Teknologi AI Jadi Tantangan Tenaga Kerja Indonesia Kedepan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Teknologi Artificial Intelligence (AI), Machine Learning (ML), cloud computing, product management, dan media sosial adalah empat keterampilan yang paling dibutuhkan tempat kerja di masa depan.
Keempatnya menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Apalagi, digital ekonomi Indonesia memiliki nilai terbesar di Asia Tenggara, dengan perkiraan USD77 miliar, pada tahun 2022 atau naik 22 persen dari tahun lalu.
Namun, kesenjangan kesetaraan digital yang meluas masih menjadi tantangan bagi Indonesia dan mempengaruhi ambisinya untuk mencapai visi Indonesia 2045.
Shirley Santoso, Partner dan President dari Kearney mengatakan, Indonesia memiliki potensi bonus demografi yang baik di tahun-tahun mendatang.
"Hanya saja, menurut sebuah studi dari Kearney, Indonesia harus mengatasi masalah struktural dalam pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia," katanya, kepada SINDOnews, Kamis (1/6/2023).
Dijelaskan dia, inisiatif digitalisasi di seluruh mata rantai industri telah dimulai, meskipun masih terbatas.
"Indonesia menyumbang 40 persen dari ekonomi digital Asia Tenggara, tetapi sebagian besar penduduk Indonesia masih belum dibekali dengan keterampilan TIK dasar yang dibutuhkan untuk bertahan hidup," jelasnya.
Menurut sebuah studi analisis terhadap 228 juta iklan lowongan pekerjaan baru-baru ini di Amerika Serikat, keahlian Artificial intelligence (AI), machine learning (ML), cloud computing, product management, dan media sosial menjadi empat keterampilan yang paling dibutuhkan untuk lapangan pekerjaan yang terus berevolusi.
Para peneliti menemukan, bahwa setidaknya salah satu kriteria keterampilan tersebut adalah syarat yang ditampilkan pada satu dari delapan iklan lowongan pekerjaan di AS.
"Indonesia harus segera mengembangkan infrastruktur pendidikan menjadi ekosistem digital yang kuat dan melibatkan pemerintah pusat, perusahaan swasta, BUMN, dan pelaku teknologi di bidang pendidikan," tambahnya.
Melihat negara tetangga, seperti China dan Singapura, sistem pendidikan mereka telah beradaptasi untuk menciptakan tenaga kerja masa depan.
China mengimplementasikan kebijakan untuk mempromosikan akses universal yang menghasilkan kenaikan pendaftaran sekolah sebanyak 50% dalam 8 tahun, seperti bermain/permainan sebagai sistem pedagogi utama pada masa prasekolah.
Mereka juga membuat model 1+x untuk pendidikan vokasi yang mengizinkan lembaga kejuruan dan universitas untuk menawarkan berbagai keahlian bersertifikat.
Lalu, Singapura meningkatkan sistem Institut Pendidikan Teknik untuk mengembangkan keterampilan teknologi dengan memperkuat kemitraannya. Pada level universitas, China mendatangkan mahasiswa internasional, fakultas, dan mitra untuk meningkatkan diplomasi dan pengetahuan.
Sedang Singapura berfokus pada pembelajaran berdasarkan praktik, program khusus industri, universitas otonomi, perangkat berbasis teknologi dan inovasi, serta pedagogi yang fleksibel.
"Selain mengembangkan tenaga kerja masa depan, Indonesia juga perlu menyediakan sumber daya pelatihan TIK untuk melayani masyarakat yang kurang tinggi dalam pendidikan, penduduk lanjut usia, dan perempuan," paparnya.
Meskipun Indonesia saat ini belum memiliki program komprehensif untuk menyiapkan keterampilan yang dibutuhkan oleh tenaga kerja di masa depan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sudah mengambil langkah proaktif untuk mengatasi masalah ini dengan membentuk platform Digital Talent Scholarship.
Inisiatif ini bertujuan untuk mempromosikan pengembangan keterampilan digital dan menjembatani kesenjangan keterampilan digital di Indonesia, dengan fokus pada pengembangan talenta pada ekonomi digital negara.
