Pahlawan Telekomunikasi Gaza, Bertaruh Nyawa di Bawah Ancaman Bom Israel

Rabu, 22 November 2023 - 11:43 WIB
loading...
Pahlawan Telekomunikasi Gaza, Bertaruh Nyawa di Bawah Ancaman Bom Israel
Agresi militer Israel di Gaza mengakibatkan jaringan telekomunikasi terputus. (Foto: Al Jazeera)
A A A
JAKARTA - Agresi militer Israel di Gaza mengakibatkan jaringan telekomunikasi terputus. Bahkan, internet berulang kali padam total, mengakibatkan putusnya koneksi dengan dunia luar.

Tanpa jaringan komunikasi dapat dipastikan situasi yang sudah suram di Gaza hanya akan semakin memburuk. Tidak akan ada ambulans, tidak ada layanan darurat, dan tidak ada pertahanan sipil atau organisasi kemanusiaan yang dapat bekerja tanpa jaringan telekomunikasi.

Sadar akan pentingnya jaringan telekomunikasi, sejumlah teknisi turun tangan memperbaiki jaringan dengan nyawa sebagai taruhannya.

Salah satunya adalah Ahmad (nama samaran). Pada suatu malam sekitar pukul 22.00 dia mendapat panggilan dari Pusat Operasi Jaringan di Perusahaan Telekomunikasi Palestina (PalTel). Waktu itu adalah minggu ketiga serangan Israel terhadap Gaza dan pusat data utama di distrik Sheikh Radwan, Kota Gaza, kehilangan listrik, mengancam lumpuhnya semua komunikasi di daerah tersebut.

Dilansir dari Al Jazeera, untuk memeriksa kerusakan, Ahmad harus menyeberangi kota selama serangan udara Israel yang intens, membahayakan nyawanya. Namun, tanpa ragu, dia menghentikan ambulans yang lewat dan meminta tumpangan.



"Saya memberi tahu sopir bahwa jika saya tidak dapat memulihkan generator, orang seperti dia tidak akan dapat mencapai warga sipil yang terluka. Kami tidak lebih baik atau kurang penting daripada staf medis, satu panggilan telepon dapat menyelamatkan nyawa," kata Ahmad.

Setibanya di lokasi, Ahmad mulai bekerja. Pada pukul 2 pagi, dia telah memperbaiki generator, memungkinkan jaringan telekomunikasi tetap beroperasi. Dia memutuskan untuk tinggal di gedung itu sampai fajar, menyelinap keluar di antara puing-puing yang baru jatuh untuk pulang selama jeda serangan Israel.

"Syukurlah keluarga saya baik-baik saja dan saya masih hidup untuk melihat hari lain. Ini adalah pekerjaan dan hidup saya. Saya melakukan ini setiap hari," katanya.

Kisah Ahmad hampir menjadi rutinitas di antara 750 staf PalTel di Gaza yang, meskipun hidup di tengah bom, pengungsian, dan kematian, mengambil risiko nyawa untuk menjaga jaringan telekomunikasi tetap berjalan. Setidaknya lima anggota staf PalTel di Gaza meninggal dunia dalam serangan Israel. Sementara banyak staf lain kehilangan anggota keluarga, termasuk istri dan anak-anak.

Samir (nama samaran), salah satu anggota staf yang tewas, telah menghabiskan 10 jam mengantarkan bahan bakar antara menara data sebelum pulang. Hanya 15 menit setelah itu, Samir dan saudaranya tewas dalam serangan udara Israel.

Operasional jaringan komunikasi di Gaza penting untuk layanan penyelamatan dan untuk mendokumentasikan realitas kondisi di lapangan kepada dunia luar.

Lebih dari 13.000 warga Palestina telah tewas akibat serangan Israel ke Gaza sejak 7 Oktober 2023. Video keluarga yang putus asa dan pertahanan sipil meraba-raba melalui puing-puing bangunan yang hancur untuk menyelamatkan warga sipil yang terjebak di bawahnya telah membangkitkan simpati di seluruh dunia. Pada hari pertama serangannya ke Gaza, Israel memutuskan listrik ke wilayah tersebut. Meskipun tanpa daya dan serangan udara yang terus-menerus, jaringan telekomunikasi Gaza tetap beroperasi selama hampir enam minggu.

CEO PalTel Abdul Majeed Melhem mengatakan hal ini karena perusahaan telah mempersiapkan kondisi perang selama lebih dari 15 tahun, menyematkan kondisi darurat di setiap pemasangan infrastruktur di Gaza. "Kami telah menghadapi banyak insiden berbeda selama perang sebelumnya. Kami melakukan lebih banyak perlindungan daripada operator lain," katanya kepada Al Jazeera.



Jaringan Gaza PalTel dibangun selama pengepungan Israel terhadap wilayah tersebut, yang mensyaratkan setiap peralatan harus disetujui oleh Israel sebelum memasuki Gaza, membuat perbaikan semakin sulit.

