Mencermati Dampak Kehadiran Starlink Terhadap Layanan Operator Seluler di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Starlink, layanan internet satelit dari SpaceX, mendapat perhatian luas di Indonesia. Dengan kemampuan menyediakan koneksi internet berkecepatan tinggi dan latensi rendah bahkan di wilayah terpencil, Starlink menawarkan potensi revolusi dalam akses internet.
Namun, kehadiran Starlink juga membawa tantangan baru bagi operator seluler di Indonesia.
Dalam konteks ini, penting untuk menganalisis bagaimana Starlink dapat mempengaruhi operator seluler, khususnya terkait izin operasi yang dianggap lebih mudah, serta dampaknya terhadap segmen pelanggan yang berbeda.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebutkan PT. Starlink Services Indonesia telah mengantongi dua izin operasi untuk menggelar layanannya.
Kedua izin itu adalah Very Small Aperture Terminal (VSAT) dan ISP (Internet Service Provider). Artinya, Starlink sudah boleh beroperasi di Indonesia dan berjualan internet langsung ke konsumen.
Pendiri IndoTelko Forum Doni Ismanto mewanti-wanti pemerintah untuk memastikan Starlink memenuhi kewajibannya sebagai operator, seperti penyedia jasa internet lainnya.
Yakni membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) Spektrum Frekuensi Radio dan memberi sumbangan Universal Service Obligation (USO).
Menurut Doni, BHP Spektrum Frekuensi Radio merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh operator seluler yang memegang izin penggunaan frekuensi radio karena memanfaatkan frekuensi sebagai sumber daya alam.
Sementara itu, USO merupakan kewajiban setiap penyelenggara jasa telekomunikasi sebesar 1,25 persen dari pendapatan kotor dalam setahun. Biaya frekuensi ini menjadi salah satu komponen biaya operasional terbesar operator.
Karena itu, jika Starlink tidak dikenakan BHP dan USO akan menimbulkan dilema bagi operator seluler yang telah berinvestasi besar dalam infrastruktur jaringan juga menunaikan BHP dan kewajiban USO.
Namun, kehadiran Starlink juga membawa tantangan baru bagi operator seluler di Indonesia.
Dalam konteks ini, penting untuk menganalisis bagaimana Starlink dapat mempengaruhi operator seluler, khususnya terkait izin operasi yang dianggap lebih mudah, serta dampaknya terhadap segmen pelanggan yang berbeda.
Karpet Merah bagi Starlink
Starlink mendapatkan berbagai kemudahan dari pemerintah Indonesia, termasuk izin operasi yang terbilang cepat. Langkah ini dianggap sebagai "karpet merah" dan memicu reaksi dari operator seluler yang merasa diperlakukan tidak adil.Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebutkan PT. Starlink Services Indonesia telah mengantongi dua izin operasi untuk menggelar layanannya.
Kedua izin itu adalah Very Small Aperture Terminal (VSAT) dan ISP (Internet Service Provider). Artinya, Starlink sudah boleh beroperasi di Indonesia dan berjualan internet langsung ke konsumen.
Pendiri IndoTelko Forum Doni Ismanto mewanti-wanti pemerintah untuk memastikan Starlink memenuhi kewajibannya sebagai operator, seperti penyedia jasa internet lainnya.
Yakni membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) Spektrum Frekuensi Radio dan memberi sumbangan Universal Service Obligation (USO).
Menurut Doni, BHP Spektrum Frekuensi Radio merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh operator seluler yang memegang izin penggunaan frekuensi radio karena memanfaatkan frekuensi sebagai sumber daya alam.
Sementara itu, USO merupakan kewajiban setiap penyelenggara jasa telekomunikasi sebesar 1,25 persen dari pendapatan kotor dalam setahun. Biaya frekuensi ini menjadi salah satu komponen biaya operasional terbesar operator.
Karena itu, jika Starlink tidak dikenakan BHP dan USO akan menimbulkan dilema bagi operator seluler yang telah berinvestasi besar dalam infrastruktur jaringan juga menunaikan BHP dan kewajiban USO.