Orang TI di Kantor Perlu Tahu 4 Tren yang Bisa Pengaruhi Strategi Data 2021
loading...
A
A
A
JAKARTA - Di tengah kondisi yang serbatidak pasti , digitalisasi bisa menjadi obat manjur untuk tetap menciptakan pertumbuhan. Syaratnya, manajemen bisa memanfaatkan data perusahaan .
Cloudera, perusahaan enterprise data cloud, siang tadi mengumumkan empat tren yang akan mendominasi pada tahun 2021. Tren tersebut berpotensi memengaruhi strategi data perusahaan-perusahaan yang ada di Asia Pasifik (APAC).
Tren ini meliputi, terjadinya data storm karena bangkitnya 5G, peningkatan akses ke machine learning, meningkatnya kebutuhan tata kelola data, dan bangkitnya etika kecerdasan buatan (AI).
"Walaupun tahun ini menyiratkan berbagai ketidakpastian, satu hal yang pasti adalah bahwa data akan terus memainkan peranan yang sangat penting pada tahun 2021 dan tahun-tahun mendatang," tutur Daniel Hand, Field CTO for APJ, Cloudera, Kamis (14/1/2021).
Hand mengutarakan, banyak organisasi/perusahaan telah memanfaatkan data untuk memperkuat daya tahan (resillience) bisnis mereka dalam 12 bulan terakhir. Langkah berikutnya adalah menggunakan data untuk meraih agilitas yang dibutuhkan untuk mengatasi disrupsi yang disebabkan bencana yang tak diinginkan, di masa depan.
"Untuk melakukan itu, mereka perlu memastikan bahwa strategi datanya betul-betul dapat mengantisipasi empat tren yang bakal mendominasi tahun ini," tambahnya.
Tren 1: Adanya 5G di Asia Pasifik dan terjadinya data storm
Adanya teknologi 5G akan berdampak pada strategi data perusahaan sebab teknologi ini dapat memberikan konektivitas yang masif bagi Internet of Things (IoT). Satu jaringan 5G dapat menangani sampai 1 juta connected devices di area seluas 1 kilometer persegi.
Oleh sebab itu, perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik yang mengadopsi teknologi IoT harus siap-siap bernavigasi di tengah data storm yang tercipta oleh connected devices itu.
Tren 2: Machine learning bisa diakses oleh setiap orang
Ketika perusahaan-perusahaan bertransformasi digital, mereka akan menghadapi pertumbuhan data yang eksponensial dan meningkatnya kompleksitas teknologi-teknologi baru. Maka, makin banyak perusahaan yang menggunakan machine learning untuk menghadapi tantangan-tantangan tadi.
Hanya, jelas Hand, banyak dari mereka yang mengambil pendekatan machine learning sedikit demi sedikit alih-alih menyeluruh. Alhasil, mereka sulit menjadi betul-betul data-driven. Perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik bisa mengatasi masalah ini dengan mengoperasionalkan machine learning, artinya betul-betul memanfaatkan machine learning tanpa bantuan dari IT dan tim data science.
Untuk melakukan ini, mereka perlu memahami, memercayai, dan mengkomunikasikan model machine learning agar berdampak pada bisnis mereka. Mereka yang sanggup melakukannya –sejauh mereka dapat menjalankan insight yang dihasilkan oleh AI – akan sanggup untuk bertahan dan berkembang pada masa next normal.
Tren 3: Tata kelola data akan mengemuka di jagad hybrid cloud
Hybrid cloud saat ini sudah menjadi pilihan default bagi kebanyakan perusahaan. IDC memprediksi bahwa pada 2021, lebih dari 90% perusahaan di Asia Pasifik (kecuali Jepang) akan mengandalkan perpaduan antara on-premise/dedicated private cloud, beberapa public cloud, dan platform lama (legacy) untuk menjawab kebutuhan infrastruktur mereka.
Dengan data yang menyebar di seluruh hybrid cloud, sangat penting bagi perusahaan untuk mengamankan dan mengelola data-data itu secara efektif, entah digunakan atau tidak. Perusahaan yang pengamanan dan tata kelola datanya lemah tak hanya rentan menjadi korban cyberattack maupun ancaman dari dalam, tapi juga akan kesulitan mematuhi berbagai regulasi seperti peraturan perlindungan data dan kewajiban Know Your Customer (KYC).
