Webinar Sebut Masih Ada Kesenjangan antara Lulusan Vokasi dan Industri

Kamis, 17 Desember 2020 - 10:15 WIB
loading...
Webinar Sebut Masih Ada Kesenjangan antara Lulusan Vokasi dan Industri
Webinar Vokatalks Episode 2: Kurikulum Vokasi yang Menyejahterakan menyebut masih adanya gap antara lulusan vokasi dan kebutuhan industri. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Industri , dunia usaha, dan dunia kerja (IDUKA) membutuhkan tenaga siap pakai. Karena itu, diperlukan jebolan vokasi dengan kompetensi IDUKA. Hal itu terungkap dalam webinar “Vokatalks Episode 2: Kurikulum Vokasi yang Menyejahterakan”. (Baca juga: Maksimalkan Keterserapan Lulusan Vokasi, Kemendikbud Luncurkan 2 Program Ini )

Untuk itu, Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Dit Mitras DUDI), Ditjen Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menginisiasi program Asesmen Keselarasan Kurikulum Pendidikan Tinggi Vokasi dengan IDUKA. Program ini bertujuan menganalisis kesenjangan kompetensi yang dimiliki mahasiswa atau lulusan vokasi dengan kompetensi yang dibutuhkan IDUKA .

Pada tahun pertama pelaksanaan program, terdapat lima bidang prioritas yang menjadi sasaran asesmen. Meliputi permesinan, konstruksi, ekonomi kreatif, hospitality, dan care service. Program ini kemudian diampu 10 Perguruan Tinggi Vokasi (PTV) dengan melibatkan mitra industri dan alumni.

Program Asesmen Keselarasan Kurikulum dilaksanakan dengan metode survei yang terarah dan terstruktur. Yakni, membandingkan antara kompetensi lulusan Pendidikan Tinggi Vokasi dengan kompetensi yang dibutuhkan IDUKA. Selain mengidentifikasi dan menganalisis gap, program ini juga menyasar penguatan kemitraan dengan IDUKA sehingga diharapkan produktivitasnya meningkat.

Asesmen kurikulum kemudian dibahas dalam webinar “Vokatalks Episode 2: Kurikulum Vokasi yang Menyejahterakan”. Webinar ini menghadirkan Direktur Mitras DUDI Ahmad Saufi; pakar soft skill Dwi Sulistyorini Amidjono, pakar kurikulum vokasi Sandra Aulia; Pelaksana Program Asesmen Keselarasan Kurikulum dengan IDUKA Nunung Martina; dan Guru Besar Bidang Sustainability dan Supply Chain Management Coventry University, Inggris Prof Benny Tjahjono.

Membuka diskusi, Saufi menjelaskan, kurikulum merupakan perwujudan dan strategi program studi dalam mencapai tujuan pendidikannya. Kurikulum merupakan faktor penting yang menentukan keselarasan lulusan vokasi dengan kebutuhan kompetensi IDUKA. Saufi menyebut, selama ini kurikulum di PTV telah dibangun dengan proses panjang. Namun, di sisi lain, IDUKA mengalami kemajuan yang sangat pesat, dari mulai teknologi, infrastruktur, bisnis digital, hingga keterbukaan pasar. Maka dari itu, pendidikan vokasi membutuhkan kurikulum yang up to date dengan industri.

“Hasil dari asesmen kurikulum berupa profil kesenjangan kompetensi, yang selanjutnya digunakan untuk melakukan tinjau ulang kurikulum dan sarana-prasarana. Langkah asesmen ini penting dilakukan agar efektivitas dan efisiensi pendidikan vokasi meningkat. Masing-masing program studi mendapatkan masukan untuk penyempurnaan kurikulum, sedangkan kami memiliki rujukan sebagai bahan penyusunan kebijakan untuk program-program penyelarasan berikutnya,” paparnya.

Saufi menyebut, dalam penyusunan kurikulum, PTV wajib untuk melibatkan industri sehingga terwujud link and match. Ia kemudian mencontohkan pola pendidikan di Eropa yang mampu menjadikan vokasi sebagai primadona bagi masyarakat lantaran dapat menjamin lulusannya untuk siap kerja di industri. Sementara di Indonesia pendidikan vokasi masih dianggap sebagai pendidikan kelas dua, belum lagi masih rendahnya kepercayaan masyarakat dan DUDI terhadap output lulusan vokasi.

Hal sama dikatakan Prof Benny Tjahjono. Dijelaskannya, pendidikan vokasi di setiap negara memiliki ciri khas masing-masing. Pola pendidikan vokasi di Inggris belum tentu cocok diterapkan di Tanah Air. Sebab mutu pendidikan vokasi di Indonesia belum sepenuhnya merata, sehingga harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing wilayah.

“Skill vokasi terdiri atas hard skill yang merupakan kemampuan teknis, dan soft skill yang merupakan keterampilan seperti berkomunikasi, berpikir kritis, dan problem solving. Namun, kemampuan lain yang menurut saya penting dimiliki oleh lulusan vokasi adalah entrepreneur skill. Dengan kemampuan ini, lulusan vokasi dapat menciptakan atau membuka lapangan kerja sendiri,” tutur Benny.

Keahlian dari lulusan vokasi sendiri perlu dianggap sebagai skill yang spesifik. Kemudian, didukung dengan kemampuan soft skill yang disesuaikan dengan bidang pekerjaannya. Pentingnya soft skill ini disampaikan Dwi Sulistyorini Amidjono, yang pada 2017 melaksanakan Labor Market Assessment di sejumlah kabupaten di Jawa Barat.

"Berdasarkan hasil tersebut, terjadi gap persepsi antara pencari kerja dengan pemberi kerja. Padahal, soft skill kini menjadi salah satu kemampuan yang sangat dipertimbangkan industri dalam menerima calon pegawai," katanya. (Baca juga: Kisah Intrik Antar Eksekutif di Balik Gurihnya Penjualan Porsche Cayenne )
(iqb)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2457 seconds (0.1#10.140)