Kebocoran Facebook Meluas

Selasa, 10 April 2018 - 08:11 WIB
Kebocoran Facebook Meluas
Kebocoran Facebook Meluas
A A A
MENLO PARK - Kebocoran data Facebook dipastikan meluas. Hal ini terindikasi dari bertambahnya firma analisis yang dituding menyalahgunakan data akun media sosial terbesar tersebut untuk kepentingan tertentu.

Selain Facebook, kebocoran data juga berpotensi terjadi pada aplikasi lain yang berbasis internet. Terutama, aplikasi yang ketika melakukan sign in harus memasukkan data pribadi seperti nomor telepon maupun e-mail.

Facebook Inc melaporkan, telah men-suspend firma analisis data CubeYou dan AggregateIQ (AIQ). Keduanya, dituduh mengumpulkan informasi profil pengguna melalui aplikasi kuis untuk kepentingan kelompok tertentu, sama seperti Cambridge Analytica. Hanya saja, CubeYou dan AIQ memiliki metode dan motif berbeda. CubeYou yang mengklaim kuisnya sebagai riset akademik nirlaba dituding membagikan informasi para pengguna kepada vendor.

“Kami men-suspend CubeYou dari Facebook sembari melakukan penyelidikan,” ujar Wakil Presiden Kemitraan Produk Facebook Ime Archibong seperti dikutip cnbc.com.

Jika mereka menolak atau gagal dalam audit yang dilakukan internal Facebook, aplikasi keduanya akan dilarang dipasang di Facebook. “Kami juga akan bekerja sama dengan otoritas terkait,” tambah Archibong.

Meluasnya penyalahgunaan data yang bersumber dari Facebook mendorong Kongres Amerika Serikat (AS) untuk memanggil pendiri dan Chief Executive Officer (CEO) Facebook Mark Zuckerberg pada Selasa (10/4) dan Rabu (11/4) waktu lokal. Para pembuat kebijakan AS akan mempertanyakan kemampuan Facebook dalam melindungi privasi pengguna dan upaya perusahaan itu mencegah menyebarnya berita bohong dan iklan-iklan politik.

“Kami dapat melalui cara lembut atau keras,” ujar Senator John Kennedy. “Saya tidak ingin mengekang Facebook dengan aturan setengah mati. Tapi kami menghadapi dua masalah besar, yakni isu privasi dan isu propaganda. Kekhawatiran terbesar saya ialah Zuckerberg sendiri tidak tahu bagaimana cara menyelesaikannya.”

Pekan lalu, Facebook menyatakan sebanyak 87 juta data pengguna disalahgunakan Cambridge Analytica untuk pemasaran politik. Angka tersebut meningkat dibanding sepekan sebelumnya yang hanya 50 juta data pengguna. Namun, Cambridge Analytica menepis angka tersebut. Mereka menyatakan hanya menerima sekitar 30 juta data pengguna dari Global Science Research.

Adapun CubeYou disinyalir menggunakan skenarionya mirip dengan Global Science Research yang diciptakan Aleksandr Kogan. Dia berhasil membobol informasi profil pengguna melalui aplikasi thisisyourdigitallife dan menjualnya kepada konsultan politik.

Dua hari sebelumnya, Facebook Inc juga men-suspend AIQ, perusahaan konsultan politik asal Kanada. AIQ diduga memiliki hubungan dekat dengan SCL, induk perusahaan Cambridge Analytica. Informasi kedekatan hubungan tersebut sudah dibocorkan mantan direktur riset Cambridge Analytica Christopher Wylie kepada The Guardian pada akhir bulan lalu.

Sama seperti Cambridge Analytica, AIQ disebut menyalahgunakan akses terhadap data pribadi para pengguna Facebook. Saat ini, Facebook Inc berada di bawah tekanan setelah data dari puluhan juta penggunanya dibobol pengembang aplikasi pihak ketiga Dr Aleksandr Kogan yang menjualnya kepada Cambridge Analytica.

“Dalam laporan terbaru bahwa AIQ mungkin memiliki afiliasi dengan SCL dan memperoleh data pengguna Facebook. Kami akan memasukkan mereka ke dalam daftar suspended saat kami melakukan penyelidikan. Kami akan selalu bersikap kooperatif dengan otoritas berwenang,” ungkap Facebook Inc, dikutip Reuters.

CubeYou yang ditangguhkan Facebook menyatakan, menggunakan data sensus dari beragam situs web dan aplikasi sosial seperti Facebook dan Twitter untuk memperoleh informasi pribadi. CubeYou menekan kontrak dengan agen periklanan yang ingin menyasar tipe pengguna Facebook tertentu. Mereka mempunyai segudang nama, email, nomor ponsel, alamat Internet Protocol, dll.

Dalam laman resminya cubeyou.com, CubeYou mengaku mengetahui rincian informasi target seperti usia, gender, lokasi pekerjaan dan pendidikan, keluarga, dan hubungan sosial. Selain itu, mereka memiliki data like, follow, share, post, like to post, comment to post, check-in, dan mention merek atau selebritis favorit.

