Twitter Tertarik Beli TikTok
Senin, 10 Agustus 2020 - 06:45 WIB
WASHINGTON - Twitter kini sedang mendekati ByteDance, pemilik aplikasi TikTok asal China, untuk menyatakan ketertarikannya mengakuisisi aplikasi berbagai video pendek tersebut. Namun, sejumlah pakar menyatakan keraguan terhadap kemampuan Twitter mampu menyukseskan kesepakatan tersebut.
Belum jelas juga apakah Twitter akan mampu melampaui Microsoft Corp dan menyelesaikan kesepakatan dalam waktu 45 hari seperti tenggat yang diberikan Presiden Donald Trump untuk memaksa ByteDance menyepakati penjualan. Namun, saat Twitter dan TikTok masih dalam tahap awal pembicaraan, Microsoft masih menjadi perusahaan AS di garda depan yang siap mengakuisisi TikTok.
Twitter yang memiliki kapitalisasi pasar mendekati USD30 miliar harus menambah modal tambahan untuk menyukseskan kesepakatan akuisisi TikTok. “Twitter memiliki waktu yang sempit untuk bisa membiayai akuisisi tersebut. Mereka tidak memiliki waktu untuk meminjam dana,” kata Erik Gordon, profesor dari Universitas Michigan.
Sumber lain menyebutkan bahwa pemilik saham Twitter, perusahaan ekuitas swasta Silver Lake, tertarik membantu pendanaan agar proses akuisisi berjalan lancar. Akan tetapi, nama Twitter sepertinya akan menghadapi perlawanan dari China dibandingkan Microsoft. Pasalnya, Twitter merupakan perusahaan yang tidak aktif di China, berbeda dengan Microsoft. (Baca: Twitter Desak Pengguna Ponsel Android Perbarui Aplikasi)
Pada awal pekan ini, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan pelarangan transaksi perusahaan AS dengan pemilik WeChat dan TikTok . Hal itu sebagai upaya China untuk meningkatkan eskalasi ketegangan dua negara. Namun, Trump mendukung upaya Microsoft untuk membeli TikTok jika AS mendapatkan diskon khusus. Microsoft juga menyatakan bahwa kesimpulan negosiasi dengan TikTok akan tercapai pertengahan September mendatang.
Aplikasi TikTok memang menarik perhatian global. Sejak didirikan pada 2016, itu telah menarik ratusan juta penonton yang bersemangat, kreatif, dan muda. Asal-usul TikTok berbeda dengan kisah start-up yang sering kita dengar sebelumnya. Perusahaan itu bukan kerajaan yang dibangun oleh beberapa orang dengan ide bagus di garasi rumah mereka.
Aplikasi itu sebenarnya bermula dari tiga aplikasi berbeda. Yang pertama adalah aplikasi AS bernama Musical.ly, yang diluncurkan pada 2014 dan memiliki sejumlah pengikut yang jumlahnya “sehat” di negara itu. Pada 2016, raksasa teknologi China ByteDance meluncurkan layanan serupa di China yang disebut Douyin.
Aplikasi itu menarik 100 juta pengguna di China dan Thailand dalam kurun waktu setahun. ByteDance melihat prospek yang cerah dan ingin memperluas bisnis dengan merek yang berbeda, jadilah TikTok. Lalu pada 2018, perusahaan itu membeli Musical.ly dan memulai ekspansi global TikTok.
TikTok memiliki kelebihan pada penggunaan musik dan algoritma yang luar biasa kuat, yang mempelajari apa yang disukai pengguna jauh lebih cepat daripada banyak aplikasi lain. Pengguna dapat memilih dari basis data lagu yang besar, filter, dan klip film untuk melakukan lipsync.
Belum jelas juga apakah Twitter akan mampu melampaui Microsoft Corp dan menyelesaikan kesepakatan dalam waktu 45 hari seperti tenggat yang diberikan Presiden Donald Trump untuk memaksa ByteDance menyepakati penjualan. Namun, saat Twitter dan TikTok masih dalam tahap awal pembicaraan, Microsoft masih menjadi perusahaan AS di garda depan yang siap mengakuisisi TikTok.
Twitter yang memiliki kapitalisasi pasar mendekati USD30 miliar harus menambah modal tambahan untuk menyukseskan kesepakatan akuisisi TikTok. “Twitter memiliki waktu yang sempit untuk bisa membiayai akuisisi tersebut. Mereka tidak memiliki waktu untuk meminjam dana,” kata Erik Gordon, profesor dari Universitas Michigan.
Sumber lain menyebutkan bahwa pemilik saham Twitter, perusahaan ekuitas swasta Silver Lake, tertarik membantu pendanaan agar proses akuisisi berjalan lancar. Akan tetapi, nama Twitter sepertinya akan menghadapi perlawanan dari China dibandingkan Microsoft. Pasalnya, Twitter merupakan perusahaan yang tidak aktif di China, berbeda dengan Microsoft. (Baca: Twitter Desak Pengguna Ponsel Android Perbarui Aplikasi)
Pada awal pekan ini, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan pelarangan transaksi perusahaan AS dengan pemilik WeChat dan TikTok . Hal itu sebagai upaya China untuk meningkatkan eskalasi ketegangan dua negara. Namun, Trump mendukung upaya Microsoft untuk membeli TikTok jika AS mendapatkan diskon khusus. Microsoft juga menyatakan bahwa kesimpulan negosiasi dengan TikTok akan tercapai pertengahan September mendatang.
Aplikasi TikTok memang menarik perhatian global. Sejak didirikan pada 2016, itu telah menarik ratusan juta penonton yang bersemangat, kreatif, dan muda. Asal-usul TikTok berbeda dengan kisah start-up yang sering kita dengar sebelumnya. Perusahaan itu bukan kerajaan yang dibangun oleh beberapa orang dengan ide bagus di garasi rumah mereka.
Aplikasi itu sebenarnya bermula dari tiga aplikasi berbeda. Yang pertama adalah aplikasi AS bernama Musical.ly, yang diluncurkan pada 2014 dan memiliki sejumlah pengikut yang jumlahnya “sehat” di negara itu. Pada 2016, raksasa teknologi China ByteDance meluncurkan layanan serupa di China yang disebut Douyin.
Aplikasi itu menarik 100 juta pengguna di China dan Thailand dalam kurun waktu setahun. ByteDance melihat prospek yang cerah dan ingin memperluas bisnis dengan merek yang berbeda, jadilah TikTok. Lalu pada 2018, perusahaan itu membeli Musical.ly dan memulai ekspansi global TikTok.
TikTok memiliki kelebihan pada penggunaan musik dan algoritma yang luar biasa kuat, yang mempelajari apa yang disukai pengguna jauh lebih cepat daripada banyak aplikasi lain. Pengguna dapat memilih dari basis data lagu yang besar, filter, dan klip film untuk melakukan lipsync.
Lihat Juga :
tulis komentar anda