Ternyata Pasar Ponsel Pintar di Indonesia Kebal Pandemi
Selasa, 15 September 2020 - 11:15 WIB
Catatan lain dari GfK adalah beralihnya minat konsumen untuk memilih ponsel 5G, khususnya di negara-negara yang sudah menyediakan jaringan tersebut, seperti China dan Korea. Menurut GfK, volume ponsel 5G mengalami penetrasi setiap bulannya, bahkan sudah mencapai 51% dan 40% di China dan Korea Selatan pada Juli.
Pasar lain di Asia Pasifik yang mencatat penyerapan ponsel 5G kokoh adalah Hong Kong. Satu dari setiap empat (29%) smartphone yang terjual pada Juli telah mendukung 5G.
Catatan penting GfK lainnya adalah perubahan pengeluaran konsumen untuk smartphone. Selama tujuh bulan terakhir, ada peningkatan popularitas model dari segmen entry dan low hingga mid-range yang menawarkan fitur bernilai lebih dengan harga terjangkau.
Di negara-negara berkembang di Asia Pasifik, ponsel entry level dengan banderol USD100–USD200 tetap menjadi penyumbang pasar terbesar (mencapai 56%). Adapun di negara maju, minat konsumen terbesar yang sebelumnya ada di kelas flagship (di atas USD800) kini turun menjadi USD400–USD600.
Alexander Dehmel memprediksi, pasar smartphone di Asia Pasifik perlahan akan mulai pulih dan terus meningkat pada akhir hingga awal 2021. ”Tapi dengan asumsi situasi Covid-19 membaik dan tetap terkendali di pasar lokal,” katanya. (Baca juga: Perdamaian Israel-Bahrain Tak Bantu Palestina)
Jika itu terjadi, seharusnya pasar ponsel pintar sudah bisa tumbuh lagi pada paruh kedua 2021. Didorong perangkat 5G yang diluncurkan lebih masif dengan harga yang juga lebih terjangkau.
Pasar Indonesia
Bagaimana dengan Indonesia? Ternyata pasar smartphone di Indonesia termasuk kebal dengan Covid-19. Secara keseluruhan, selama tujuh bulan terakhir penurunan pasar smartphone hanya 4%. Angka itu terbilang sangat rendah dibandingkan banyak negara tetangga. Mengapa?
Pengamat teknologi Lucky Sebastian mengatakan, penurunan penjualan pasar secara offline sangat wajar. Sebab, saat awal Covid-19 diumumkan dan PSBB diberlakukan di banyak wilayah, banyak pula outlet penjual ponsel offline yang tutup, misalnya di mal atau toko ritel independen. ”Padahal pasar offline tetap menyumbang penjualan signifikan di Indonesia,” ungkapnya.
Untungnya, Lucky menyebut bahwa penjualan smartphone secara online sudah terbilang mapan. Sudah semakin banyak konsumen yang terbiasa membeli ponsel secara daring. ”Jadi sangat membantu mengatasi hal tersebut,” katanya. (Baca juga: Kenali Gejala Kanker Payudara Sejak Dini)
Pasar lain di Asia Pasifik yang mencatat penyerapan ponsel 5G kokoh adalah Hong Kong. Satu dari setiap empat (29%) smartphone yang terjual pada Juli telah mendukung 5G.
Catatan penting GfK lainnya adalah perubahan pengeluaran konsumen untuk smartphone. Selama tujuh bulan terakhir, ada peningkatan popularitas model dari segmen entry dan low hingga mid-range yang menawarkan fitur bernilai lebih dengan harga terjangkau.
Di negara-negara berkembang di Asia Pasifik, ponsel entry level dengan banderol USD100–USD200 tetap menjadi penyumbang pasar terbesar (mencapai 56%). Adapun di negara maju, minat konsumen terbesar yang sebelumnya ada di kelas flagship (di atas USD800) kini turun menjadi USD400–USD600.
Alexander Dehmel memprediksi, pasar smartphone di Asia Pasifik perlahan akan mulai pulih dan terus meningkat pada akhir hingga awal 2021. ”Tapi dengan asumsi situasi Covid-19 membaik dan tetap terkendali di pasar lokal,” katanya. (Baca juga: Perdamaian Israel-Bahrain Tak Bantu Palestina)
Jika itu terjadi, seharusnya pasar ponsel pintar sudah bisa tumbuh lagi pada paruh kedua 2021. Didorong perangkat 5G yang diluncurkan lebih masif dengan harga yang juga lebih terjangkau.
Pasar Indonesia
Bagaimana dengan Indonesia? Ternyata pasar smartphone di Indonesia termasuk kebal dengan Covid-19. Secara keseluruhan, selama tujuh bulan terakhir penurunan pasar smartphone hanya 4%. Angka itu terbilang sangat rendah dibandingkan banyak negara tetangga. Mengapa?
Pengamat teknologi Lucky Sebastian mengatakan, penurunan penjualan pasar secara offline sangat wajar. Sebab, saat awal Covid-19 diumumkan dan PSBB diberlakukan di banyak wilayah, banyak pula outlet penjual ponsel offline yang tutup, misalnya di mal atau toko ritel independen. ”Padahal pasar offline tetap menyumbang penjualan signifikan di Indonesia,” ungkapnya.
Untungnya, Lucky menyebut bahwa penjualan smartphone secara online sudah terbilang mapan. Sudah semakin banyak konsumen yang terbiasa membeli ponsel secara daring. ”Jadi sangat membantu mengatasi hal tersebut,” katanya. (Baca juga: Kenali Gejala Kanker Payudara Sejak Dini)
tulis komentar anda