CubeYou diyakini memiliki 10 juta data pengguna, meski berdasarkan riwayat sebelumnya mencapai lebih dari 45 juta data pengguna secara global. Sebagian besar dipanen dari Facebook dengan membuat kuis You Are What You Like, hasil kerja sama dengan Universitas Cambridge. Kuis itu dapat memprediksi kepribadian user.

Sampai Minggu (8/4) pagi, dua versi aplikasi CubeYou masih aktif di Facebook. Aplikasi terbarunya bernama Apply Magic Sauce. CEO CubeYou Federico Treu mengatakan, perusahaannya memang terlibat dalam pengembangan aplikasi itu. Namun, mereka hanya bekerja sama dengan Universitas Cambridge selama kurun waktu 2013-2015.

Sementara itu, Aleksandr Kogan mengaku dirinya dijadikan kambing hitam. Dosen Fakultas Psikologi Universitas Cambridge itu mengaku memanen 30 juta data pengguna Facebook lewat aplikasi kepribadian yang dia kembangkan sendiri. Dia menyerahkan data itu kepada Cambridge Analytica yang berhasil meyakinkannya bahwa tindakan itu legal.

Namun, Kogan menyesal karena tidak bertanya lebih jauh. Maklum, berdasarkan pernyataan Cambridge Analytica, ada sekitar ratusan bahkan ribuan aplikasi yang melakukan hal serupa sehingga aktivitas itu sangat normal. “Mereka meyakinkan saya bahwa semua ini legal dan sesuai aturan,” katanya, dikutip theguardian.com.

Kogan mengaku tidak mengetahui bagaimana informasi tersebut digunakan. Tapi, dia merasa sangat kecewa jika data itu memengaruhi demokrasi seperti referendum Brexit dan Pilpres AS 2016. Menurutnya, data itu tidak 100% akurat, bahkan secara praktik lemah, tapi Cambridge Analytica mampu menjualnya kepada para klien.

Blokir Facebook Bukan Solusi
Dari dalam negeri, wacana pemblokiran situs media sosial Facebook akibat kebocoran data penggunanya dinilai bukan solusi yang tepat. Pasalnya, situs pertemanan terbesar di dunia itu dinilai telah turut memberikan manfaat kepada masyarakat.

“Blokir tidak akan bisa menyelesaikan akar masalah yang sesungguhnya. Dampak yang ditimbulkan justru semakin buruk,” kata Ketua DPR Bambang Soesatyo di Jakarta, kemarin.

Dia meminta kepada pemerintah untuk memberikan solusi terbaik mengatasi pencurian data tersebut. Menurutnya, Facebook sudah memberi banyak manfaat untuk masyarakat seperti kalangan usaha kecil dan menengah (UKM) yang menjadikan media sosial tersebut sebagai sarana promosi.

“Di saat negara belum bisa memberikannya, Facebook sejak awal sudah mampu menyediakan ‘marketplace’ sederhana untuk rakyat mengembangkan usaha. Masa semuanya harus gulung tikar karena persoalan kebocoran data?,” ujarnya.

Namun demikian, mantan Ketua Komisi III DPR ini mengakui bahwa persoalan kebocoran data pengguna adalah masalah serius, dan Facebook selama ini tak pernah transparan. Baru setelah data pengguna bocor dan dimanfaatkan oleh Cambridge Analytica, praktik tak terpuji Facebook selama ini terbongkar.

Di bagian lain, pengamat marketing Yuswohady berpendapat, kasus penyalahgunaan data pribadi oleh Cambridge Analytica dan firma analisis data lain ditengarai bisa lebih banyak. Untuk itu, dia mengimbau agar pemberian data pribadi dilakukan secara hati-hati.

"Ini baru ujung dari gunung es, saya yakin data yang merugikan konsumen banyak sekali, misalnya Google, Amazon dan Apple. Ini membuka sebuah cakrawala baru bahwa pemberian data pribadi bisa merugikan kita," kata Yuswohady saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta, kemarin.

Di dalam dunia marketing pemanfaatan data pribadi telah umum digunakan produsen untuk mengarahkan konsumen dalam memilih sejumlah produk tertentu. Namun, kata dia, apa yang dilakukan Facebook bisa merugikan penggunannya. Pasalnya, data dari para pengguna Facebook dimanfaatkan untuk hal yang tidak mereka inginkan.

"Dari kejadian di luar negeri terkait politik di AS dan Inggris, tanpa kita sadar data pengguna dimanfaatkan untuk hal tidak diinginkan. Ini berbeda pada saat produsen mengarahkan konsumen dalam memilih produk, karena dalam persaingan bisnis itu sudah biasa," urainya.

Yuswohady memastikan, perlu ketegasan regulasi dan payung hukum dari pemerintah seperti dilakukan di Eropa yang telah telah memiliki undang-undang (UU) yang mengatur tentang data pribadi.

"Eropa telah mengeluarkan UU, ketika mereka menjual atau memanfaatkan data pribadi ke pihak lain tanpa persetujuan bisa dikenakan tuntutan, jadi ini tugas regulator, kita tidak bisa apa-apa karena semua terpusat di big data, tinggal orang yang berkepentingan yang memanfaatkannya," katanya. (Heru Febrianto/Kiswondari/Muh Shamil)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2847 seconds (0.1#10.140)