Tren 4: AI dikepung berbagai persoalan etika
Ketika makin banyak perusahaan menggunakan artificial intelligence (AI) untuk menciptakan solusi yang scalable, meningkat pula risiko reputasi, regulasi, dan hukumnya. Sebab sistem AI dilatih untuk belajar dari sekumpulan dataset, perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik harus mengantisipasi masalah etis yang muncul dari makin luasnya pengumpulan, analisis, dan penggunaan data dalam jumlah besar.
Saat ini, wacana seputar etika AI berkisar pada masalah anonimisasi data. Australia, Singapura, dan Korea Selatan sudah memiliki kerangka kerja AI. Adapun market lain, termasuk India dan Indonesia, sedang menyusun berbagai regulasi dan menetapkan standar nasional untuk inovasi AI pada tahun 2021. Selain itu, perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik dapat berperan dengan membangun tata kelola data yang kuat.
“Kami memperkirakan tren yang sama akan terjadi di Indonesia pada 2021, menyusul berbagai kemajuan yang terjadi di negeri ini,” kata Fanly Tanto, Country Manager for Indonesia, Cloudera.
Sebagai contoh, kata dia, 5G akan segera dimulai begitu tahun ini pemerintah selesai mengalokasikan blok frekuensi 5G kepada tiga operator lokal. Hal ini akan menyebabkan terciptanya data dalam jumlah yang sangat besar sebab 5G akan mendorong IoT dan edge computing. Sehingga sangat penting bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk mampu mengelola data mereka dengan efektif dan mematuhi berbagai regulasi perlindungan data.
Cloudera, sebut Tanto, membantu berbagai proyek berbasis data agar dapat memberikan nilai yang strategis bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia yang membutuhkan enterprise data cloud dalam strategi data mereka. Dengan begitu, setiap karyawan mereka akan memiliki akses ke data dan insight yang relevan, sembari mengendalikan pengeluaran, mengurangi risiko, serta menerapkan keamanan dan tata kelola yang konsisten di semua aset data.
"Pada gilirannya, mereka akan berada pada posisi yang lebih baik untuk meningkatkan efisiensi operasional, menemukan sumber pendapatan baru, dan memberikan pengalaman atau layanan pelanggan yang lebih baik kepada masyarakat —bahkan saat mereka harus berhadapan dengan disrupsi,” ucap Fanly Tanto. Baca juga: Titel Piala Super Spanyol Diharapkan Jadi Titik Balik Real Madrid
Cloudera, perusahaan enterprise data cloud, siang tadi mengumumkan empat tren yang akan mendominasi pada tahun 2021. Tren tersebut berpotensi memengaruhi strategi data perusahaan-perusahaan yang ada di Asia Pasifik (APAC).
Tren ini meliputi, terjadinya data storm karena bangkitnya 5G, peningkatan akses ke machine learning, meningkatnya kebutuhan tata kelola data, dan bangkitnya etika kecerdasan buatan (AI).
"Walaupun tahun ini menyiratkan berbagai ketidakpastian, satu hal yang pasti adalah bahwa data akan terus memainkan peranan yang sangat penting pada tahun 2021 dan tahun-tahun mendatang," tutur Daniel Hand, Field CTO for APJ, Cloudera, Kamis (14/1/2021).
Hand mengutarakan, banyak organisasi/perusahaan telah memanfaatkan data untuk memperkuat daya tahan (resillience) bisnis mereka dalam 12 bulan terakhir. Langkah berikutnya adalah menggunakan data untuk meraih agilitas yang dibutuhkan untuk mengatasi disrupsi yang disebabkan bencana yang tak diinginkan, di masa depan.
"Untuk melakukan itu, mereka perlu memastikan bahwa strategi datanya betul-betul dapat mengantisipasi empat tren yang bakal mendominasi tahun ini," tambahnya.
Tren 1: Adanya 5G di Asia Pasifik dan terjadinya data storm
Adanya teknologi 5G akan berdampak pada strategi data perusahaan sebab teknologi ini dapat memberikan konektivitas yang masif bagi Internet of Things (IoT). Satu jaringan 5G dapat menangani sampai 1 juta connected devices di area seluas 1 kilometer persegi.
Oleh sebab itu, perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik yang mengadopsi teknologi IoT harus siap-siap bernavigasi di tengah data storm yang tercipta oleh connected devices itu.
