Riset Terbaru Retur Barang Online Mengalami Penyusutan di Asia Pasifik
loading...
A
A
A
Staf toko akan merasa senang dengan investasi dalam teknologi ini. Di antara staf yang melayani retur dari pesanan online, hampir tiga perempatnya (74% di dunia dan di Asia Pasifik) menyebutkan pelanggan yang sering mengembalikan barang adalah tantangan terbesar mereka.
Tahun ini, kemudahan dalam melakukan retur menjadi alasan utama konsumen memilih untuk berbelanja di toko, mengalahkan alasan melakukan perbandingan harga sebelum berbelanja.
Apabila kemudahan retur bagi konsumen global naik sedikit (32% pada 2022 naik ke 33% pada 2023), bagi konsumen di Asia Pasifik kenaikannya justru besar, mencapai 7%, dari 32% pada 2022 menjadi 39% pada 2023.
Peningkatan dalam layanan retur ini telah memberikan dampak bagi peritel di seluruh dunia, tumbuh menjadi USD1,8T menurut IHL Group.
“Ketika konsumen memiliki ekspektasi yang lebih tinggi akan kemudahan melakukan retur lebih sering, para peritel justru menghadapi kesulitan dalam mengelola kenaikan pengeluaran terkait dengan inventory visibility, reverse logistics, dan banyaknya retur, '' jelas
Masalah retur ini juga berdampak pada industri terkait, khususnya pergudangan (warehousing). Para peritel memanfaatkan kekuatan teknologi untuk membantu mengelola retur, di mana 62% peritel di dunia (68% di Asia Pasifik) berencana untuk menerapkan teknologi reverse logistics pada 2026, supaya dapat mengelola tekanan terkait pemenuhan pesanan.
Hampir tiga dari 10 peritel (31% di dunia, 32% di Asia Pasifik) berpikir bahwa menarik biaya untuk pemesanan online dari pembeli yang sering melakukan retur berpotensi meningkatkan profitabilitas dari pemesanan online.
Tahun ini, kemudahan dalam melakukan retur menjadi alasan utama konsumen memilih untuk berbelanja di toko, mengalahkan alasan melakukan perbandingan harga sebelum berbelanja.
Apabila kemudahan retur bagi konsumen global naik sedikit (32% pada 2022 naik ke 33% pada 2023), bagi konsumen di Asia Pasifik kenaikannya justru besar, mencapai 7%, dari 32% pada 2022 menjadi 39% pada 2023.
Peningkatan dalam layanan retur ini telah memberikan dampak bagi peritel di seluruh dunia, tumbuh menjadi USD1,8T menurut IHL Group.
“Ketika konsumen memiliki ekspektasi yang lebih tinggi akan kemudahan melakukan retur lebih sering, para peritel justru menghadapi kesulitan dalam mengelola kenaikan pengeluaran terkait dengan inventory visibility, reverse logistics, dan banyaknya retur, '' jelas
Masalah retur ini juga berdampak pada industri terkait, khususnya pergudangan (warehousing). Para peritel memanfaatkan kekuatan teknologi untuk membantu mengelola retur, di mana 62% peritel di dunia (68% di Asia Pasifik) berencana untuk menerapkan teknologi reverse logistics pada 2026, supaya dapat mengelola tekanan terkait pemenuhan pesanan.
Hampir tiga dari 10 peritel (31% di dunia, 32% di Asia Pasifik) berpikir bahwa menarik biaya untuk pemesanan online dari pembeli yang sering melakukan retur berpotensi meningkatkan profitabilitas dari pemesanan online.
(wbs)