10 Skandal Industri Teknologi yang Mengguncang Dunia
Selasa, 21 November 2023 - 22:00 WIB
Selama sepekan, sebagian kecil pengguna diperlihatkan konten dengan kata-kata yang sebagian besar positif atau sebagian besar negatif. Ide tersebut untuk menentukan apakah itu akan menyebabkan kontagion emosional, yaitu jika konten negatif akan membuat pengguna merasa sedih dan sebaliknya.
Jawabannya, kontagion emosional memang mungkin terjadi, dan hasil studi itu diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Namun, ketika artikel itu diterbitkan, langsung menarik kecaman publik. Beberapa kritik berpusat pada fakta bahwa kebijakan data Facebook hanya diperbarui untuk mencakup penggunaan data untuk tujuan penelitian empat bulan setelah studi dilakukan, sementara beberapa berpendapat bahwa penerbitan studi itu menjadi masalah kunci.
Pada dasarnya, sebagian besar studi ilmiah yang ditinjau memerlukan partisipan manusia untuk secara eksplisit memberikan persetujuan untuk berpartisipasi dan ini tidak diminta dari partisipan studi Facebook.
Studi itu memicu kekhawatiran kembali tentang bagaimana data yang dikumpulkan oleh perusahaan teknologi besar digunakan, meskipun pada akhirnya, dampaknya hanya bersifat sementara. Platform media sosial terus melakukan analisis terhadap basis penggunanya untuk menjaga agar algoritmanya menarik, meskipun kebijakan data sekarang lebih mungkin secara eksplisit memperbolehkan eksperimen seperti yang dilakukan Facebook.
Salah satu skandal terbesar yang masih berlanjut, yakni dugaan penggunaan keamanan ilegal oleh raksasa teknologi China, Huawei, yang menyebabkan smartphone dan infrastruktur jaringannya dilarang dijual di Amerika Serikat. Larangan ini pertama kali diberlakukan secara nasional pada 2020 hingga saat ini.
Permasalahannya berpusat pada persyaratan berbeda yang harus dipenuhi oleh perangkat Huawei agar sesuai dengan regulasi lokal. Di China, pemerintah berhak mengakses data dari pengguna individu kapan saja, termasuk data dari ponsel pintar. Hak seperti itu tidak ada di Amerika, dan keberadaan fasilitas semacam itu telah menimbulkan kekhawatiran tentang potensi pemerintah China mengumpulkan data dari warga Amerika.
Hal ini menyebabkan FCC memberlakukan pembatasan yang sangat ketat yang efektif memutuskan koneksi Huawei dari mitra teknologi dan konsumen Amerika. Masalah ini semakin rumit dengan hubungan dekat perusahaan ini dengan pejabat-pejabat China, terutama pendirinya yang diduga mendapatkan kontrak menguntungkan berkat hubungannya. Pejabat Amerika dan pejabat di negara lain seperti Swedia telah menyatakan keprihatinan bahwa serangan siber dapat dilakukan melalui ponsel dan infrastruktur Huawei. Saat ini, dampak dari larangan awal masih berlanjut, dan bukti yang dapat diverifikasi dari serangan apa pun belum dipublikasikan.
Jawabannya, kontagion emosional memang mungkin terjadi, dan hasil studi itu diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Namun, ketika artikel itu diterbitkan, langsung menarik kecaman publik. Beberapa kritik berpusat pada fakta bahwa kebijakan data Facebook hanya diperbarui untuk mencakup penggunaan data untuk tujuan penelitian empat bulan setelah studi dilakukan, sementara beberapa berpendapat bahwa penerbitan studi itu menjadi masalah kunci.
Pada dasarnya, sebagian besar studi ilmiah yang ditinjau memerlukan partisipan manusia untuk secara eksplisit memberikan persetujuan untuk berpartisipasi dan ini tidak diminta dari partisipan studi Facebook.
Studi itu memicu kekhawatiran kembali tentang bagaimana data yang dikumpulkan oleh perusahaan teknologi besar digunakan, meskipun pada akhirnya, dampaknya hanya bersifat sementara. Platform media sosial terus melakukan analisis terhadap basis penggunanya untuk menjaga agar algoritmanya menarik, meskipun kebijakan data sekarang lebih mungkin secara eksplisit memperbolehkan eksperimen seperti yang dilakukan Facebook.
3. Embargo Amerika terhadap Huawei
Salah satu skandal terbesar yang masih berlanjut, yakni dugaan penggunaan keamanan ilegal oleh raksasa teknologi China, Huawei, yang menyebabkan smartphone dan infrastruktur jaringannya dilarang dijual di Amerika Serikat. Larangan ini pertama kali diberlakukan secara nasional pada 2020 hingga saat ini.
Permasalahannya berpusat pada persyaratan berbeda yang harus dipenuhi oleh perangkat Huawei agar sesuai dengan regulasi lokal. Di China, pemerintah berhak mengakses data dari pengguna individu kapan saja, termasuk data dari ponsel pintar. Hak seperti itu tidak ada di Amerika, dan keberadaan fasilitas semacam itu telah menimbulkan kekhawatiran tentang potensi pemerintah China mengumpulkan data dari warga Amerika.
Hal ini menyebabkan FCC memberlakukan pembatasan yang sangat ketat yang efektif memutuskan koneksi Huawei dari mitra teknologi dan konsumen Amerika. Masalah ini semakin rumit dengan hubungan dekat perusahaan ini dengan pejabat-pejabat China, terutama pendirinya yang diduga mendapatkan kontrak menguntungkan berkat hubungannya. Pejabat Amerika dan pejabat di negara lain seperti Swedia telah menyatakan keprihatinan bahwa serangan siber dapat dilakukan melalui ponsel dan infrastruktur Huawei. Saat ini, dampak dari larangan awal masih berlanjut, dan bukti yang dapat diverifikasi dari serangan apa pun belum dipublikasikan.
Baca Juga
4. Perebutan Paten Samsung dan Apple
Lihat Juga :
tulis komentar anda