"Inisiatif Kemenkominfo untuk membentuk Digital Talent Scholarship merupakan langkah nyata untuk memajukan ekonomi digital Indonesia. Dengan membekali tenaga kerja dengan keterampilan digital," tukasnya.
Keempatnya menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Apalagi, digital ekonomi Indonesia memiliki nilai terbesar di Asia Tenggara, dengan perkiraan USD77 miliar, pada tahun 2022 atau naik 22 persen dari tahun lalu.
Namun, kesenjangan kesetaraan digital yang meluas masih menjadi tantangan bagi Indonesia dan mempengaruhi ambisinya untuk mencapai visi Indonesia 2045.
Shirley Santoso, Partner dan President dari Kearney mengatakan, Indonesia memiliki potensi bonus demografi yang baik di tahun-tahun mendatang.
"Hanya saja, menurut sebuah studi dari Kearney, Indonesia harus mengatasi masalah struktural dalam pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia," katanya, kepada SINDOnews, Kamis (1/6/2023).
Dijelaskan dia, inisiatif digitalisasi di seluruh mata rantai industri telah dimulai, meskipun masih terbatas.
"Indonesia menyumbang 40 persen dari ekonomi digital Asia Tenggara, tetapi sebagian besar penduduk Indonesia masih belum dibekali dengan keterampilan TIK dasar yang dibutuhkan untuk bertahan hidup," jelasnya.
Menurut sebuah studi analisis terhadap 228 juta iklan lowongan pekerjaan baru-baru ini di Amerika Serikat, keahlian Artificial intelligence (AI), machine learning (ML), cloud computing, product management, dan media sosial menjadi empat keterampilan yang paling dibutuhkan untuk lapangan pekerjaan yang terus berevolusi.
Para peneliti menemukan, bahwa setidaknya salah satu kriteria keterampilan tersebut adalah syarat yang ditampilkan pada satu dari delapan iklan lowongan pekerjaan di AS.
"Indonesia harus segera mengembangkan infrastruktur pendidikan menjadi ekosistem digital yang kuat dan melibatkan pemerintah pusat, perusahaan swasta, BUMN, dan pelaku teknologi di bidang pendidikan," tambahnya.
Melihat negara tetangga, seperti China dan Singapura, sistem pendidikan mereka telah beradaptasi untuk menciptakan tenaga kerja masa depan.
China mengimplementasikan kebijakan untuk mempromosikan akses universal yang menghasilkan kenaikan pendaftaran sekolah sebanyak 50% dalam 8 tahun, seperti bermain/permainan sebagai sistem pedagogi utama pada masa prasekolah.
Mereka juga membuat model 1+x untuk pendidikan vokasi yang mengizinkan lembaga kejuruan dan universitas untuk menawarkan berbagai keahlian bersertifikat.
Lalu, Singapura meningkatkan sistem Institut Pendidikan Teknik untuk mengembangkan keterampilan teknologi dengan memperkuat kemitraannya. Pada level universitas, China mendatangkan mahasiswa internasional, fakultas, dan mitra untuk meningkatkan diplomasi dan pengetahuan.
Sedang Singapura berfokus pada pembelajaran berdasarkan praktik, program khusus industri, universitas otonomi, perangkat berbasis teknologi dan inovasi, serta pedagogi yang fleksibel.
"Selain mengembangkan tenaga kerja masa depan, Indonesia juga perlu menyediakan sumber daya pelatihan TIK untuk melayani masyarakat yang kurang tinggi dalam pendidikan, penduduk lanjut usia, dan perempuan," paparnya.
Meskipun Indonesia saat ini belum memiliki program komprehensif untuk menyiapkan keterampilan yang dibutuhkan oleh tenaga kerja di masa depan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sudah mengambil langkah proaktif untuk mengatasi masalah ini dengan membentuk platform Digital Talent Scholarship.
Inisiatif ini bertujuan untuk mempromosikan pengembangan keterampilan digital dan menjembatani kesenjangan keterampilan digital di Indonesia, dengan fokus pada pengembangan talenta pada ekonomi digital negara.
"Inisiatif Kemenkominfo untuk membentuk Digital Talent Scholarship merupakan langkah nyata untuk memajukan ekonomi digital Indonesia. Dengan membekali tenaga kerja dengan keterampilan digital," tukasnya.
(san)