Starlink (Internet Satelit SpaceX) dan Starling (Starbucks Keliling) Punya Kesamaan: Sama-Sama Ada di Mana-Mana!
loading...
A
A
A
AMERIKA - Akhirnya akses internet bisa ada di mana-mana, semudah kita menemukan penjual starling (Starbucks keliling). Ini karena SpaceX resmi membuka layanan internet satelit Starlink untuk umum dengan biaya USD499 (Rp7 juta) untuk perlengkapan akses, dan USD99 (Rp1,4 juta) untuk layanan bulanan.
Untuk sementara, layanan Starlink hanya dibuka untuk pengguna terbatas. Tepatnya, pengguna yang sudah mendaftar di situs resmi Starlink.
Sejak pekan lalu mereka mulai mendapatkan email dari SpaceX untuk bergabung dalam pengujian Beta. Namanya unik, “Better Than Nothing Beta”.
Menurut Ars Technica, untuk berpartisipasi pengguna harus terlebih dulu membeli ground equipment atau alat penunjang darat seharga Rp7 juta dan kemudian membayar layanan bulanan Rp1,4 juta atau Rp50 ribu per hari.
Sekitar 60 satelit pemancar internet Starlink sudah diluncurkan sejak Mei 2019. Selanjutnya, akan terus menerus di tambah.
Total, saat ini hampir ada 900 satelit Starlink yang ada di orbit. SpaceX memang memiliki tujuan besar untuk menciptakan konstelasi raksasa yang terdiri dari ribuan satelit-satelit broadband (pitalebar) kecil yang memancarkan internet. Sampai akhirnya internet di seluruh dunia bisa di kover oleh SpaceX.
Mengapa harus internet satelit? Karena bisa menjangkau area pedesaan, pedalaman, hingga berbatasan, yang sangat sulit terjangkau operator telekomunikasi.
Internet satelit adalah satu-satunya harapan masyarakat di kawasan terluar untuk mendapat akses internet. Bayangkan ilmuwan yang sedang melakukan riset di kutub utara atau daerah terpencil lainnya.
Berapa kecepatan internet satelit? Menurut SpaceX, bisa sangat bervariasi. Tapi, jauh melebihi rata-rata kecepatan internet rumah yang ada di Indonesia. Yakni, 50 Mbps hingga 150 Mbps. Latensinya juga sangat rendah, hanya 20 milidetik hingga 40 milidetik.
SpaceX sendiri berencana untuk terus meluncurkan satelit ke luar angkasa, juga menambah Stasiun Bumi (terminal telekomunikasi di bumi untuk menerima sinyal). Sehingga lantesi, kecepatan, serta uptime internet juga akan terus ditingkatkan.
Pada 2021, SpaceX berharap jumlah latensi yang dibutuhkan sinyal untuk berjalan dari satelit ke pengguna akan menurut jadi 16 milidetik hingga 19 milidetik.
SpaceX juga merilis aplikasi Starlink untuk pengguna Apple dan Android yang dipakai untuk pengguna layanan beta mengatur layanan Starlink.
Layanan alat penunjang darat Starlink sendiri meliputi terminal pengguna array beserta tripodnya, parabola kecil, serta router Wi-Fi.
Saat ini layanan internet SpaceX hanya ada di Amerika dan Kanada. Tapi, mereka tidak memberikan angka pasti berapa jumlah pengguna yang mendapat kesempatan mencoba layanan internet beta mereka.
Yang jelas, nantinya internet Starlink SpaceX akan sama seperti penjual Starbucks keliling, ada dimana-mana! dan harga berlangganan per harinya sama dengan secangkir kopi Starbucks di Indonesia.
Untuk sementara, layanan Starlink hanya dibuka untuk pengguna terbatas. Tepatnya, pengguna yang sudah mendaftar di situs resmi Starlink.
Sejak pekan lalu mereka mulai mendapatkan email dari SpaceX untuk bergabung dalam pengujian Beta. Namanya unik, “Better Than Nothing Beta”.
Menurut Ars Technica, untuk berpartisipasi pengguna harus terlebih dulu membeli ground equipment atau alat penunjang darat seharga Rp7 juta dan kemudian membayar layanan bulanan Rp1,4 juta atau Rp50 ribu per hari.
Sekitar 60 satelit pemancar internet Starlink sudah diluncurkan sejak Mei 2019. Selanjutnya, akan terus menerus di tambah.
Total, saat ini hampir ada 900 satelit Starlink yang ada di orbit. SpaceX memang memiliki tujuan besar untuk menciptakan konstelasi raksasa yang terdiri dari ribuan satelit-satelit broadband (pitalebar) kecil yang memancarkan internet. Sampai akhirnya internet di seluruh dunia bisa di kover oleh SpaceX.
Mengapa harus internet satelit? Karena bisa menjangkau area pedesaan, pedalaman, hingga berbatasan, yang sangat sulit terjangkau operator telekomunikasi.
Internet satelit adalah satu-satunya harapan masyarakat di kawasan terluar untuk mendapat akses internet. Bayangkan ilmuwan yang sedang melakukan riset di kutub utara atau daerah terpencil lainnya.
Berapa kecepatan internet satelit? Menurut SpaceX, bisa sangat bervariasi. Tapi, jauh melebihi rata-rata kecepatan internet rumah yang ada di Indonesia. Yakni, 50 Mbps hingga 150 Mbps. Latensinya juga sangat rendah, hanya 20 milidetik hingga 40 milidetik.
SpaceX sendiri berencana untuk terus meluncurkan satelit ke luar angkasa, juga menambah Stasiun Bumi (terminal telekomunikasi di bumi untuk menerima sinyal). Sehingga lantesi, kecepatan, serta uptime internet juga akan terus ditingkatkan.
Pada 2021, SpaceX berharap jumlah latensi yang dibutuhkan sinyal untuk berjalan dari satelit ke pengguna akan menurut jadi 16 milidetik hingga 19 milidetik.
SpaceX juga merilis aplikasi Starlink untuk pengguna Apple dan Android yang dipakai untuk pengguna layanan beta mengatur layanan Starlink.
Layanan alat penunjang darat Starlink sendiri meliputi terminal pengguna array beserta tripodnya, parabola kecil, serta router Wi-Fi.
Saat ini layanan internet SpaceX hanya ada di Amerika dan Kanada. Tapi, mereka tidak memberikan angka pasti berapa jumlah pengguna yang mendapat kesempatan mencoba layanan internet beta mereka.
Yang jelas, nantinya internet Starlink SpaceX akan sama seperti penjual Starbucks keliling, ada dimana-mana! dan harga berlangganan per harinya sama dengan secangkir kopi Starbucks di Indonesia.
(dan)