Blueprint Apple Diretas, Perusahaan di Indonesia Waspadai Ransomware
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kelompok peretas yang menamakan diri REvil, berhasil meretas perusahaan pemasok perangkat Apple, yaitu Quanta. Melalui skema ransomware , para penjahat digital ini menggondol cetak biru atau blueprint produk Apple.
Kabar ini telah ramai dalam sepekan terakhir. Sebab, setiap hari blueprint produk Apple diunggah secara bertahap di forum peretas (dark web).
REvil juga kemudian meminta tebusan kepada Apple sebesar USD50 juta atau Rp726 miliar untuk hasil curiannya itu, dengan tenggat waktu sampai 1 Mei 2021 mendatang.
Pakar Keamanan Siber, Pratama Persadha, menjelaskan bahwa serangan ransomware serupa bisa saja menimpa berbagai perusahaan swasta dan lembaga negara di Tanah Air.
Menurutnya, tidak ada sistem yang 100% aman, yang dapat menghalau semua serangan siber pada saat sekarang dan di masa depan. Sehingga cara terbaik ke depan adalah melalui mitigasi risiko.
"Kasus ini sebenarnya menjadi sebuah pembelajaran bagi semua tim IT di dunia, atas keamanan dari file-file sensitif dan dalam melindungi data perusahaan," kata Pratama, dalam keterangan resminya, Jumat (30/4/2021).
Pratama menjelaskan, dari hasil survei yang dilakukan Microsoft kepada hampir 800 perusahaan di negara-negara maju, diketahui bahwa 58% di antaranya telah meningkatkan anggaram keamanannya.
Sebesar 82% perusahaan berencana untuk menambah staf keamanannya, dan 81% responden merasa tertekan untuk menurunkan biaya keamanan pada perusahaan.
Kabar ini telah ramai dalam sepekan terakhir. Sebab, setiap hari blueprint produk Apple diunggah secara bertahap di forum peretas (dark web).
REvil juga kemudian meminta tebusan kepada Apple sebesar USD50 juta atau Rp726 miliar untuk hasil curiannya itu, dengan tenggat waktu sampai 1 Mei 2021 mendatang.
Pakar Keamanan Siber, Pratama Persadha, menjelaskan bahwa serangan ransomware serupa bisa saja menimpa berbagai perusahaan swasta dan lembaga negara di Tanah Air.
Menurutnya, tidak ada sistem yang 100% aman, yang dapat menghalau semua serangan siber pada saat sekarang dan di masa depan. Sehingga cara terbaik ke depan adalah melalui mitigasi risiko.
"Kasus ini sebenarnya menjadi sebuah pembelajaran bagi semua tim IT di dunia, atas keamanan dari file-file sensitif dan dalam melindungi data perusahaan," kata Pratama, dalam keterangan resminya, Jumat (30/4/2021).
Pratama menjelaskan, dari hasil survei yang dilakukan Microsoft kepada hampir 800 perusahaan di negara-negara maju, diketahui bahwa 58% di antaranya telah meningkatkan anggaram keamanannya.
Sebesar 82% perusahaan berencana untuk menambah staf keamanannya, dan 81% responden merasa tertekan untuk menurunkan biaya keamanan pada perusahaan.