Dinilai Monopoli, Google Digugat Pemerintah AS
loading...
A
A
A
"Pada akhirnya, konsumen dan pengiklan yang menderita karena pilihan yang lebih sedikit, inovasi yang lebih sedikit, dan harga iklan yang kurang kompetitif," tulis gugatan tersebut. “Jadi, kami meminta pengadilan untuk memutuskan cengkeraman Google pada distribusi penelusuran sehingga persaingan dan inovasi dapat berlangsung,” jelasnya.
Langkah tersebut merupakan satu dari serangkaian dari upaya yang dilakukan AS untuk melawan dominasi perusahaan teknologi raksasa dan upaya mencari solusi. Negara bagian lain juga meluncurkan penyelidikan dan bergabung dalam gugatan bersama tersebut. (Baca juga: Stres Bisa Pengaruhi Perilaku Makan pada Anak)
Keputusan untuk mengajukan gugatan itu hanya beberapa pekan sebelum pelaksanaan pemilu AS yang menarik perhatian. Itu juga mempertanyakan komitmen pemerintahan Trump untuk membuktikan niat dan tekadnya untuk melawan pengaruh perusahaan raksasa jika kembali berkuasa pada periode kedua.
Namun, para pejabat Departemen Kehakiman tidak tergesa-gesa untuk melakukan penyelidikan sebelum pemilu. Banyak pihak menyebut pemerintah bergerak terlalu lambat menangani isu tersebut. “Kita bertindak berdasarkan hukum dan fakta,” kata deputi Jaksa Agung, Jeffrey Rosen. Dia mengungkapkan, Departemen Kehakiman juga akan mengkaji praktik kompetisi pada sektor teknologi akan terus berlanjut. “Kita bisa kehilangan gelombang inovasi berikutnya dan rakyat AS tidak akan melihat apa yang terjadi setelah Google,” kata Rosen dilansir CNN.
Gugatan terhadap Google setelah Departemen Kehakiman dan Komisi Perdagangan Federal (FTC) AS mulai penyelidikan antimonopoli terhadap empat perusahaan teknologi yakni Amazon.com Inc , Apple, Facebook Inc, dan Google. Empat tahun lalu, FTC mulai melaksanakan penyelidikan terhadap Google karena melakukan pelanggaran dalam mesin pencarian dan memfavoritkan produknya dibandingkan lainnya.
Google Melawan
Google menyebut gugatan itu “sangat cacat”. Mereka menyatakan tetap menjaga sektor industri internet tetap kompetitif dan tetap mengutamakan pelanggan. Google berkilah kalau masyarakat menggunakan Google karena mereka memilihnya, bukan karena mereka dipaksa atau karena tidak menemukan alternatif. “Gugatan Departemen Kehakiman sangat cacat,” kata Kepala Legal dan Hubungan Global Google Kent Walker dalam unggah di blognya.
Google menyatakan, gugatan Departemen Kehakiman AS itu bergantung pada argumen monopoli yang lemah dan tidak akan membantu para pelanggan. “Hal yang kontras, itu akan meningkatkan mesin pencarian alternatif yang lebih rendah kualitasnya, meningkatkan harga ponsel dan membuat orang sulit mencari layanan yang mereka inginkan,” kata Walker. (Baca juga: Wacana kominfo Blokir Medsos Dinilai Rawan Berangus Pendapat Publik)
Google menyatakan, praktik yang dilakukannya untuk membayar pemasangan mesin pencari pada ponsel seperti Apple tidak ada bedanya dengan langkah yang dilakukan perusahaan lain mempromosikan produknya. “Itu sama seperti brand sereal yang membayar supermarket untuk menyimpan produknya di rak yang mudah dilihat konsumen,” tutur Walker.
Pemimpin Alphabet, perusahaan induk Google, Sundar Pichai, pernah memberikan jawaban mengenai kekhawatiran tersebut pada 2018 di Washington. Pada Juli lalu Pichai juga kembali memberikan jawaban kepada Kongres. “Kita melakukan standar yang tinggi (dalam pekerjaan),” kata Pichai.
Langkah tersebut merupakan satu dari serangkaian dari upaya yang dilakukan AS untuk melawan dominasi perusahaan teknologi raksasa dan upaya mencari solusi. Negara bagian lain juga meluncurkan penyelidikan dan bergabung dalam gugatan bersama tersebut. (Baca juga: Stres Bisa Pengaruhi Perilaku Makan pada Anak)
Keputusan untuk mengajukan gugatan itu hanya beberapa pekan sebelum pelaksanaan pemilu AS yang menarik perhatian. Itu juga mempertanyakan komitmen pemerintahan Trump untuk membuktikan niat dan tekadnya untuk melawan pengaruh perusahaan raksasa jika kembali berkuasa pada periode kedua.
Namun, para pejabat Departemen Kehakiman tidak tergesa-gesa untuk melakukan penyelidikan sebelum pemilu. Banyak pihak menyebut pemerintah bergerak terlalu lambat menangani isu tersebut. “Kita bertindak berdasarkan hukum dan fakta,” kata deputi Jaksa Agung, Jeffrey Rosen. Dia mengungkapkan, Departemen Kehakiman juga akan mengkaji praktik kompetisi pada sektor teknologi akan terus berlanjut. “Kita bisa kehilangan gelombang inovasi berikutnya dan rakyat AS tidak akan melihat apa yang terjadi setelah Google,” kata Rosen dilansir CNN.
Gugatan terhadap Google setelah Departemen Kehakiman dan Komisi Perdagangan Federal (FTC) AS mulai penyelidikan antimonopoli terhadap empat perusahaan teknologi yakni Amazon.com Inc , Apple, Facebook Inc, dan Google. Empat tahun lalu, FTC mulai melaksanakan penyelidikan terhadap Google karena melakukan pelanggaran dalam mesin pencarian dan memfavoritkan produknya dibandingkan lainnya.
Google Melawan
Google menyebut gugatan itu “sangat cacat”. Mereka menyatakan tetap menjaga sektor industri internet tetap kompetitif dan tetap mengutamakan pelanggan. Google berkilah kalau masyarakat menggunakan Google karena mereka memilihnya, bukan karena mereka dipaksa atau karena tidak menemukan alternatif. “Gugatan Departemen Kehakiman sangat cacat,” kata Kepala Legal dan Hubungan Global Google Kent Walker dalam unggah di blognya.
Google menyatakan, gugatan Departemen Kehakiman AS itu bergantung pada argumen monopoli yang lemah dan tidak akan membantu para pelanggan. “Hal yang kontras, itu akan meningkatkan mesin pencarian alternatif yang lebih rendah kualitasnya, meningkatkan harga ponsel dan membuat orang sulit mencari layanan yang mereka inginkan,” kata Walker. (Baca juga: Wacana kominfo Blokir Medsos Dinilai Rawan Berangus Pendapat Publik)
Google menyatakan, praktik yang dilakukannya untuk membayar pemasangan mesin pencari pada ponsel seperti Apple tidak ada bedanya dengan langkah yang dilakukan perusahaan lain mempromosikan produknya. “Itu sama seperti brand sereal yang membayar supermarket untuk menyimpan produknya di rak yang mudah dilihat konsumen,” tutur Walker.
Pemimpin Alphabet, perusahaan induk Google, Sundar Pichai, pernah memberikan jawaban mengenai kekhawatiran tersebut pada 2018 di Washington. Pada Juli lalu Pichai juga kembali memberikan jawaban kepada Kongres. “Kita melakukan standar yang tinggi (dalam pekerjaan),” kata Pichai.