Ponsel 5G Ancam Penerbangan Pesawat di Amerika, Ini Jawabannya!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat meminta provider AT&T dan Verizon untuk tidak memperluas jaringan 5G ke beberapa bandara karena mengancam pesawat terbang. Permintaan itu akhirnya disetujui oleh AT&T dan Verizon.
Tidak hanya otoritas pemerintahan, sebanyak 10 maskapai penerbangan juga telah menyuarakan keluhan yang sama. Mereka khawatir penggunaan jaringan 5G di bandara justru akan membuat ribuan pesawat terbang terhambat dan paling fatal adalah gagal terbang hingga waktu yang tidak bisa ditentukan.
Pertanyaannya mengapa jaringan 5G jadi momok menakutkan buat pesawat terbang? Diketahui jaringan 5G adalah koneksi internet generasi terbaru yang memungkinkan penggunanya mengakses internet lebih cepat. Selain itu pengguna juga bisa mengunduh dan mengunggah data jauh lebih kencang dibanding jaringan internet sebelumnya.
Untuk memungkinkan hal itu, jaringan 5G mengandalkan pengunaan sinyal radio yang sangat besar. Di Amerika Serikat, frekuensi radio itu masuk dalam spektrum yang dinamai C-Band.
Masalahnya adalah frekuensi C-Band itu berdekatan dengan frekuensi yang dibutuhkan oleh radio altimeter yang ada di pesawat. Diketahui radio altimeter digunakan untuk menentukan ketinggian pesawat dari permukaan tanah. Selain itu radio altimeter juga digunakan umntuk penyediaan data keamanan serta sistem navigasi.
Frekuensi yang berdekatan itulah yang dikhawatirkan akan mengganggu radio altimeter bekerja dengan normal. Diduga frekuensi C-Band kemungkinan besar akan mengganggu pesawat yang akan mendarat.
Potensi gangguan itu memang sangat serius. Pada akhir 2020, Radio Technical Commission for Aeronautics (RTCA) merilis laporan yang memperingatkan potensi kegagalan bencana yang menyebabkan banyak kematian, jika pesawat tidak mendapatkan mitigasi yang tepat.
Baru-baru ini, regulator penerbangan AS, FAA, memperingatkan bahwa interferensi 5G dapat menyebabkan masalah dengan sejumlah sistem berbeda di dalam Boeing 787 Dreamliner.
Frekuensi C-Band yang digunakan jaringan 5G dikhawatirkan akan mengganggu altimeter memberikan informasi yang benar. Tentunya proses pendaratan pesawat akan jadi sangat berbahaya.
Potensi itu memang sangat besar terjadi mengingat regulator penerbangan di Amerika Serikat, Federal Aviation Administration (FAA) memperingatkan jaringan 5G bisa membuat masalah pada sistem pesawat Boeing 787 Dreamliner. Ini bisa menyulitkan untuk memperlambat pesawat saat mendarat, menyebabkannya membelok dari landasan.
Dilaporkan BBC kondisi ini akan sangat berbeda di setiap negara. Pasalnya penggunaan frekuensi C-Band untuk jaringan 5G di berbagai negara ada dalam lingkup yang berbeda.
Di Amerika Serikat C-Band berdekatan dengan radio Altimeter dimana C-Band ada di frekuensi 3,7 GHz sedangkan radio altimeter di frekuensi 4,4 GHz. Di negara-negara Uni Eropa, frekuensi C-Band lebih rendah dibanding radio altimeter. Selain itu operasi C-Band juga tidak terlalu kuat seperti halnya di Amerika Serikat.
Kalau pun ada potensi, mereka umumnya sudah memasang Buffer Zone sehingga jaringan 5G tidak bisa bekerja di wilayah bandara.
Bagaimana dengan di Indonesia? Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny Gerard Plate , menjelaskan frekuensi jaringan 5G yang digunakan di Indonesia memiliki rentang 3,4-3,6 Giga Hertz (Ghz) atau tidak berbenturan dengan frekuensi radio altimeter.
“Dengan memperhatikan memperhatikan alokasi untuk frekuensi radio altimeter yang telah ditetapkan radio regulation International Telecomunication Union (ITU) di rentang 4,2-4,4 Ghz, maka pengaturan frekuensi 5G di Indonesia dapat dikatakan relatif aman (untuk digunakan di Kawasan bandara),” ujar Menkominfo.