Tren 2: Machine learning bisa diakses oleh setiap orang
Ketika perusahaan-perusahaan bertransformasi digital, mereka akan menghadapi pertumbuhan data yang eksponensial dan meningkatnya kompleksitas teknologi-teknologi baru. Maka, makin banyak perusahaan yang menggunakan machine learning untuk menghadapi tantangan-tantangan tadi.
Hanya, jelas Hand, banyak dari mereka yang mengambil pendekatan machine learning sedikit demi sedikit alih-alih menyeluruh. Alhasil, mereka sulit menjadi betul-betul data-driven. Perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik bisa mengatasi masalah ini dengan mengoperasionalkan machine learning, artinya betul-betul memanfaatkan machine learning tanpa bantuan dari IT dan tim data science.
Untuk melakukan ini, mereka perlu memahami, memercayai, dan mengkomunikasikan model machine learning agar berdampak pada bisnis mereka. Mereka yang sanggup melakukannya –sejauh mereka dapat menjalankan insight yang dihasilkan oleh AI – akan sanggup untuk bertahan dan berkembang pada masa next normal.
Tren 3: Tata kelola data akan mengemuka di jagad hybrid cloud
Hybrid cloud saat ini sudah menjadi pilihan default bagi kebanyakan perusahaan. IDC memprediksi bahwa pada 2021, lebih dari 90% perusahaan di Asia Pasifik (kecuali Jepang) akan mengandalkan perpaduan antara on-premise/dedicated private cloud, beberapa public cloud, dan platform lama (legacy) untuk menjawab kebutuhan infrastruktur mereka.
Dengan data yang menyebar di seluruh hybrid cloud, sangat penting bagi perusahaan untuk mengamankan dan mengelola data-data itu secara efektif, entah digunakan atau tidak. Perusahaan yang pengamanan dan tata kelola datanya lemah tak hanya rentan menjadi korban cyberattack maupun ancaman dari dalam, tapi juga akan kesulitan mematuhi berbagai regulasi seperti peraturan perlindungan data dan kewajiban Know Your Customer (KYC).
Tren 4: AI dikepung berbagai persoalan etika
Ketika makin banyak perusahaan menggunakan artificial intelligence (AI) untuk menciptakan solusi yang scalable, meningkat pula risiko reputasi, regulasi, dan hukumnya. Sebab sistem AI dilatih untuk belajar dari sekumpulan dataset, perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik harus mengantisipasi masalah etis yang muncul dari makin luasnya pengumpulan, analisis, dan penggunaan data dalam jumlah besar.
Saat ini, wacana seputar etika AI berkisar pada masalah anonimisasi data. Australia, Singapura, dan Korea Selatan sudah memiliki kerangka kerja AI. Adapun market lain, termasuk India dan Indonesia, sedang menyusun berbagai regulasi dan menetapkan standar nasional untuk inovasi AI pada tahun 2021. Selain itu, perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik dapat berperan dengan membangun tata kelola data yang kuat.
“Kami memperkirakan tren yang sama akan terjadi di Indonesia pada 2021, menyusul berbagai kemajuan yang terjadi di negeri ini,” kata Fanly Tanto, Country Manager for Indonesia, Cloudera.
Sebagai contoh, kata dia, 5G akan segera dimulai begitu tahun ini pemerintah selesai mengalokasikan blok frekuensi 5G kepada tiga operator lokal. Hal ini akan menyebabkan terciptanya data dalam jumlah yang sangat besar sebab 5G akan mendorong IoT dan edge computing. Sehingga sangat penting bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk mampu mengelola data mereka dengan efektif dan mematuhi berbagai regulasi perlindungan data.
Cloudera, sebut Tanto, membantu berbagai proyek berbasis data agar dapat memberikan nilai yang strategis bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia yang membutuhkan enterprise data cloud dalam strategi data mereka. Dengan begitu, setiap karyawan mereka akan memiliki akses ke data dan insight yang relevan, sembari mengendalikan pengeluaran, mengurangi risiko, serta menerapkan keamanan dan tata kelola yang konsisten di semua aset data.
"Pada gilirannya, mereka akan berada pada posisi yang lebih baik untuk meningkatkan efisiensi operasional, menemukan sumber pendapatan baru, dan memberikan pengalaman atau layanan pelanggan yang lebih baik kepada masyarakat —bahkan saat mereka harus berhadapan dengan disrupsi,” ucap Fanly Tanto. Baca juga: Titel Piala Super Spanyol Diharapkan Jadi Titik Balik Real Madrid
(iqb)