DPR Munculkan Opsi Blokir Facebook

Rabu, 18 April 2018 - 08:00 WIB
DPR Munculkan Opsi Blokir Facebook
DPR Munculkan Opsi Blokir Facebook
A A A
JAKARTA - Sejumlah anggota Komisi I DPR tidak puas atas penjelasan pimpinan Facebook Indonesia dan Facebook Asia Pasifik terkait skandal penyalahgunaan data akun pengguna media sosial terbesar tersebut. Opsi pemblokiran Facebook di Indonesia kembali mengemuka.

Wakil Ketua Komisi I DPR Ahmad Hanafi Rais menyatakan, jawaban pihak Facebook dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan komisinya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/4/2018), masih normatif. "Permintaan maaf saja tidak cukup. Banyak anggota Komisi I yang tidak puas. Saya pribadi pun menilai mereka terlalu defensif. Belum menjawab keresahan masyarakat pengguna Facebook di negara ini," ungkap Hanafi.

Dia menjelaskan, Facebook memang berkomitmen akan memberi audit investigatif seutuhnya terkait penyalahgunaan data lebih dari satu juta akun pengguna mereka di Indonesia. Facebook juga telah mencatat saran agar merevisi platform policy mereka untuk pihak ketiga dengan sanksi yang jauh lebih tegas. Namun Hanafi memandang kedua poin tersebut belum konkret.

"DPR akan memantau ketat apakah kedua komitmen ini benar-benar direalisasikan atau tidak karena bagaimana pun penyalahgunaan data adalah pelanggaran hukum," terangnya. Kalau tidak juga dilaksanakan, kata dia, pemerintah harus tegas.

Menurut Hanafi, hasil RDPU kemarin dan beberapa masukan dari para anggota komisinya akan segera dibahas dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Termasuk usulan opsi bentuk sanksi terhadap Facebook. Pertemuan dengan Kementerian Kominfo, lanjut politisi PAN ini, harus digelar secepatnya lantaran pembahasan skandal data pengguna Facebook sudah bersifat mendesak.

"Sebagian kalangan masyarakat dan teman-teman di Parlemen menuntut pemblokiran total. Namun apa pun sanksinya, suspend atau blokir atau yang lain, eksekutornya nanti adalah pemerintah," katanya. Dia berharap pertemuan Komisi I DPR-Kementerian Kominfo bisa digelar sebelum masa sidang kali ini berakhir pada 28 April mendatang.

Dalam RDPU yang berlangsung lebih dari empat jam kemarin, Facebook diwakili oleh Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia Ruben Hatari dan Vice President of Public Policy Facebook Asia Pacific Simon Milner. Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Gerindra Elnino Husein Mohi dalam RDPU kemarin meminta jaminan dari Facebook agar skandal penyalahgunaan data pengguna tidak terulang. Dia khawatir data pengguna disalahgunakan lagi kemudian masyarakat menjadi target empuk penggiringan opini yang bisa berujung konflik horisontal di kemudian hari.

"Berdasarkan data intelijen, ada potensi yang bisa menimbulkan perpecahan di negeri ini. Antisipasinya, apakah setuju Facebook ditutup di negara ini?" tanya Elnino.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS Sukamta menyesalkan sikap perwakilan Facebook yang seolah-olah tidak bersalah dalam skandal penyalahgunaan data pengguna. "Di mana tanggung jawab Facebook yang digunakan miliaran orang di seluruh dunia?" gugatnya.

Anggota Komisi I dari Fraksi PDIP Evita Nursanty juga menyesalkan sikap Facebook yang seperti mencari kambing hitam atas kelemahan perlindungan data mereka.

Vice President Kebijakan Publik Facebook Asia Pasifik Simon Milner mengungkapkan, aplikasi pihak ketiga yang digunakan untuk menyalahgunakan data pengguna Facebook dibuat oleh Aleksander Kogan. Kogan merancang aplikasinya agar pengguna dapat mengakses menggunakan fitur Facebook Login yang tersedia secara umum. "Data pribadi pengguna yang terekam kemudian disalahgunakan oleh Cambridge Analytica padahal Facebook tidak memberikan izin pemindahan data," terangnya.

Milner juga berkilah, Komisi Informasi Inggris (ICO) meminta Facebook menunda melakukan langkah-langkah audit dan pencarian fakta tertentu sambil menunggu penyelidikan selesai," ujarnya.

Milner mengungkapkan, ada 748 orang di Indonesia telah memasang aplikasi pihak ketiga lewat Facebook. Sebanyak 1.096.666 orang di antaranya atau 1% terkena dampak skandal penyalahgunaan data. "Untungnya, kami telah melakukan perubahan besar atas platform kami pada 2014 lalu yang akan mencegah kasus seperti Cambridge Analytica terjadi lagi," tutupnya.

Pengamat komunikasi politik Gun Gun Heryanto mengatakan, para pemangku kepentingan perlu gencar menggelar agenda literasi pemilih pemula yang berbasis komunitas dan berjejaring. Antara lain membandingkan suatu informasi dari berbagai sumber berbeda kemudian mengkritisinya. Bagaimana masyarakat sebagai warganet mengantisipasi agar mereka tidak menjadi korban penyalahgunaan data privasi?

"Kita tentu perlu sangat hati-hati dalam berinteraksi dan berkomunikasi di media sosial yang berpola asimetris. Jangan mudah terbawa arus tanpa pijakan informasi memadai," papar Gun Gun.

Pengamat hukum informasi dan transaksi elektronik (ITE) Riobert Sidauruk mengatakan, sudah saatnya warganet ktiris terhadap informasi dan tidak langsung mengambil sebuah kabar sebagai rujukan dan dasar sikap. "Literasi dimulai dari diri kita sendiri dan saling peduli dengan orang lain. Keliru meyakini sebuah informasi, kita bisa sesat dan bisa saja terancam konsekuensi hukum," kata ketua Gerakan Supremasi Hukum Indonesia ini.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4580 seconds (0.1#10.140)