Mahasiswa Mulai Berani Mengelabui Akademisi dengan Aplikasi
loading...
A
A
A
Sebenarnya cara-cara curang ini sebenarnya sudah dilakukan dengan cara sederhana dengan memanfaatkan internet. Banyak orang berupaya mencari jawaban di setiap ujian mata pelajaran sekolah dengan menggunakan internet.
Hanya saja aplikasi kecerdasan buatan seperti ChatGPT bisa lebih besar lagi kemampuannya. Pengguna tinggal menyerahkan seluruh ujian yang mereka jalani kepada aplikasi. Mereka tinggal menyerahkan kepada aplikasi buat dieksekusi.
Celah-celah inilah yang coba diatasi oleh para akademisi. Mereka mencoba melakukan beberapa upaya agar tidak bisa dikelabui. Antony Aumann misalnya ingin ada perusahaan teknologi bisa membuat aplikasi yang bisa bekerja sebagai obat penawar dari ChatGPT dan aplikasi lain yang sejenis.
Aplikasi itu harusnya menurut dia bisa menghambat akses ke aplikasi kecerdasan buatan. Jadinya para pelajar yang berusaha mengakses aplikasi itu sama sekali tidak bisa masuk.
Akademisi lainnya justru memikirkan langkah yang sangat drastic dan berlawanan dengan tren yang ada. Christopher Bartel, dosen filosofi dari Apphalacian State University justru ingin mencoba cara kuno yakni ujian lisan.
Jadi dia sama sekali tidak percaya lagi dengan ujian tertulis yang memang bisa diakali melalui aplikasi kecerdasan buatan.”Mereka bisa sesuka hati membuat laporan dengan mengandalkan aplikasi kecerdasan buatan, tapi jika mereka tidak bisa membicarakannya secara langsung, maka itu jadi lain soal,” tegas Christophel Bartel.
Dia mengatakan kemampuan oral itu justru akan sangat membantu para siswa atau mahasiswa di masa depan. Mereka akan jadi lebih mampu berbicara mengutarakan ide-ide mereka secara lugas dan terstruktur. Hal itu menurutnya akan sangat dibutuhkan ketika mereka mencari kerja dan sudah bekerja.
Sementara pembuat ChatGPT, OpenAI mengatakan mereka tidak ingin ChatGPT digunakan untuk tujuan yang menyesatkan.Mereka berupaya agar hal tersebut bisa dicegah dengan keterbukaan yang harus diberikan kepada pengguna saat menggunakan aplikasi mereka.
Hanya saja aplikasi kecerdasan buatan seperti ChatGPT bisa lebih besar lagi kemampuannya. Pengguna tinggal menyerahkan seluruh ujian yang mereka jalani kepada aplikasi. Mereka tinggal menyerahkan kepada aplikasi buat dieksekusi.
Celah-celah inilah yang coba diatasi oleh para akademisi. Mereka mencoba melakukan beberapa upaya agar tidak bisa dikelabui. Antony Aumann misalnya ingin ada perusahaan teknologi bisa membuat aplikasi yang bisa bekerja sebagai obat penawar dari ChatGPT dan aplikasi lain yang sejenis.
Aplikasi itu harusnya menurut dia bisa menghambat akses ke aplikasi kecerdasan buatan. Jadinya para pelajar yang berusaha mengakses aplikasi itu sama sekali tidak bisa masuk.
Akademisi lainnya justru memikirkan langkah yang sangat drastic dan berlawanan dengan tren yang ada. Christopher Bartel, dosen filosofi dari Apphalacian State University justru ingin mencoba cara kuno yakni ujian lisan.
Jadi dia sama sekali tidak percaya lagi dengan ujian tertulis yang memang bisa diakali melalui aplikasi kecerdasan buatan.”Mereka bisa sesuka hati membuat laporan dengan mengandalkan aplikasi kecerdasan buatan, tapi jika mereka tidak bisa membicarakannya secara langsung, maka itu jadi lain soal,” tegas Christophel Bartel.
Dia mengatakan kemampuan oral itu justru akan sangat membantu para siswa atau mahasiswa di masa depan. Mereka akan jadi lebih mampu berbicara mengutarakan ide-ide mereka secara lugas dan terstruktur. Hal itu menurutnya akan sangat dibutuhkan ketika mereka mencari kerja dan sudah bekerja.
Sementara pembuat ChatGPT, OpenAI mengatakan mereka tidak ingin ChatGPT digunakan untuk tujuan yang menyesatkan.Mereka berupaya agar hal tersebut bisa dicegah dengan keterbukaan yang harus diberikan kepada pengguna saat menggunakan aplikasi mereka.