Xiaomi Ungkap 4 Tantangan Setelah Jadi No 1 di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Setelah menjadi vendor ponsel no 1 di Indonesia, tantangan-tantangan baru sudah menunggu Xiaomi, yang selama 2 tahun terakhir agresif berekspansi dan tumbuh eksponensial. Seperti apa?
Menurut laporan Canalys, Xiaomi menempati peringkat pertama selama Q2 2021 berdasarkan pengapalan smartphone dengan pangsa pasar 28%.
Namun, Country Director Xaomi Indonesia Alvin Tse mengakui bahwa untuk bisa mempertahankan posisi no 1 memang tidak mudah.
”Besarnya market share hanyalah satu indikator seberapa banyak konsumen yang telah kami layani. Dalam jangka pendek, pasti akan ada naik dan turun. Tapi, fokus kami sekarang justru untuk jangka panjang,” ujar Alvin.
Menurutnya, kunci sukses perusahaan dalam jangka panjang adalah efisiensi. ”Semakin efisien perusahaan, semakin bisa bertahan lama,” ujarnya.
Alvin menyebut Xiaomi mendengarkan langsung masukan konsumen, sehingga bisa cepat menyesuaikan strategi. ”Kami terus meningkatkan user experience, menghadirkan produk berkualitas, juga customer service terbaik,” klaim Alvin.
Dalam hal penjualan online dan offline, Alvin juga menyebut bahwa Xiaomi sangat cepat dan efisien dalam menjangkau konsumen.
”Karena Xiaomi hampir tidak punya layer atau perantara. Kami punya produk berkualitas, sistem operasi MIUI canggih, layanan after sales yang baik, serta bisnis yang efektif serta direct ke konsumen,” bebernya.
Selanjutnya, Alvin menyebut ada 4 tantangan yang dihadapi oleh Xiaomi di 2021:
1. Kelangkaan Chipset
Hingga akhir tahun, chip shortage atau kelangkaan chip masih jadi masalah besar yang menghantui pabrikan smartphone. ”Kami sudah mengatasi masalah ponsel ‘ghoib’. Tapi, kelangkaan chipset adalah faktor eksternal diluar kemampuan kita,” beber Alvin.
Solusinya, Alvin menyebut, adalah cerdik membuat forecast/perencanaan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. ”Kami harus smart,” bebernya.
2. Branding
Walau dalam dua tahun terakhir Xiaomi agresif merilis produk dari segmen mid-range hingga ultra premium, namun masih ada yang menganggap Xiaomi hanya merilis ponsel entry level.
”Xiaomi menawarkan ponsel value for money. Dan kami punya banyak sekali terobosan, teknologi cutting edge, serta produk-produk high end. Itu yang terus kami coba edukasi,” katanya.
3. Memperbaiki Gerai Offline
Menaklukkan penjualan offline terus jadi PR besar Xiaomi. ”Banyak konsumen memilih beli offline. Sayangnya, banyak gerai dan promotor tidak memberi informasi akurat. Karena itu, kami terus membangun Mi Store dan Mi Shop untuk membuat eksperiens belanja lebih baik. Mereka bisa mendapat harga sesuai SRP, tidak perlu menawar, serta bisa mendapat informasi utuh soal produk,” ujarnya.
4. Artificial Intelligence of Things (AIoT)
AIoT seharusnya menjadi tren masa depan. Ini sudah terjadi di banyak negara. Meski demikian, menurut Alvin masih banyak konsumen Indonesia yang ragu-ragu untuk mencoba.
”Karena ternyata kategori ini masih kecil sekali. Pertumbuhannya tidak secepat yang kami kira. Maka dari itu kami terus berupaya mengedukasi pasar terhadap manfaat AIoT,” ujarnya.
Menurut laporan Canalys, Xiaomi menempati peringkat pertama selama Q2 2021 berdasarkan pengapalan smartphone dengan pangsa pasar 28%.
Namun, Country Director Xaomi Indonesia Alvin Tse mengakui bahwa untuk bisa mempertahankan posisi no 1 memang tidak mudah.
”Besarnya market share hanyalah satu indikator seberapa banyak konsumen yang telah kami layani. Dalam jangka pendek, pasti akan ada naik dan turun. Tapi, fokus kami sekarang justru untuk jangka panjang,” ujar Alvin.
Menurutnya, kunci sukses perusahaan dalam jangka panjang adalah efisiensi. ”Semakin efisien perusahaan, semakin bisa bertahan lama,” ujarnya.
Alvin menyebut Xiaomi mendengarkan langsung masukan konsumen, sehingga bisa cepat menyesuaikan strategi. ”Kami terus meningkatkan user experience, menghadirkan produk berkualitas, juga customer service terbaik,” klaim Alvin.
Dalam hal penjualan online dan offline, Alvin juga menyebut bahwa Xiaomi sangat cepat dan efisien dalam menjangkau konsumen.
”Karena Xiaomi hampir tidak punya layer atau perantara. Kami punya produk berkualitas, sistem operasi MIUI canggih, layanan after sales yang baik, serta bisnis yang efektif serta direct ke konsumen,” bebernya.
Selanjutnya, Alvin menyebut ada 4 tantangan yang dihadapi oleh Xiaomi di 2021:
1. Kelangkaan Chipset
Hingga akhir tahun, chip shortage atau kelangkaan chip masih jadi masalah besar yang menghantui pabrikan smartphone. ”Kami sudah mengatasi masalah ponsel ‘ghoib’. Tapi, kelangkaan chipset adalah faktor eksternal diluar kemampuan kita,” beber Alvin.
Solusinya, Alvin menyebut, adalah cerdik membuat forecast/perencanaan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. ”Kami harus smart,” bebernya.
2. Branding
Walau dalam dua tahun terakhir Xiaomi agresif merilis produk dari segmen mid-range hingga ultra premium, namun masih ada yang menganggap Xiaomi hanya merilis ponsel entry level.
”Xiaomi menawarkan ponsel value for money. Dan kami punya banyak sekali terobosan, teknologi cutting edge, serta produk-produk high end. Itu yang terus kami coba edukasi,” katanya.
3. Memperbaiki Gerai Offline
Menaklukkan penjualan offline terus jadi PR besar Xiaomi. ”Banyak konsumen memilih beli offline. Sayangnya, banyak gerai dan promotor tidak memberi informasi akurat. Karena itu, kami terus membangun Mi Store dan Mi Shop untuk membuat eksperiens belanja lebih baik. Mereka bisa mendapat harga sesuai SRP, tidak perlu menawar, serta bisa mendapat informasi utuh soal produk,” ujarnya.
4. Artificial Intelligence of Things (AIoT)
AIoT seharusnya menjadi tren masa depan. Ini sudah terjadi di banyak negara. Meski demikian, menurut Alvin masih banyak konsumen Indonesia yang ragu-ragu untuk mencoba.
”Karena ternyata kategori ini masih kecil sekali. Pertumbuhannya tidak secepat yang kami kira. Maka dari itu kami terus berupaya mengedukasi pasar terhadap manfaat AIoT,” ujarnya.
(dan)