Amankan UAN Berbasis Komputer dengan Enkripsi
A
A
A
JAKARTA - Baru saja UN dengan komputer dilaksanakan, berita kurang sedap langsung berhembus. Beberapa guru yang tergabung dalam Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI) melaporkan terjadinya kebocoran soal UN. Mereka mengklaim berhasil mengunduh 25 dari 30 soal UN di Google Drive.
Pelaksanaan Ujian Nasional tahun ini memang sedikit berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Beberapa sekolah ditunjuk melaksanakan UN berbasis komputer. Kekhawatiran tentang belum siapnya pemerintah menggelar UN berbasis komputer sudah diungkap banyak pihak, salah satunya terkait faktor keamanan.
Ketua Lembaga Riset Keamanan Cyber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center), Pratama Persadha menyampaikan, bahwa faktor keamanan digital perlu menjadi salah satu faktor tolak ukur kesuksesan UN berbasis komputer.
“Pemerintah wajib menjaga keamanan data digital bahan UN 2015. Mulai dari distribusi ke sekolah sampai distribusi hasil ke kementrian. Bila benar terjadi kebocoran soal, artinya sejak sebelum pendistribusian sudah ada kebocoran. Bisa diusut siapa saja pihak yang bertanggung jawab dari soal dibuat sampai pendistribusian,” jelasnya dalam keterangan persnya, Selasa (14/4/2015).
Bocornya soal UN di internet bisa berasal dari soal-soal biasa maupun soal UN berbasis komputer. "Bila dilacak asal muasal soal yang beredar di internet tersebut, nantinya bisa diketahui pihak mana mengunggahnya," terang Pratama.
Selain keamanan pendistribusian soal, menurut Pratama harus ada jaminan keamanan jaringan lokal sekolah penyelenggara. “Jangan sampai kesiapan di sekolah-sekolah diabaikan. Pengamanan lokal penting. Begitu juga dengan suplai listrik,” terangnya.
Pratama menjelaskan, untuk keamanan digital, pemerintah bisa menggunakan teknologi enkripsi terkini untuk menjamin tidak bocornya soal UN. “Dengan enkripsi nantinya hanya beberapa pejabat yang diberi kewenangan memegang kunci untuk mendekripsi atau membuka bahan,” jelas ahli kriptografi ini
Begitu juga dengan hasil pekerjaan siswa dan nilai yang keluar, harus dienkripsi terlebih dahulu sebelum dikirimkan. "Ini langkah preventif mencegah tangan-tangan jahil hacker agar hasilnya bisa valid dan terhindar dari manipulasi,” tegas Pratama.
Mantan Ketua Tim Lembaga Sandi Negara untuk IT Kepresidenan ini melihat UN dengan komputer ini harus terus dikembangkan. Menurutnya dalam jangka waktu panjang, UN model ini akan menghemat waktu dan anggaran pemerintah.
Pemerintah,kata dia, bisa mulai menyusun daerah dan sekolah mana saja yang sudah siap infrastrukturnya untuk melaksanakan UN berbasis komputer. "Syukur-syukur ke depan bisa dengan sistem online. Namun tentu harus diperkuat dengan teknologi enkripsi yang memadai," pungkasnya.
Pelaksanaan Ujian Nasional tahun ini memang sedikit berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Beberapa sekolah ditunjuk melaksanakan UN berbasis komputer. Kekhawatiran tentang belum siapnya pemerintah menggelar UN berbasis komputer sudah diungkap banyak pihak, salah satunya terkait faktor keamanan.
Ketua Lembaga Riset Keamanan Cyber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center), Pratama Persadha menyampaikan, bahwa faktor keamanan digital perlu menjadi salah satu faktor tolak ukur kesuksesan UN berbasis komputer.
“Pemerintah wajib menjaga keamanan data digital bahan UN 2015. Mulai dari distribusi ke sekolah sampai distribusi hasil ke kementrian. Bila benar terjadi kebocoran soal, artinya sejak sebelum pendistribusian sudah ada kebocoran. Bisa diusut siapa saja pihak yang bertanggung jawab dari soal dibuat sampai pendistribusian,” jelasnya dalam keterangan persnya, Selasa (14/4/2015).
Bocornya soal UN di internet bisa berasal dari soal-soal biasa maupun soal UN berbasis komputer. "Bila dilacak asal muasal soal yang beredar di internet tersebut, nantinya bisa diketahui pihak mana mengunggahnya," terang Pratama.
Selain keamanan pendistribusian soal, menurut Pratama harus ada jaminan keamanan jaringan lokal sekolah penyelenggara. “Jangan sampai kesiapan di sekolah-sekolah diabaikan. Pengamanan lokal penting. Begitu juga dengan suplai listrik,” terangnya.
Pratama menjelaskan, untuk keamanan digital, pemerintah bisa menggunakan teknologi enkripsi terkini untuk menjamin tidak bocornya soal UN. “Dengan enkripsi nantinya hanya beberapa pejabat yang diberi kewenangan memegang kunci untuk mendekripsi atau membuka bahan,” jelas ahli kriptografi ini
Begitu juga dengan hasil pekerjaan siswa dan nilai yang keluar, harus dienkripsi terlebih dahulu sebelum dikirimkan. "Ini langkah preventif mencegah tangan-tangan jahil hacker agar hasilnya bisa valid dan terhindar dari manipulasi,” tegas Pratama.
Mantan Ketua Tim Lembaga Sandi Negara untuk IT Kepresidenan ini melihat UN dengan komputer ini harus terus dikembangkan. Menurutnya dalam jangka waktu panjang, UN model ini akan menghemat waktu dan anggaran pemerintah.
Pemerintah,kata dia, bisa mulai menyusun daerah dan sekolah mana saja yang sudah siap infrastrukturnya untuk melaksanakan UN berbasis komputer. "Syukur-syukur ke depan bisa dengan sistem online. Namun tentu harus diperkuat dengan teknologi enkripsi yang memadai," pungkasnya.
(dyt)