Antisipasi Serangan Siber Rusia, UE Kerahkan CRRT untuk Bantu Ukraina
loading...
A
A
A
VILNIUS - Tak hanya di perbatasan, Rusia nampaknya bersiap untuk melakukan serangan siber terhadap Ukraina. Melihat kekhawatiran ini, Uni Eropa mengerahkan Cyber Rapid-Response Team (CRRT) untuk membantu Ukraina.
Dilansir BBC, Rabu (23/2/2022), tim yang baru dibentuk ini terdiri dari delapan hingga 12 ahli, dari Lituania, Kroasia, Polandia, Estonia, Rumania, dan Belanda.
Seorang pejabat CRRT mengatakan, mereka telah berkomitmen untuk membantu mempertahankan Ukraina dari serangan dunia maya. "Kami akan membantu Ukraina," katanya.
CRRT melihat kemungkinan serangan siber adalah bagian penting dari perangkat hibrid yang sudah dipersiapkan Rusia.
Itu terjadi setelah Inggris dan AS menyalahkan Rusia atas serangan siber awal bulan ini yang membuat sejumlah kecil situs perbankan dan pemerintah Ukraina offline.
Melalui akun twitternya, Kementerian Pertahanan Lithuania mentweet: "Menanggapi permintaan Ukraina, [kami] mengaktifkan [a] tim respon cepat siber yang dipimpin Lithuania, yang akan membantu institusi Ukraina untuk mengatasi ancaman siber yang berkembang. #StandWithUkraine."
CRRT adalah inisiatif Uni Eropa untuk memperdalam pertahanan dan kerja sama antara negara-negara anggota. Mereka dilengkapi dengan perangkat siber yang dirancang untuk mendeteksi, mengenali, dan mengurangi ancaman siber.
Seorang pejabat mengatakan tim itu terdiri dari berbagai ahli dunia maya, seperti respons insiden, forensik, penilaian kerentanan, untuk dapat bereaksi terhadap berbagai skenario.
Rusia sebelumnya telah dituduh melakukan apa yang disebut perang hibrida, menggabungkan serangan siber dengan aktivitas militer tradisional, di Georgia dan Krimea.
Uni Eropa dan Ukraina menyalahkan Rusia setelah ribuan orang di beberapa kota di Ukraina ketika gardu utama mereka diretas pada 2015 dan 2016 sehingga listrik padam.
Para ahli mengatakan sekitar 2.000 serangan NotPetya diluncurkan pada tahun 2017, terutama ditujukan ke Ukraina. Namun perangkat lunak berbahaya menyebar secara global, menyebabkan kerusakan miliaran dolar pada sistem komputer di seluruh Eropa, Asia, dan Amerika.
Moskow membantah berada di balik serangan itu, menyebut klaim seperti itu "Russophobia".
Dilansir BBC, Rabu (23/2/2022), tim yang baru dibentuk ini terdiri dari delapan hingga 12 ahli, dari Lituania, Kroasia, Polandia, Estonia, Rumania, dan Belanda.
Seorang pejabat CRRT mengatakan, mereka telah berkomitmen untuk membantu mempertahankan Ukraina dari serangan dunia maya. "Kami akan membantu Ukraina," katanya.
CRRT melihat kemungkinan serangan siber adalah bagian penting dari perangkat hibrid yang sudah dipersiapkan Rusia.
Itu terjadi setelah Inggris dan AS menyalahkan Rusia atas serangan siber awal bulan ini yang membuat sejumlah kecil situs perbankan dan pemerintah Ukraina offline.
Melalui akun twitternya, Kementerian Pertahanan Lithuania mentweet: "Menanggapi permintaan Ukraina, [kami] mengaktifkan [a] tim respon cepat siber yang dipimpin Lithuania, yang akan membantu institusi Ukraina untuk mengatasi ancaman siber yang berkembang. #StandWithUkraine."
CRRT adalah inisiatif Uni Eropa untuk memperdalam pertahanan dan kerja sama antara negara-negara anggota. Mereka dilengkapi dengan perangkat siber yang dirancang untuk mendeteksi, mengenali, dan mengurangi ancaman siber.
Seorang pejabat mengatakan tim itu terdiri dari berbagai ahli dunia maya, seperti respons insiden, forensik, penilaian kerentanan, untuk dapat bereaksi terhadap berbagai skenario.
Rusia sebelumnya telah dituduh melakukan apa yang disebut perang hibrida, menggabungkan serangan siber dengan aktivitas militer tradisional, di Georgia dan Krimea.
Uni Eropa dan Ukraina menyalahkan Rusia setelah ribuan orang di beberapa kota di Ukraina ketika gardu utama mereka diretas pada 2015 dan 2016 sehingga listrik padam.
Para ahli mengatakan sekitar 2.000 serangan NotPetya diluncurkan pada tahun 2017, terutama ditujukan ke Ukraina. Namun perangkat lunak berbahaya menyebar secara global, menyebabkan kerusakan miliaran dolar pada sistem komputer di seluruh Eropa, Asia, dan Amerika.
Moskow membantah berada di balik serangan itu, menyebut klaim seperti itu "Russophobia".
(ysw)