Respons Mastel Soal Kabar OTT Keberatan Diwajibkan Kerja Sama dengan Operator
Rabu, 03 Februari 2021 - 15:28 WIB
"Kerja sama tersebut justru menjadi peluang untuk mencari bentuk-bentuk kerja sama yang saling menguntungkan (win-win solution), saling menghargai, saling percaya dan adanya kesetaraaan sehingga terbentuk simbiosis mutualisme. Sehingga tidak ada pihak yang terus dirugikan," ujarnya.
Ia menambahkan, poin surat keberatan OTT global yang tetap menginginkan kerja sama dilakukan secara sukarela pada kenyataannya di lapangan tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Untuk itu, Mastel menurutnya akan tetap mendorong pemerintah agar menerbitkan peraturan perundang-undangan yang sifatnya mengikat dan mewajibkan kerja sama tersebut.
"Karena kerja sama yg sifatnya voluntary yang sudah jalan selama ini masih dinilai sepihak, dan merugikan pihak lain. Maka mewajibkannya dengan prinsip-prinsip yang universal adalah langkah regulasi yang patut didukung. Asal bisa ditegakkan (enforced) semoga membawa kebaikan, dan betul-betul memperbaiki iklim usaha dan investasi," kata Sigit.
Dengan mengatur lebih detail skema kewajiban kerja sama antara OTT global dengan perusahaan pemilik jaringan nasional, Sigit meyakini investasi yang ditanamkan oleh perusahaan OTT akan tercatat di Indonesia sehingga benar-benar bisa membuka lapangan pekerjaan baru.
"Kalau kerja sama dan investasinya berkesinambungan, tentu bisa terus meningkatkan lapangan kerja, seperti yang diinginkan melalui Undang-Undang Omnibus Law," paparnya.
Menurut Sigit, Mastel telah menyiapkan sejumlah masukan bagi pemerintah dalam menyusun RPP Cipta Kerja Bidang Postelsiar sebagai turunan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Beberapa pengaturan terkait OTT yang perlu dilakukan menurut Mastel, antara lain: Pengaturan kewajiban kerja sama dengan penyelenggara jaringan dan jasa, Mewujudkan level of playing field sehingga menciptakan iklim kompetisi yang kondusif. Pengaturan tentang regulatory charges. serta Perlindungan data pribadi pengguna, dan sejenisnya.
Ia menambahkan, poin surat keberatan OTT global yang tetap menginginkan kerja sama dilakukan secara sukarela pada kenyataannya di lapangan tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Untuk itu, Mastel menurutnya akan tetap mendorong pemerintah agar menerbitkan peraturan perundang-undangan yang sifatnya mengikat dan mewajibkan kerja sama tersebut.
"Karena kerja sama yg sifatnya voluntary yang sudah jalan selama ini masih dinilai sepihak, dan merugikan pihak lain. Maka mewajibkannya dengan prinsip-prinsip yang universal adalah langkah regulasi yang patut didukung. Asal bisa ditegakkan (enforced) semoga membawa kebaikan, dan betul-betul memperbaiki iklim usaha dan investasi," kata Sigit.
Dengan mengatur lebih detail skema kewajiban kerja sama antara OTT global dengan perusahaan pemilik jaringan nasional, Sigit meyakini investasi yang ditanamkan oleh perusahaan OTT akan tercatat di Indonesia sehingga benar-benar bisa membuka lapangan pekerjaan baru.
"Kalau kerja sama dan investasinya berkesinambungan, tentu bisa terus meningkatkan lapangan kerja, seperti yang diinginkan melalui Undang-Undang Omnibus Law," paparnya.
Menurut Sigit, Mastel telah menyiapkan sejumlah masukan bagi pemerintah dalam menyusun RPP Cipta Kerja Bidang Postelsiar sebagai turunan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Beberapa pengaturan terkait OTT yang perlu dilakukan menurut Mastel, antara lain: Pengaturan kewajiban kerja sama dengan penyelenggara jaringan dan jasa, Mewujudkan level of playing field sehingga menciptakan iklim kompetisi yang kondusif. Pengaturan tentang regulatory charges. serta Perlindungan data pribadi pengguna, dan sejenisnya.
(wbs)
tulis komentar anda