Aplikasi Raiz Mudahkan Milineal Berinvestasi Sejak Dini
A
A
A
JAKARTA - Mendengar kata 'investasi', asumsi yang timbul adalah prosesnya sulit dan membutuhkan modal yang besar. Tapi tidak dengan aplikasi Raiz.
"Melalui aplikasi Raiz, pengguna dapat mengumpulkan uang receh dan menginvestasikannya secara otomatis di pasar modal. Diluncurkan dengan nama Acorns di Australia pada Februari 2016, aplikasi ini kemudian berganti nama menjadi Raiz Invest pada April 2018," kata Melinda N Wiria, Chief Executive Officer Raiz Invest Indonesia. Hingga akhinya pada Januari 2019, aplikasi Raiz di Australia telah diunduh sebanyak lebih dari satu juta kali dan memiliki lebih dari 175.000 pengguna aktif.
Cara kerja aplikasi Raiz Invest adalah dengan mengumpulkan uang receh pengguna yang diperoleh dari selisih pembelanjaan. Saat mereka mendaftarkan diri di Raiz, pengguna dapat menghubungkan kartu debit dan/atau e-wallet mereka.
Setiap kali pengguna berbelanja dengan kartu debit atau dompet elektronik tersebut, Raiz akan melakukan pembulatan ke atas terhadap setiap transaksi ke kelipatan Rp5.000 terdekat. Lalui ketika pembulatan yang terkumpul mencapai Rp10.000, maka jumlah tersebut akan diinvestasikan secara otomatis ke Reksa Dana.
Selain investasi otomatis dari pembulatan transaksi, pengguna juga dapat berinvestasi secara rutin menggunakan fitur cicilan investasi (recurring investment) atau secara seketika dengan fitur ‘lump sum’ untuk meningkatkan investasi di akun Raiz mereka.
Di Australia, Raiz telah menjadi game changer khususnya bagi kaum millennial dalam menciptakan kebiasaan berinvestasi. Aplikasi Raiz diklaim sangat cocok bagi siapa pun yang belum memahami investasi atau tidak tahu bagaimana caranya untuk mulai berinvestasi.
"Aplikasi ini meningkatkan kesadaran serta membuka kesempatan untuk berinvestasi, khususnya di kalangan generasi muda. Selain itu, aplikasi ini juga mendidik masyarakat tentang keuntungan berinvestasi secara teratur dalam jumlah kecil,” ungkap George Lucas, CEO of Raiz Invest Australia.
Setelah sukses di Australia, Raiz berekspansi ke Asia Tenggara, dengan Indonesia sebagai negara tujuan ekspansi pertamanya. Di Indonesia, Raiz Invest memposisikan diri sebagai produk yang memberikan pengalaman langsung bagi masyarakat untuk belajar tentang literasi keuangan dan inklusi keuangan.
“Kami sangat antusias dapat menghadirkan Raiz Invest di Indonesia. Kami percaya bahwa sebagaimana di Australia, Raiz Indonesia dapat membantu mengubah cara masyarakat berinvestasi. Kami berharap Raiz Invest dapat menjadi solusi inovatif bagi siapa saja yang ingin berinvestasi, namun belum pernah memulainya,” papar George Lucas.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, hingga bulan Mei 2018 terdapat 190,5 juta penduduk berusia 15 tahun ke atas di Indonesia. Dari jumlah tersebut, hanya 17,8% atau sekitar 33,9 juta penduduk yang setidaknya memiliki satu rekening bank.
Selain itu, berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), sampai dengan Juli 2018 jumlah investor Reksa Dana di Indonesia baru mencapai sekitar 820.000 orang. Tingkat inklusi keuangan yang masih rendah ini akhirnya membuat masyarakat kehilangan banyak peluang, terutama dalam mempersiapkan masa depan.
“Tidak banyak yang mengetahui bahwa mereka sebenarnya dapat mulai berinvestasi dari jumlah uang yang kecil, tanpa harus mengubah gaya hidup mereka,” timpal Melinda
Contohnya, uang receh yang didapatkan dari kembalian belanja mereka setiap hari. Biasanya banyak yang hanya menyimpan uang receh tersebut di dalam toples atau celengan.
