Wabah COVID-19 Membuat Investasi Divisi TI Makin Diperhitungkan

Kamis, 03 September 2020 - 03:09 WIB
loading...
Wabah COVID-19 Membuat Investasi Divisi TI Makin Diperhitungkan
Laporan yang didapat dari hasil survei terhadap para pengambil keputusan TI (ITDM) di lebih dari 20 negara dan 8 industri penting ini mencoba melihat bagaimana mereka merespons terhadap kebutuhan TI dan bisnis setelah didera pandemi COVID-19. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Dunia bisnis mengalami perubahan besar ketika transisi para karyawan ke lingkungan kerja hybrid sehingga mengubah cara tim teknologi informasi (TI) melakukan pengadaan dan menggunakan solusi jaringan setelah COVID-19. Sebagai respons terhadap pandemik, para pemimpin TI kini meningkatkan investasi dalam teknologi berbasis cloud, analytic and assurance, edge computing dan teknologi jaringan yang didukung oleh AI, ketika rencana pemulihan bisnis disiapkan.

Itulah hasil sebuah survei global terhadap 2.400 pembuat keputusan TI (IT Decision Makers-ITDM) yang dilakukan Aruba, perusahaan Hewlett-Packard Enterprise. (Baca juga: Loyalis Ingin Amien Rais Langsung Pimpin PAN Reformasi )

Di saat para pemimpin TI merespons berbagai tantangan terkait para karyawan yang bekerja di lokasi yang berbeda-beda dan munculnya lingkungan kerja hybrid –di mana orang ingin bekerja dengan lancar baik ketika berada di lingkungan perusahaan, di rumah, maupun di perjalanan– mereka berupaya meningkatkan infrastruktur jaringan dan beralih dari investasi yang bersifat belanja modal (Capital Expenditure/CapEx) ke penggunaan solusi “as a service”.

Oleh sebab itu, proporsi rata-rata penggunaan layanan TI berbasis langganan diprediksi akan mengalami percepatan sebesar 38% dalam dua tahun ke depan. Yakni, dari 34% pada saat ini menjadi 46% pada tahun 2022 secara global.

Sedangkan di APAC, penggunaan layanan TI berbasis langganan akan meningkat dari 35% menjadi 48%. Prosentase perusahaan yang mayoritas (lebih dari 50%) solusinya bersifat “as a service” akan meningkat sebesar 72%, baik di tingkat global maupun APAC.

“Dengan hadirnya lingkungan kerja hybrid, para pemimpin TI di Asia Pasifik, kini dituntut dapat menghadirkan keseimbangan antara fleksibilitas, keamanan, dan biaya yang lebih terjangkau di semua sisi,” kata Justin Chiah, Senior Director, South East Asia, Taiwan and Hongkong/Macau (SEATH), Aruba, perusahaan Hewlett Packard Enterprise.

Dijelaskannya, makin jelas bahwa untuk mendukung kebutuhan baru ini, para pengambil keputusan TI kini tertarik dengan pengurangan risiko dan keuntungan biaya yang ditawarkan oleh model berlangganan. Ketika 77% organisasi global yang disurvei telah menunda berbagai proyek mereka gara-gara pandemi COVID-19, bisnis harus tetap tangguh dan mencari cara agar tetap lincah seperti yang dilihat dengan peningkatan investasi mereka dalam jaringan berbasis cloud (38%,) analytic and assurance (42%), edge compute (40%), dan teknologi jaringan berbasis AI (28%).

Laporan yang didapat dari hasil survei terhadap para pengambil keputusan TI (ITDM) di lebih dari 20 negara dan 8 industri penting ini mencoba melihat bagaimana mereka merespons terhadap kebutuhan TI dan bisnis setelah didera pandemi COVID-19. Lalu keputusan investasi seperti apa yang mereka ambil sebagai akibatnya, serta model penggunan TI apa yang mereka pertimbangkan sekarang.

Beberapa temuan penting dalam survei ini antara lain, dampak COVID-19 memiliki implikasi yang signifikan. Para pengambil keputusan TI melaporkan bahwa dampak yang ditimbulkan COVID-19 sangat signifikan terhadap para karyawan dan investasi jangka pendek mereka.

Sebanyak 22% menggambarkan dampak terhadap karyawan mereka, termasuk signifikan -karyawan cuti panjang atau dirumahkan. Sementara 52% masih menganggap dampaknya termasuk moderat -adanya pengurangan sementara di beberapa fungsi, dan 19% menyatakan dampaknya rendah -sangat sedikit pekerjaan yang terkena dampak.

Di India (57%) dan Brazil (34%) COVID-19 disebut berdampak signifikan terhadap para karyawan. Sementara di Hong Kong (12%) dan Meksiko (10%) dampaknya kecil.

Ada 78% di pasar APAC mengatakan bahwa investasi dalam proyek jaringan telah ditunda atau melambat sejak kasus COVID-19 mulai merebak, dan 27% mengindikasikan bahwa proyek telah sepenunya dibatalkan.

Pembatalan proyek di seluruh pasar APAC terjadi paling tinggi di India (37%) dan terendah di Australia (17%). Angka ini sekaligus menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antarnegara di kawasan yang sama. Sementara 37% pengambil keputusan TI di bidang pendidikan dan 35% di perhotelan mengatakan mereka harus membatalkan investasi jaringan.

