Pemblokiran PSE dan Kedaulatan Digital Indonesia

Senin, 01 Agustus 2022 - 10:51 WIB
loading...
Pemblokiran PSE dan Kedaulatan Digital Indonesia
Sejumlah PSE belum memiliki itikad baik untuk mendaftar sehingga harus diblokir oleh Kominfo. Foto: Freepix
A A A
JAKARTA - Oleh: Alfons Tanujaya, Pakar Keamanan Siber

Pemblokiran 7 PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) oleh Kominfo diakhir Juli 2022 menuai reaksi keras. Terutama dari netizen yang menggunakan layanan PSE yang di blokir tersebut. Tagar #BlokirKominfo pun menggema di Twitter.

Sebenarnya semua PSE sudah diberikan kesempatan dan waktu yang cukup untuk mendaftar dan mendapat peringatan sebelumnya. Namun, karena memang tidak ada tanggapan atau memutuskan tidak ingin mendaftar maka PSE yang bersangkutan tidak melakukan pendaftaran. Sehingga mengalami pemblokiran.

Setelah mendapatkan banyak keluhan, Kominfo akhirnya mendengarkan aspirasi masyarakat dan membuka blokir sementara untuk layanan dompet digital Paypal karena banyak dana pengguna yang tertahan dan tidak bisa digunakan.

Kedaulatan Digital danRisikonya
Indonesia pernah dijajah secara fisik oleh Belanda selama 350 tahun. Kemerdekaan berhasil direbut dan kedaulatan Indonesia akhirnya diakui setelah proses bertahun-tahun.

Hal ini mirip ranah digital Indonesia dimana awalnya tidak terlalu diperhatikan dan setelah ranah digital dikuasai oleh banyak PSE asing, pemerintah baru menyadari pentingnya ranah digital dan ingin mengklaim kembali kedaulatan digital Indonesia.

Ini sebenarnya agak terlambat. PSE asing sudah menjalankan aktivitasnya bertahun-tahun tanpa pengawasan dimana aturan yang berlaku pada PSE tersebut sepenuhnya ditentukan oleh PSE yang bersangkutan melalui EULA End User License Agreement.

Dan karena PSE adalah entitas bisnis, tentunya kepentingan yang diutamakan oleh PSE yang bersangkutan adalah kepentingan pemegang saham yang secara logis akan mengutamakan kepentingan finansial di atas kepentingan lainnya.

Namun ibarat kata pepatah, lebih baik terlambat daripada tidak dilakukan. Dan inilah yang kita alami hari ini. Ranah digital sebenarnya tidak bisa diidentikkan dengan dunia nyata, karena akses layanan digital bisa dilakukan dari belahan dunia manapun asalkan memiliki koneksi internet.

Namun, akses layanan digital tetap butuh infrastruktur pendukung fisik baik akses Wi-Fi, seluler, jaringan fiber pendukung dan backbone. Dan secara umum, mayoritas masyarakat Indonesia yang mengakses layanan digital akan melakukannya dari Indonesia. Karena itu akses digital tetap bisa dikontrol dari jaringan pendukung ini.

Bermain Cantik
Belajar dari pengalaman Gubernur DKI terdahulu dalam menghadapi pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar, pendekatan yang dilakukan tidak boleh terlalu kaku.

Karena PSE asing yang dibiarkan ini sudah memiliki banyak pengguna, wajar jika mereka marah dan protes karena comfort zonenya terganggu. Menghadapi pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar harus dengan komunikasi intens, empati dan menyediakan jalan keluar seperti menyediakan relokasi tempat berjualan alternatif tanpa mengedepankan penindakan yang keras.

Maka pendekatan pendaftaran PSE ini juga perlu bermain cantik dan tidak kaku.

Kominfo juga perlu melakukan pembenahan pada sistem dan organisasinya dimana profesionalisme, transparansi dan pembenahan sistem internal serta SDM yang mumpuni juga perlu menjadi perhatian utama sehingga mampu memberikan layanan yang baik dan tidak mempersulit PSE yang mendaftar atau malah memanfaatkan pendaftaran PSE ini sebagai sarana KKN baru.

Organisasi Uni Eropa dengan GDPRnya yang profesional, disegani oleh PSE dan menjadi panutan banyak negara didunia ini dapat dijadikan contoh.
PSE ini hanya merupakan langkah awal bagi penegakan kedaulatan digital Indonesia. Banyak instansi negara lain yang berkepentingan dengan pendaftaran PSE ini, seperti OJK dan BI yang akan sangat dibantu dalam mengelola aplikasi finansial, Pinjol dan dompet digital asing yang menjalankan aktivitasnya di Indonesia tanpa izin.

Departemen Keuangan yang akan lebih bergigi ketika bernegosiasi menagih pajak pada PSE asing yang menjalankan aktivitas bisnisnya di Indonesia.

Lalu, bagaimana kalau akhirnya PSE ngotot tidak ingin mendaftarkan dirinya ke Kominfo?

Ya, kalau memang PSE tidak berminat mengikuti aturan main, maka tidak boleh menjalankan aktivitas bisnis di Indonesia. PSE Indonesia seperti Gojek jika ingin berusaha di negara lain jelas-jelas harus mengikuti aturan di negara yang bersangkutan.

Pemerintah sudah memberikan kelonggaran kepada dengan membuka blokir Paypal sehingga penggunanya bisa menarik dananya yang tertahan karena tidak bisa mengakses layanan.



Namun jika Paypal memutuskan tidak ingin mendaftar PSE, masyarakat masih bisa mencari alternatif lain. Ada layanan sejenis seperti wise.com yang sudah mendaftarkan diri di situs PSE atau membuka rekening valuta asing di bank yang bisa menerima pembayaran mata uang asing melalui jaringan Swift dengan selisih kurs yang rendah dan jauh lebih menguntungkan dibanding menggunakan dompet digital asing yang mengenakan spread kurs tinggi.
(dan)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2231 seconds (0.1#10.140)