UGM Kembangkan Alat Radiografi Digital untuk Bantu Penanganan Covid-19
Sabtu, 08 Agustus 2020 - 10:04 WIB
JAKARTA - Universitas Gadjah Mada (UGM) telah menciptakan teknologi radiografi digital untuk membantu penanganan pasien Covid-19. Radiografi digital dapat mempercepat pengambilan gambar paru-paru dan analisis yang dilakukan oleh dokter sebagai salah satu prosedur manajemen pasien.
Sejak pandemi Covid-19 muncul, seluruh dunia mulai berlomba untuk mengembangkan berbagai teknologi pendeteksi dan pencegah hingga vaksin yang dapat mengobati pasien positif Covid-19. Berbagai metode dan cara dilakukan oleh para peneliti infrastruktur kesehatan.
Sejauh ini, ada dua alat yang sering digunakan untuk mendeteksi Covid-19, yaitu rapid test dan uji Polymerase Chain Reaction (PCR) atau yang dikenal dengan swab test. Kedua alat ini pun mempunyai tingkat akurasi yang berbeda, di mana rapid test memiliki tingkat akurasi sebesar 30% dan PCR 75%.
Dosen UGM Drs Gede Bayu Suparta, MS, PhD mengatakan bahwa alat uji Covid-19 hanya sebatas pengujian untuk mendeteksi adanya keberadaan virus tersebut. Alat itu tidak dapat memonitor perkembangan kondisi paru-paru pasien positif Covid-19, apakah lebih baik atau makin parah. (Baca: UGM Ajak Seluruh Elemen Masyarakat Bersatu Lawan Covid-19)
Melihat kondisi ini, Bayu mengenalkan alat radiografi digital yang telah dikembangkannya bersama tim. Alat ini diberi nama Madeena atau Made in Ina (Indonesia) dan diklaim lebih ramah dengan protokol kesehatan karena tidak menggunakan hard film radiografi.
Ia mengatakan bahwa radiografi sudah ada di beberapa rumah sakit di Indonesia. Namun, sebagian besar dapat dikatakan tidak ramah dengan protokol kesehatan karena menggunakan film yang menyebabkan pasien harus berinteraksi dengan radiographer dan dokter.
“Radio digital menjadi penting dalam konteks memonitor, bukan mendiagnosis, memonitor kondisi pasien Covid-19,” katanya.
Bayu menuturkan, meski teknologi radiografi dapat mendeteksi tingkat akurasi Covid-19, tidak semua rumah sakit memilikinya. Dari 3.000-an rumah sakit di Indonesia, hanya rumah sakit tipe A yang mendapat bantuan alat radiografi dari pemerintah.
Jumlah alat radiografi digital yang masih sangat sedikit menjadi motivasi Bayu untuk melakukan riset ini. Hasil karyanya sudah diluncurkan sejak 15 tahun silam sebagai salah satu produk unggulan UGM dan risetnya telah dilakukan sejak 30 tahun silam. (Baca juga: Rusia Diduga Kerahkan Sistem Rudal S-400 ke Libya)
Sejak pandemi Covid-19 muncul, seluruh dunia mulai berlomba untuk mengembangkan berbagai teknologi pendeteksi dan pencegah hingga vaksin yang dapat mengobati pasien positif Covid-19. Berbagai metode dan cara dilakukan oleh para peneliti infrastruktur kesehatan.
Sejauh ini, ada dua alat yang sering digunakan untuk mendeteksi Covid-19, yaitu rapid test dan uji Polymerase Chain Reaction (PCR) atau yang dikenal dengan swab test. Kedua alat ini pun mempunyai tingkat akurasi yang berbeda, di mana rapid test memiliki tingkat akurasi sebesar 30% dan PCR 75%.
Dosen UGM Drs Gede Bayu Suparta, MS, PhD mengatakan bahwa alat uji Covid-19 hanya sebatas pengujian untuk mendeteksi adanya keberadaan virus tersebut. Alat itu tidak dapat memonitor perkembangan kondisi paru-paru pasien positif Covid-19, apakah lebih baik atau makin parah. (Baca: UGM Ajak Seluruh Elemen Masyarakat Bersatu Lawan Covid-19)
Melihat kondisi ini, Bayu mengenalkan alat radiografi digital yang telah dikembangkannya bersama tim. Alat ini diberi nama Madeena atau Made in Ina (Indonesia) dan diklaim lebih ramah dengan protokol kesehatan karena tidak menggunakan hard film radiografi.
Ia mengatakan bahwa radiografi sudah ada di beberapa rumah sakit di Indonesia. Namun, sebagian besar dapat dikatakan tidak ramah dengan protokol kesehatan karena menggunakan film yang menyebabkan pasien harus berinteraksi dengan radiographer dan dokter.
“Radio digital menjadi penting dalam konteks memonitor, bukan mendiagnosis, memonitor kondisi pasien Covid-19,” katanya.
Bayu menuturkan, meski teknologi radiografi dapat mendeteksi tingkat akurasi Covid-19, tidak semua rumah sakit memilikinya. Dari 3.000-an rumah sakit di Indonesia, hanya rumah sakit tipe A yang mendapat bantuan alat radiografi dari pemerintah.
Jumlah alat radiografi digital yang masih sangat sedikit menjadi motivasi Bayu untuk melakukan riset ini. Hasil karyanya sudah diluncurkan sejak 15 tahun silam sebagai salah satu produk unggulan UGM dan risetnya telah dilakukan sejak 30 tahun silam. (Baca juga: Rusia Diduga Kerahkan Sistem Rudal S-400 ke Libya)
tulis komentar anda