Masa Depan Tetap Cerah
Sebaliknya, rencana di masa depan ternyata agresif, di mana sebagian besar para pengambil keputusan TI justru berencana mempertahankan atau meningkatkan investasi jaringan mereka setelah COVID-19 berlalu. Hal ini dilakukan demi mendukung kebutuhan baru karyawan dan para pelanggan mereka.

Secara mengejutkan, 38% secara global akan meningkatkan investasi mereka dalam jaringan berbasis cloud, di mana 45% akan mempertahankan level yang sama dan 15% akan melakukan pengurangan. Wilayah APAC menjadi yang terdepan di mana 45% menyatakan akan meningkatkan investasi dalam jaringan berbasis cloud.

Di India, persentasenya bahkan mencapai 59%. Dengan solusi cloud yang memungkinkan pengelolaan jaringan dari jarak jauh dalam skala besar, ini sangat menarik bagi tim TI ketika infrastruktur on-premise terasa sudah tak mungkin dipakai lagi atau terlalu banyak hambatannya.

ITDM juga mencari tool yang lebih baik untuk monitoring dan memperoleh insight dari jaringan. Sebanyak 34% berencana untuk meningkatkan investasi mereka dalam analytic and assurance, 48% akan mempertahankan tingkat investasi mereka dan 15% akan menguranginya.

Hal ini memungkinkan organisasi TI untuk melakukan troubleshooting dan penyempurnaan jaringan secara lebih efisien, karena kebutuhan untuk hal semacam itu makin meningkat dipicu oleh tenaga kerja yang semakin tersebar.

Ada juga penekanan pada teknologi inovatif yang menyederhanakan pekerjaan tim TI dengan cara mengotomatiskan tugas yang bersifat repetitif. "Kami menemukan 35% ITDM global berencana untuk meningkatkan investasi mereka dalam teknologi jaringan berbasis AI. Wilayah APAC ada di urutan teratas dengan 44% (termasuk 60% dari ITDM di India dan 54% di Hong Kong)," kata Justin Chiah.

Saat pengambil keputusan TI menyusun rencana investasi, mereka juga mencari berbagai alternatif model penggunaan untuk mencapai keseimbangan terbaik antara value dan fleksibilitas.

"59% di Singapura mengatakan mereka akan mengeksplorasi model berlangganan hardware dan software, 61% untuk managed service atas hardware dan software yang siap pakai, dan 34% untuk financial leasing –semuanya karena dampak COVID-19. Hal ini mencerminkan meningkatnya kebutuhan terhadap model yang lebih fleksibel secara finansial dalam lingkungan yang makin menantang," paparnya.

Survei menyebutkan, model berlangganan jaringan lebih populer di APAC (61%) ketimbang di Amerika (52%) atau EMEA (50%). Sedangkan negara dengan tingkat permintaan tertinggi adalah Turki (73%), India (70%) dan China (65%).

Sedangkan industri yang paling mungkin untuk mempertimbangkan model berlangganan adalah perhotelan/hospitality (66%), teknologi dan telekomunikasi (58%), dan pendidikan (57%). Dampak COVID-19 terhadap perilaku TI telah membuat membesarnya hasrat untuk menikmati fleksibilitas dan prediktabilitas dalam pengeluaran, serta mengurangi risiko pengeluaran terlalu besar untuk pembelian komponen di awal.

Sebaliknya, lanjut dia, hanya 8% secara global yang berencana untuk melanjutkan investasi CapEx dan proporsi tertingginya ada di Belanda (20%), Amerika Serikat (17%), Spanyol (16%) dan Prancis (15%). Di seluruh industri, 15% di ritel, distribusi, dan transportasi hanya akan berfokus pada investasi CapEx versus 5% di TI, teknologi, pendidikan dan telekomunikasi, serta 2% di perhotelan/hospitality.

“Dengan kebutuhan pelanggan dan karyawan yang berubah begitu komprehensif dalam beberapa bulan terakhir, tidak mengherankan melihat para pemimpin TI mencari solusi yang lebih fleksibel,” kata Chiah.

Mereka didorong beradaptasi dengan cepat dan memastikan bahwa jaringan yang lebih kompleks dan lebih terdistribusi dapat menghadirkan pengalaman yang diinginkan oleh pelanggan secara aman. Kebutuhan akan pengelolaan jaringan yang memiliki agility dan fleksibilitas kini semakin besar. Dari survei global, terlihat bahwa 58% ITDM di kawasan APAC akan mengeksplorasi solusi managed service. (Baca juga: Waspadalah Samsung dan Motorola, Pesaing Ponsel Layar Lipatmu Segera Datang )

Walau pandemik COVID-19 pada berbagai tingkatan jelas berdampak pada berbagai proyek yang masih berjalan, riset ini menunjukkan berbagai dampak itu juga akan mengkatalisasi investasi jangka menengah menjadi teknologi jaringan yang lebih canggih dan beralih ke model konsumsi yang lebih fleksibel untuk membatasi kebutuhan modal di muka. Tren yang terjadi ini akan terakselerasi, termasuk peralihan menuju Edge dan pengapdosian jaringan pintar berbasis cloud dan AI.
(iqb)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4302 seconds (0.1#10.140)