"Seiring berjalannya waktu, tanpa terasa uang yang terkumpul ternyata cukup signifikan jumlahnya. Berinvestasi dengan uang receh, dengan kata lain, sebenarnya memungkinkan mereka untuk mewujudkan mimpinya,” pungkas Melinda.
"Melalui aplikasi Raiz, pengguna dapat mengumpulkan uang receh dan menginvestasikannya secara otomatis di pasar modal. Diluncurkan dengan nama Acorns di Australia pada Februari 2016, aplikasi ini kemudian berganti nama menjadi Raiz Invest pada April 2018," kata Melinda N Wiria, Chief Executive Officer Raiz Invest Indonesia. Hingga akhinya pada Januari 2019, aplikasi Raiz di Australia telah diunduh sebanyak lebih dari satu juta kali dan memiliki lebih dari 175.000 pengguna aktif.
Cara kerja aplikasi Raiz Invest adalah dengan mengumpulkan uang receh pengguna yang diperoleh dari selisih pembelanjaan. Saat mereka mendaftarkan diri di Raiz, pengguna dapat menghubungkan kartu debit dan/atau e-wallet mereka.
Setiap kali pengguna berbelanja dengan kartu debit atau dompet elektronik tersebut, Raiz akan melakukan pembulatan ke atas terhadap setiap transaksi ke kelipatan Rp5.000 terdekat. Lalui ketika pembulatan yang terkumpul mencapai Rp10.000, maka jumlah tersebut akan diinvestasikan secara otomatis ke Reksa Dana.
Selain investasi otomatis dari pembulatan transaksi, pengguna juga dapat berinvestasi secara rutin menggunakan fitur cicilan investasi (recurring investment) atau secara seketika dengan fitur ‘lump sum’ untuk meningkatkan investasi di akun Raiz mereka.
Di Australia, Raiz telah menjadi game changer khususnya bagi kaum millennial dalam menciptakan kebiasaan berinvestasi. Aplikasi Raiz diklaim sangat cocok bagi siapa pun yang belum memahami investasi atau tidak tahu bagaimana caranya untuk mulai berinvestasi.
"Aplikasi ini meningkatkan kesadaran serta membuka kesempatan untuk berinvestasi, khususnya di kalangan generasi muda. Selain itu, aplikasi ini juga mendidik masyarakat tentang keuntungan berinvestasi secara teratur dalam jumlah kecil,” ungkap George Lucas, CEO of Raiz Invest Australia.
Setelah sukses di Australia, Raiz berekspansi ke Asia Tenggara, dengan Indonesia sebagai negara tujuan ekspansi pertamanya. Di Indonesia, Raiz Invest memposisikan diri sebagai produk yang memberikan pengalaman langsung bagi masyarakat untuk belajar tentang literasi keuangan dan inklusi keuangan.
“Kami sangat antusias dapat menghadirkan Raiz Invest di Indonesia. Kami percaya bahwa sebagaimana di Australia, Raiz Indonesia dapat membantu mengubah cara masyarakat berinvestasi. Kami berharap Raiz Invest dapat menjadi solusi inovatif bagi siapa saja yang ingin berinvestasi, namun belum pernah memulainya,” papar George Lucas.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, hingga bulan Mei 2018 terdapat 190,5 juta penduduk berusia 15 tahun ke atas di Indonesia. Dari jumlah tersebut, hanya 17,8% atau sekitar 33,9 juta penduduk yang setidaknya memiliki satu rekening bank.
Selain itu, berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), sampai dengan Juli 2018 jumlah investor Reksa Dana di Indonesia baru mencapai sekitar 820.000 orang. Tingkat inklusi keuangan yang masih rendah ini akhirnya membuat masyarakat kehilangan banyak peluang, terutama dalam mempersiapkan masa depan.
“Tidak banyak yang mengetahui bahwa mereka sebenarnya dapat mulai berinvestasi dari jumlah uang yang kecil, tanpa harus mengubah gaya hidup mereka,” timpal Melinda
Contohnya, uang receh yang didapatkan dari kembalian belanja mereka setiap hari. Biasanya banyak yang hanya menyimpan uang receh tersebut di dalam toples atau celengan.
"Seiring berjalannya waktu, tanpa terasa uang yang terkumpul ternyata cukup signifikan jumlahnya. Berinvestasi dengan uang receh, dengan kata lain, sebenarnya memungkinkan mereka untuk mewujudkan mimpinya,” pungkas Melinda.
(mim)