Algoritma Baru Mampu Deteksi Tingkat Depresi Pengguna Twitter
Selasa, 12 April 2022 - 05:02 WIB
MENLO PARK - Sebuah tim peneliti mengklaim bahwa serangkaian algoritma baru mampu mendeteksi depresi yang dialami pengguna Twitter dengan akurasi hingga 90 persen.
Sepertii dilansir dari Metro, melalui penelitian yang dipublikasikan di jurnal IEEE Transactions on Affective Computing, tim peneliti dari Brunel University dan University of Leicester telah menganalisis 38 'titik data' khusus dari ribuan profil Twitter yang berbeda.
Ini mencakup jenis konten tertentu yang terkait dengan kapan tweet dikirim dan kepada siapa tweet itu ditujukan.
Algoritme ini dilatih menggunakan dua basis data yang tersedia untuk umum yang berisi riwayat akun Twitter dari ribuan pengguna bersama dengan informasi tentang kesehatan mental mereka.
Salah satunya disusun oleh Johns Hopkins University ternama di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2015.
Hingga 80 persen informasi di setiap basis data digunakan untuk mengajar bot dan 20 persen lainnya untuk menguji keakuratannya.
“Kami menguji algoritme pada dua basis data besar dan membandingkan hasil kami dengan teknik deteksi depresi lainnya.
"Dalam setiap kasus, kami telah berhasil mengatasi teknik yang ada dalam akurasi klasifikasi," kata Profesor Abdul Sadka, direktur Brunel Digital Futures Institute.
Tim mengatakan bahwa sistem memiliki potensi untuk mengekspos depresi pengguna sebelum mereka memposting sesuatu ke domain publik. Ini berarti platform seperti Twitter dan Facebook dapat secara proaktif menyajikan masalah kesehatan mental pengguna.
Sepertii dilansir dari Metro, melalui penelitian yang dipublikasikan di jurnal IEEE Transactions on Affective Computing, tim peneliti dari Brunel University dan University of Leicester telah menganalisis 38 'titik data' khusus dari ribuan profil Twitter yang berbeda.
Baca Juga
Ini mencakup jenis konten tertentu yang terkait dengan kapan tweet dikirim dan kepada siapa tweet itu ditujukan.
Algoritme ini dilatih menggunakan dua basis data yang tersedia untuk umum yang berisi riwayat akun Twitter dari ribuan pengguna bersama dengan informasi tentang kesehatan mental mereka.
Salah satunya disusun oleh Johns Hopkins University ternama di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2015.
Hingga 80 persen informasi di setiap basis data digunakan untuk mengajar bot dan 20 persen lainnya untuk menguji keakuratannya.
“Kami menguji algoritme pada dua basis data besar dan membandingkan hasil kami dengan teknik deteksi depresi lainnya.
"Dalam setiap kasus, kami telah berhasil mengatasi teknik yang ada dalam akurasi klasifikasi," kata Profesor Abdul Sadka, direktur Brunel Digital Futures Institute.
Tim mengatakan bahwa sistem memiliki potensi untuk mengekspos depresi pengguna sebelum mereka memposting sesuatu ke domain publik. Ini berarti platform seperti Twitter dan Facebook dapat secara proaktif menyajikan masalah kesehatan mental pengguna.
(wbs)
tulis komentar anda