazon telah memprotes Proyek Nimbus selama bertahun-tahun, sejak sebelum serangan Hamas 7 Oktober 2023 dan serangan Israel berikutnya di Gaza.
Konflik kekerasan baru-baru ini mendorong isu panas itu kembali ke garis depan budaya perusahaan.
Upaya Google Membungkam Diskusi
Sayangnya, Google baru-baru ini melakukan upaya lain untuk membatasi diskusi kantor tentang Gaza. The New York Times melaporkan bahwa perusahaan berusaha mengurangi konflik pada forum internalnya, Memegen.Forum tersebut adalah fitur budaya kantor perusahaan yang memungkinkan Googler mengekspresikan diri dengan bebas dan bahkan mengkritik eksekutif serta kebijakan.
The Times mengklaim bahwa Google baru-baru ini menonaktifkan beberapa fitur utama Memegen, termasuk kemampuan untuk memberikan downvote pada postingan. Beberapa karyawan Google mengkritik langkah ini dan menyebut Google "menyensor kebebasan berekspresi" mereka.
Korban Sipil Selama Perang Israel – Palestina
Pada 7 Oktober, militan Hamas melakukan serangan terhadap Israel, menculik sebanyak 250 orang, dan membunuh sekitar 1.200 orang. Israel kemudian melancarkan perang terhadap Hamas yang menyebabkan korban warga sipil dalam jumlah besar.Sejak awal perang, organisasi HAM memperkirakan Israel telah membunuh sebanyak 30.000 warga Palestina, termasuk lebih dari 12.000 anak-anak. Perang juga memicu krisis kelaparan bagi jutaan warga Gaza. Pasukan Israel baru-baru ini menembak dan membunuh tujuh pekerja dari kelompok bantuan World Central Kitchen yang mengantarkan makanan ke Jalur Gaza.
PBB memperkirakan sebanyak 224 pekerja bantuan kemanusiaan telah tewas di Gaza sejak awal perang. Israel menyatakan serangan terhadap pekerja WCK adalah "kesalahanbesar".
(dan)