Perang berulang di Gaza dan pengeboman yang sering dilakukan oleh Israel telah merusak infrastruktur sipil. Kebanyakan jaringan telekomunikasi mengubur kabel 60 cm di bawah tanah, namun PalTel mengubur kabelnya hingga 8 meter lebih dalam. Jika Israel memutuskan listrik, pusat data Gaza PalTel juga memiliki tiga lapisan kelebihan kapasitas: generator, panel surya, dan baterai.

Perusahaan ini juga telah mengembangkan protokol darurat untuk membimbing pekerja secara remote dari Tepi Barat, dan jika komunikasi terputus, staf di Gaza diberdayakan untuk bertindak secara otonom.

Meskipun semua telah dipersiapkan, skala pengemboman selama beberapa minggu terakhir di Gaza membuat jaringan telekomunikasi lumpuh. Sekitar 70 persen jaringan seluler telah dinonaktifkan. Panel surya sebagian besar menjadi tidak berguna baik karena hancur dalam serangan atau tertutup debu dan puing-puing. Serangan yang tanpa henti juga membuat para teknisi dibayang-bayangi kematian sejak di rumah hingga di lapangan.

Rabih (nama samara) misalnya, teknisi serat optik itu dipanggil untuk memperbaiki kabel hanya beberapa meter dari perbatasan pada 15 Oktober. Sebelum pergi, ia harus memberikan daftar panjang nama-nama tim perbaikan, warna mobil, dan nomor registrasi kepada Israel.

Saat Rabih dan timnya bekerja selama dua jam untuk memperbaiki kabel, desingan pesawat tak berawak di atasnya dan suara tembakan muncul di mana-mana. "Setiap gerakan yang salah bisa berarti menjadi target. Saya tidak bisa menjelaskan kepada istri dan anak-anak saya mengapa saya melakukannya atau mengapa saya rela keluar selama perang. Perusahaan saya tidak memaksa saya, tetapi jika ada yang bisa melakukannya, harus saya," katanya.

Staf di Tepi Barat menyaksikan rekan-rekan mereka di Gaza dengan napas tertahan, enggan meminta mereka memeriksa peralatan yang rusak, karena tahu bahwa perjalanan perbaikan sederhana bisa mengorbankan nyawa.

Staf yang berbasis di Gaza tidak diwajibkan untuk pergi ke lapangan, tetapi sebagian besar dengan antusias bersedia menjadi relawan meskipun risikonya kehilangan nyawa. "Sangat sulit menelepon rekan-rekan saya yang sedang di bawah bombardir dan meminta mereka keluar. Saya takut bahwa jika salah satu dari mereka terluka, saya tidak akan pernah memaafkan diri saya sendiri," kata Mohammed (nama samaran), pekerja di Pusat Operasi Jaringan di Tepi Barat.

Peran Mohammed di Pusat Operasi Jaringan di Tepi Barat untuk memantau masalah dalam jaringan, meminta pekerja menjadi relawan guna memperbaikinya, dan tetap berkomunikasi untuk memberikan umpan balik tentang perbaikan. Panggilan tersebut sangat menegangkan, dan baik Mohammed maupun pekerja di Gaza menginginkan perbaikan di lapangan diselesaikan secepat mungkin. "Saya tidak bisa membayangkan bagaimana orang-orang ini memiliki keberanian untuk keluar. Mungkin jika saya ada di sana, saya tidak akan melakukannya. Saya tidak tahu apakah saya akan melakukannya," kata Mohammed.

Di bawah kekuasaan Israel


Tidak peduli seberapa dalam mereka menggali atau berapa banyak panel surya yang dipasang, koneksi Gaza dengan dunia luar pada akhirnya bergantung pada Israel. Kabel-kabel yang menghubungkan Gaza dengan dunia luar melewati Israel, dan zionis setidaknya dua kali sengaja memutus komunikasi internasional.

"Bagi kami jelas bahwa itu diputuskan. Yang membuktikannya adalah bahwa kami tidak melakukan apa-apa untuk mendapatkannya kembali," kata CEO PalTel Abdul Majeed Melhem.

Israel juga mengendalikan pasokan bahan bakar ke Gaza, mengizinkan sedikit pasokan setelah muncul banyak tekanan dari dunia internasional. Disebut sebagai setetes dalam ember oleh kelompok kemanusiaan, Israel mengumumkan bahwa 120.000 liter (31.700 galon) bahan bakar akan diizinkan masuk ke Gaza setiap dua hari untuk digunakan oleh rumah sakit, pabrik roti, dan layanan penting lainnya.

PalTel juga akan diberi 20.000 liter (5.283 galon) bahan bakar setiap dua hari untuk generatornya. Sebelumnya, PalTel telah mengumumkan akan mengalami pemadaman telekomunikasi penuh karena cadangan bahan bakarnya habis untuk pertama kalinya selama perang saat ini.

Menurut Mamoon Fares, direktur dukungan korporat di PalTel, 20.000 liter yang disediakan seharusnya cukup untuk mengoperasikan sebagian besar jaringan. Namun, jaringan telekomunikasi Gaza masih akan berada di bawah kekuasaan Israel jika memutuskan untuk menghentikan pengiriman bahan bakar atau layanan jaringan yang melewati wilayahnya.
(msf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4451 seconds (0.1#10.140)