Tidak hanya otoritas pemerintahan, sebanyak 10 maskapai penerbangan juga telah menyuarakan keluhan yang sama. Mereka khawatir penggunaan jaringan 5G di bandara justru akan membuat ribuan pesawat terbang terhambat dan paling fatal adalah gagal terbang hingga waktu yang tidak bisa ditentukan.
Pertanyaannya mengapa jaringan 5G jadi momok menakutkan buat pesawat terbang? Diketahui jaringan 5G adalah koneksi internet generasi terbaru yang memungkinkan penggunanya mengakses internet lebih cepat. Selain itu pengguna juga bisa mengunduh dan mengunggah data jauh lebih kencang dibanding jaringan internet sebelumnya.
Untuk memungkinkan hal itu, jaringan 5G mengandalkan pengunaan sinyal radio yang sangat besar. Di Amerika Serikat, frekuensi radio itu masuk dalam spektrum yang dinamai C-Band.
Masalahnya adalah frekuensi C-Band itu berdekatan dengan frekuensi yang dibutuhkan oleh radio altimeter yang ada di pesawat. Diketahui radio altimeter digunakan untuk menentukan ketinggian pesawat dari permukaan tanah. Selain itu radio altimeter juga digunakan umntuk penyediaan data keamanan serta sistem navigasi.
Frekuensi yang berdekatan itulah yang dikhawatirkan akan mengganggu radio altimeter bekerja dengan normal. Diduga frekuensi C-Band kemungkinan besar akan mengganggu pesawat yang akan mendarat.
Potensi gangguan itu memang sangat serius. Pada akhir 2020, Radio Technical Commission for Aeronautics (RTCA) merilis laporan yang memperingatkan potensi kegagalan bencana yang menyebabkan banyak kematian, jika pesawat tidak mendapatkan mitigasi yang tepat.
Baru-baru ini, regulator penerbangan AS, FAA, memperingatkan bahwa interferensi 5G dapat menyebabkan masalah dengan sejumlah sistem berbeda di dalam Boeing 787 Dreamliner.
Frekuensi C-Band yang digunakan jaringan 5G dikhawatirkan akan mengganggu altimeter memberikan informasi yang benar. Tentunya proses pendaratan pesawat akan jadi sangat berbahaya.
Potensi itu memang sangat besar terjadi mengingat regulator penerbangan di Amerika Serikat, Federal Aviation Administration (FAA) memperingatkan jaringan 5G bisa membuat masalah pada sistem pesawat Boeing 787 Dreamliner. Ini bisa menyulitkan untuk memperlambat pesawat saat mendarat, menyebabkannya membelok dari landasan.
Dilaporkan BBC kondisi ini akan sangat berbeda di setiap negara. Pasalnya penggunaan frekuensi C-Band untuk jaringan 5G di berbagai negara ada dalam lingkup yang berbeda.
Di Amerika Serikat C-Band berdekatan dengan radio Altimeter dimana C-Band ada di frekuensi 3,7 GHz sedangkan radio altimeter di frekuensi 4,4 GHz. Di negara-negara Uni Eropa, frekuensi C-Band lebih rendah dibanding radio altimeter. Selain itu operasi C-Band juga tidak terlalu kuat seperti halnya di Amerika Serikat.
Kalau pun ada potensi, mereka umumnya sudah memasang Buffer Zone sehingga jaringan 5G tidak bisa bekerja di wilayah bandara.
Bagaimana dengan di Indonesia? Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny Gerard Plate , menjelaskan frekuensi jaringan 5G yang digunakan di Indonesia memiliki rentang 3,4-3,6 Giga Hertz (Ghz) atau tidak berbenturan dengan frekuensi radio altimeter.
“Dengan memperhatikan memperhatikan alokasi untuk frekuensi radio altimeter yang telah ditetapkan radio regulation International Telecomunication Union (ITU) di rentang 4,2-4,4 Ghz, maka pengaturan frekuensi 5G di Indonesia dapat dikatakan relatif aman (untuk digunakan di Kawasan bandara),” ujar Menkominfo.
(wsb)