Solusi Hybrid Cloud Dukung Operasional Konsisten di Lingkungan Multi-Cloud

Minggu, 04 Oktober 2020 - 21:37 WIB
loading...
Solusi Hybrid Cloud...
Penggunaan multi-cloud -baik public, private, maupun di edge - memungkinkan perusahaan-perusahaan menempatkan infrastruktur TI mereka di tempat yang paling membutuhkan. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Nutanix mengumumkan temuan terbarunya dalam sebuah laporan yang menganalisa tantangan dan peluang utama terkait penerapan hybrid cloud . Ketika sebagian besar perusahaan menilai hybrid cloud adalah model TI yang ideal, laporan ini menunjukkan banyak perusahaan masih kesulitan untuk menggunakannya. (Baca juga: Obat Remdesivir Sudah Diberikan pada Pasien COVID-19 di RS Persahabatan )

Sebanyak 70% perusahaan meyakini transformasi mereka membutuhkan waktu lebih lama dari yang diperkirakan. Namun, tujuannya jelas, yakni hampir semua responden (95%) merasa perusahaan mereka akan memperoleh keuntungan dari implementasi hybrid cloud yang menyediakan konstruksi dan operasional TI yang konsisten di lingkungan multi-cloud.

"Sehingga menghilangkan banyak tantangan yang mereka hadapi saat ini mulai dari operasional yang terkotak-kotak hingga kurangnya staf," kata Neville Vincent, Wakil Presiden, South Asia Pacific, Nutanix.

Di saat perusahaan-perusahaan di manapun berjuang untuk menghadapi realitas baru, satu hal menjadi lebih jelas bahwa fleksibilitas sangat penting bagi kesuksesan bisnis.

"Baik kebutuhan perusahaan untuk memanfaatkan public cloud untuk menjalankan remote desktop secara cepat, mengonsolidasikan situs pemulihan bencana, memindahkan beban kerja ke private cloud karena kekhawatiran mengenai kapasitas public cloud, maupun meraih keuntungan dari lonjakan kapasitas on-demand. Situasi global saat ini menekankan pentingnya infrastruktur TI yang bisa beradaptasi dengan berbagai perusahaan," paparnya.

Hanya Vincent mengingatkan, fleksibilitas tak lagi berarti menggunakan public dan private cloud –tapi hal tersebut kini berarti memiliki pengalaman yang konsisten, melalui praktik tooling dan operasional di berbagai cloud, hingga menyederhanakan kemampuan memindahkan aplikasi dan data ke lingkungan cloud yang paling sesuai.

“Ketika ASEAN menghadapi munculnya realitas bisnis baru, organisasi modern mencari fleksibilitas tinggi dan desentralisasi berbagai sumber daya agar seluruh sumber daya tersebut tersedia ketika diperlukan,” kata Vincent.

Penggunaan multi-cloud -baik public, private, maupun di edge - memungkinkan perusahaan-perusahaan menempatkan infrastruktur TI mereka di tempat yang paling membutuhkan. Riset ini menunjukkan bahwa fleksibilitas akan terus menjadi pertimbangan penting, dan hanya bisa tercapai melalui konstruksi, operasional, dan tool yang konsisten.

"Hybrid cloud adalah pilihan yang tepat untuk perjalanan ini. Tak hanya memenuhi kebutuhan bisnis dengan cepat, hybrid cloud juga memungkinkan dan mendorong perusahaan dalam mempersiapkan masa depan multi-cloud,” tambahnya.

Laporan yang inisiatifnya dari Nutanix dan dibuat oleh firma riset pasar independen Vansoun Bourne tersebut menganalisa berbagai tantangan bisnis utama yang saat ini dihadapi dalam mengelola infrastruktur di public dan private cloud. Firma tersebut melakukan survei terhadap 650 pengambil keputusan di bidang TI yang berasal dari sejumlah industri, dengan berbagai skala perusahaan dan lokasinya yang tersebar di kawasan Amerika; Eropa, Timur Tengah, dan Afrika (EMEA) serta Asia Pasifik dan Jepang (APJ).

Temuan-temuan lainnya meliputi, public cloud saja tak selalu menjadi jawaban. "Public cloud merevolusi industri TI, dengan manawarkan kelincahan dan dan efisiensi operasional. Dan meski ini ideal untuk beberapa aplikasi dan beban kerja, tidak semua perusahaan bisa menggunakan infrastruktur hybrid," ucapnya.

Menurut riset ini, mayoritas responden khawatir jika harus menjalankan aplikasi-aplikasi bisnis penting mereka di public cloud, terutama karena keandalan (75%), portabilitas (73%), dan biaya (72%).

Selain itu, beberapa responden sama sekali tidak bisa memindahkan aplikasi bisnis penting mereka rumit atau kendala biaya. Misalnya, perlunya mengubah arsitektur (re-architect) atau mengubah platform (re-platform) aplikasi (71%) serta kerumitan migrasi (71%) adalah kekhawatiran utama yang menghambat responden untuk memindahkan aplikasi public cloud.

Riset juga menyebutkan, hybrid memperluas kesenjangan tenaga kerja TI. Meskipun banyak perusahaan berjuang mencari tenaga kerja TI yang memenuhi kualifikasi, masalahnya timbul ketika mencari tenaga profesional yang bisa mengelola infrastruktur cloud, baik public maupun private karena kedua lingkungan ini membutuhkan keahlian yang berbeda.

"Sebagian besar perusahaan (88%) menghadapi tantangan dalam memastikan bahwa staf TI mereka memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mengelola infrastruktur TI hybrid, dan lebih dari setengahnya (53%) menganggap hal ini sebagai kekhawatiran utama," tandasnya. (Baca juga: Huawei Super Sales 10.10 Membuat Ponsel P40 Pro Makin Menggiurkan )
(iqb)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2398 seconds (0.1#10.140)