Orang TI di Kantor Perlu Tahu 4 Tren yang Bisa Pengaruhi Strategi Data 2021
Kamis, 14 Januari 2021 - 23:16 WIB
Tren 2: Machine learning bisa diakses oleh setiap orang
Ketika perusahaan-perusahaan bertransformasi digital, mereka akan menghadapi pertumbuhan data yang eksponensial dan meningkatnya kompleksitas teknologi-teknologi baru. Maka, makin banyak perusahaan yang menggunakan machine learning untuk menghadapi tantangan-tantangan tadi.
Hanya, jelas Hand, banyak dari mereka yang mengambil pendekatan machine learning sedikit demi sedikit alih-alih menyeluruh. Alhasil, mereka sulit menjadi betul-betul data-driven. Perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik bisa mengatasi masalah ini dengan mengoperasionalkan machine learning, artinya betul-betul memanfaatkan machine learning tanpa bantuan dari IT dan tim data science.
Untuk melakukan ini, mereka perlu memahami, memercayai, dan mengkomunikasikan model machine learning agar berdampak pada bisnis mereka. Mereka yang sanggup melakukannya –sejauh mereka dapat menjalankan insight yang dihasilkan oleh AI – akan sanggup untuk bertahan dan berkembang pada masa next normal.
Tren 3: Tata kelola data akan mengemuka di jagad hybrid cloud
Hybrid cloud saat ini sudah menjadi pilihan default bagi kebanyakan perusahaan. IDC memprediksi bahwa pada 2021, lebih dari 90% perusahaan di Asia Pasifik (kecuali Jepang) akan mengandalkan perpaduan antara on-premise/dedicated private cloud, beberapa public cloud, dan platform lama (legacy) untuk menjawab kebutuhan infrastruktur mereka.
Dengan data yang menyebar di seluruh hybrid cloud, sangat penting bagi perusahaan untuk mengamankan dan mengelola data-data itu secara efektif, entah digunakan atau tidak. Perusahaan yang pengamanan dan tata kelola datanya lemah tak hanya rentan menjadi korban cyberattack maupun ancaman dari dalam, tapi juga akan kesulitan mematuhi berbagai regulasi seperti peraturan perlindungan data dan kewajiban Know Your Customer (KYC).
Tren 4: AI dikepung berbagai persoalan etika
Ketika makin banyak perusahaan menggunakan artificial intelligence (AI) untuk menciptakan solusi yang scalable, meningkat pula risiko reputasi, regulasi, dan hukumnya. Sebab sistem AI dilatih untuk belajar dari sekumpulan dataset, perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik harus mengantisipasi masalah etis yang muncul dari makin luasnya pengumpulan, analisis, dan penggunaan data dalam jumlah besar.
Saat ini, wacana seputar etika AI berkisar pada masalah anonimisasi data. Australia, Singapura, dan Korea Selatan sudah memiliki kerangka kerja AI. Adapun market lain, termasuk India dan Indonesia, sedang menyusun berbagai regulasi dan menetapkan standar nasional untuk inovasi AI pada tahun 2021. Selain itu, perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik dapat berperan dengan membangun tata kelola data yang kuat.
Ketika perusahaan-perusahaan bertransformasi digital, mereka akan menghadapi pertumbuhan data yang eksponensial dan meningkatnya kompleksitas teknologi-teknologi baru. Maka, makin banyak perusahaan yang menggunakan machine learning untuk menghadapi tantangan-tantangan tadi.
Hanya, jelas Hand, banyak dari mereka yang mengambil pendekatan machine learning sedikit demi sedikit alih-alih menyeluruh. Alhasil, mereka sulit menjadi betul-betul data-driven. Perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik bisa mengatasi masalah ini dengan mengoperasionalkan machine learning, artinya betul-betul memanfaatkan machine learning tanpa bantuan dari IT dan tim data science.
Untuk melakukan ini, mereka perlu memahami, memercayai, dan mengkomunikasikan model machine learning agar berdampak pada bisnis mereka. Mereka yang sanggup melakukannya –sejauh mereka dapat menjalankan insight yang dihasilkan oleh AI – akan sanggup untuk bertahan dan berkembang pada masa next normal.
Tren 3: Tata kelola data akan mengemuka di jagad hybrid cloud
Hybrid cloud saat ini sudah menjadi pilihan default bagi kebanyakan perusahaan. IDC memprediksi bahwa pada 2021, lebih dari 90% perusahaan di Asia Pasifik (kecuali Jepang) akan mengandalkan perpaduan antara on-premise/dedicated private cloud, beberapa public cloud, dan platform lama (legacy) untuk menjawab kebutuhan infrastruktur mereka.
Dengan data yang menyebar di seluruh hybrid cloud, sangat penting bagi perusahaan untuk mengamankan dan mengelola data-data itu secara efektif, entah digunakan atau tidak. Perusahaan yang pengamanan dan tata kelola datanya lemah tak hanya rentan menjadi korban cyberattack maupun ancaman dari dalam, tapi juga akan kesulitan mematuhi berbagai regulasi seperti peraturan perlindungan data dan kewajiban Know Your Customer (KYC).
Tren 4: AI dikepung berbagai persoalan etika
Ketika makin banyak perusahaan menggunakan artificial intelligence (AI) untuk menciptakan solusi yang scalable, meningkat pula risiko reputasi, regulasi, dan hukumnya. Sebab sistem AI dilatih untuk belajar dari sekumpulan dataset, perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik harus mengantisipasi masalah etis yang muncul dari makin luasnya pengumpulan, analisis, dan penggunaan data dalam jumlah besar.
Saat ini, wacana seputar etika AI berkisar pada masalah anonimisasi data. Australia, Singapura, dan Korea Selatan sudah memiliki kerangka kerja AI. Adapun market lain, termasuk India dan Indonesia, sedang menyusun berbagai regulasi dan menetapkan standar nasional untuk inovasi AI pada tahun 2021. Selain itu, perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik dapat berperan dengan membangun tata kelola data yang kuat.
tulis komentar anda