Turki Minta Google Hapus Konten Online Tak Pantas dalam 10 Tahun
loading...
A
A
A
ANKARA - Pemerintah Turki meminta penghapusan total 90.400 halaman web dan konten lainnya dari Google dalam 10 tahun terakhir. Turki adalah negara keempat, setelah Rusia, Korea Utara, dan India, yang paling sering meminta penghapusan konten dari Google .
Menurut lapor Turkish Minute, mengutip Voice of America (VOA) edisi Turki serta data dari laporan perusahaan jaringan pribadi virtual, Surfshark, Turki mengajukan 18.900 permintaan penghapusan 90.400 halaman web dan konten lainnya dalam 10 tahun. Jumlah ini setara dengan rata-rata 5 buah konten online per hari.
Pihak berwenang Turki dalam beberapa tahun terakhir telah memberlakukan pembatasan terhadap situs web, akun media sosial, dan postingan yang meliput berita yang mengkritik Presiden Recep Tayyip ErdoÄźan dan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP). Situasi ini kemudian menimbulkan tuduhan bahwa kebebasan berekspresi di Turki telah dibatasi.
Sebuah laporan dari platform Free Web Turkey juga menunjukkan pada akhir Oktober bahwa akses ke setidaknya 40.536 URL milik domain, postingan media sosial, dan akun media sosial diblokir di Turki pada tahun 2022. Fakta ini dijadikan tanda meningkatnya sensor oleh Partai AKP yang berkuasa.
Kemunduran kebebasan internet di Turki juga didokumentasikan dalam sebuah laporan yang diterbitkan oleh Freedom House yang berbasis di AS pada awal Oktober yang menunjukkan bahwa kebebasan internet di Turki terus menurun selama dekade terakhir. Negara tersebut kembali masuk dalam peringkat “tidak bebas” mengenai kebebasan online.
Dalam laporan Freedom on the Net tahun 2023 dari Freedom House, Turki memiliki skor 30 pada indeks 100 poin dengan skor didasarkan pada skala 0 (paling tidak bebas) hingga 100 (paling bebas). Namun, pemerintah Turki beralasan pengajuan penghapusan terkait keamanan nasional dan pencemaran nama baik, sebanyak 7.600 permintaan.
Dikutip dari laman Stockholmcf, Minggu (26/11/2023), ada 150 negara telah mengajukan total 335.000 permintaan penghapusan ke Google dalam 10 tahun terakhir. Permintaan ini mencakup penghapusan 3.870.000 situs web dan halaman berbeda yang diklaim “tidak pantas.”
Pada periode yang sama, Rusia mengajukan total 215.000 permintaan penghapusan konten ke Google, atau mencakup 85% dari seluruh permintaan. Korea Utara berada di urutan kedua, mengajukan 27.000 permintaan penghapusan konten ke Google dan India berada di posisi ketiga dengan 20.000 permintaan.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa “keamanan nasional” adalah alasan paling umum yang digunakan oleh pemerintah untuk menghapus konten yang tidak diinginkan. Angkanya sebesar 27%, diikuti oleh “hak cipta” (19%) dan “pencemaran nama baik” (10%).
Menurut laporan tersebut, jumlah permintaan di seluruh dunia telah meningkat sekitar 13 kali lipat, meningkat dari 7.000 setiap tahun menjadi 91.000 dalam 10 tahun terakhir. Jumlah itu setara dengan 249 permintaan per hari dari semula sekitar 19 permintaan per hari.
Menurut lapor Turkish Minute, mengutip Voice of America (VOA) edisi Turki serta data dari laporan perusahaan jaringan pribadi virtual, Surfshark, Turki mengajukan 18.900 permintaan penghapusan 90.400 halaman web dan konten lainnya dalam 10 tahun. Jumlah ini setara dengan rata-rata 5 buah konten online per hari.
Pihak berwenang Turki dalam beberapa tahun terakhir telah memberlakukan pembatasan terhadap situs web, akun media sosial, dan postingan yang meliput berita yang mengkritik Presiden Recep Tayyip ErdoÄźan dan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP). Situasi ini kemudian menimbulkan tuduhan bahwa kebebasan berekspresi di Turki telah dibatasi.
Sebuah laporan dari platform Free Web Turkey juga menunjukkan pada akhir Oktober bahwa akses ke setidaknya 40.536 URL milik domain, postingan media sosial, dan akun media sosial diblokir di Turki pada tahun 2022. Fakta ini dijadikan tanda meningkatnya sensor oleh Partai AKP yang berkuasa.
Kemunduran kebebasan internet di Turki juga didokumentasikan dalam sebuah laporan yang diterbitkan oleh Freedom House yang berbasis di AS pada awal Oktober yang menunjukkan bahwa kebebasan internet di Turki terus menurun selama dekade terakhir. Negara tersebut kembali masuk dalam peringkat “tidak bebas” mengenai kebebasan online.
Dalam laporan Freedom on the Net tahun 2023 dari Freedom House, Turki memiliki skor 30 pada indeks 100 poin dengan skor didasarkan pada skala 0 (paling tidak bebas) hingga 100 (paling bebas). Namun, pemerintah Turki beralasan pengajuan penghapusan terkait keamanan nasional dan pencemaran nama baik, sebanyak 7.600 permintaan.
Dikutip dari laman Stockholmcf, Minggu (26/11/2023), ada 150 negara telah mengajukan total 335.000 permintaan penghapusan ke Google dalam 10 tahun terakhir. Permintaan ini mencakup penghapusan 3.870.000 situs web dan halaman berbeda yang diklaim “tidak pantas.”
Pada periode yang sama, Rusia mengajukan total 215.000 permintaan penghapusan konten ke Google, atau mencakup 85% dari seluruh permintaan. Korea Utara berada di urutan kedua, mengajukan 27.000 permintaan penghapusan konten ke Google dan India berada di posisi ketiga dengan 20.000 permintaan.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa “keamanan nasional” adalah alasan paling umum yang digunakan oleh pemerintah untuk menghapus konten yang tidak diinginkan. Angkanya sebesar 27%, diikuti oleh “hak cipta” (19%) dan “pencemaran nama baik” (10%).
Menurut laporan tersebut, jumlah permintaan di seluruh dunia telah meningkat sekitar 13 kali lipat, meningkat dari 7.000 setiap tahun menjadi 91.000 dalam 10 tahun terakhir. Jumlah itu setara dengan 249 permintaan per hari dari semula sekitar 19 permintaan per hari.
(wib)