Mengenal Kabah Metaverse, Proyek Metaverse Kontroversial Arab Saudi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kabah Metaverse yang dihadirkan pemerintah Arab Saudi beberapa waktu lalu memang sempat menimbulkan kontroversi. Inisiatif Arab Saudi untuk membawa situs suci Islam ke dunia metaverse sebenarnya telah dicanangkan sejak akhir 2019 lalu.
Dilansir dari New Arab, Inisiatif ini merupakan proyek Badan Urusan Pameran dan Museum, bekerja sama dengan Universitas Umm Al-Qura. Imam Besar Masjidil Haram, Abdul Rahman Al Sudais, yang bekerjasama dengan organisasi Haramain, turut meresmikan program tersebut.
Abdul Rahman Al Sudais mengungkapkan bahwa Mekah dan Madinah mengandung banyak warisan sejarah Islam. Hal tersebut harus didigitalkan untuk semua orang.
Dengan adanya program Kabah Metaverse ini, umat muslim dapat mengunjungi batu Hajar Aswad secara virtual berkat metaverse. Istilah Metaverse merujuk pada dunia virtual 3D yang ditempati oleh avatar dari manusia sungguhan di dunia nyata. Anggaplah Metaverse merupakan internet yang hadir dalam bentuk 3D.
Pada intinya Metaverse menyediakan kegiatan yang dilakukan di dunia nyata pada dunia virtual. Mulai dari menonton konser, perjalanan, melihat karya seni, atau mencoba pakaian secara digital untuk dibeli.
Hal yang membuat Kabah Metaverse jadi kontroversi adalah ketika ada pejabat Arab Saudi yang mengungkapkan bahwa metaverse bisa jadi media manasik haji atau simulasi pelaksanaan ibadah haji sesuai urutan tata cara yang menjadi rukun haji.
Pengumpamaan tersebutlah yang membuat sejumlah lembaga Islam dunia menyebut bahwa Kabah dalam dunia metaverse itu bukanlah Ibadah Haji.
Mengutip dari TRT World, Direktorat Urusan Agama Turki mengatakan bahwa meskipun kunjungan metaverse Ka'bah dapat dilakukan, itu "tidak akan pernah dianggap sebagai ibadah yang nyata."
Ungkapan tersebut dinyatakan oleh Kepresidenan Urusan Agama Turki, Diyanet. Menurutnya mengunjungi Ka'bah di metaverse tidak akan dianggap sebagai "haji yang sebenarnya".
"Orang beriman dapat berkunjung ke Ka'bah di metaverse, tetapi itu tidak akan pernah dianggap sebagai ibadah yang nyata,” tutur Diyanet sambil menambahkan bahwa “kaki orang harus menyentuh tanah (Mekah),”.
Majelis Ulama Indonesia juga turut mengomentari hal tersebut. Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh mengungkapkan bahwa perkembangan teknologi tersebut harus dilihat secara positif.
Upaya digitalisasi dengan memperkenalkan Kabah di platform metaverse ini akan memberikan manfaat bagi calon jemaah haji dan umrah untuk mengetahui lokasi dan tempat tempat suci yang hendak dikunjungi sebelum menunaikan ibadah haji.
Meskipun simulasi Kabah dan ritual keliling di metaverse akan bermanfaat bagi calon peziarah, itu tidak dapat menggantikan ritual haji, sebab persyaratan untuk ritual tidak pernah dipenuhi di platform metaverse, diemikian diungkap Ketua Fatwa MUI, AsrorunNiamSholeh.
Dilansir dari New Arab, Inisiatif ini merupakan proyek Badan Urusan Pameran dan Museum, bekerja sama dengan Universitas Umm Al-Qura. Imam Besar Masjidil Haram, Abdul Rahman Al Sudais, yang bekerjasama dengan organisasi Haramain, turut meresmikan program tersebut.
Abdul Rahman Al Sudais mengungkapkan bahwa Mekah dan Madinah mengandung banyak warisan sejarah Islam. Hal tersebut harus didigitalkan untuk semua orang.
Dengan adanya program Kabah Metaverse ini, umat muslim dapat mengunjungi batu Hajar Aswad secara virtual berkat metaverse. Istilah Metaverse merujuk pada dunia virtual 3D yang ditempati oleh avatar dari manusia sungguhan di dunia nyata. Anggaplah Metaverse merupakan internet yang hadir dalam bentuk 3D.
Pada intinya Metaverse menyediakan kegiatan yang dilakukan di dunia nyata pada dunia virtual. Mulai dari menonton konser, perjalanan, melihat karya seni, atau mencoba pakaian secara digital untuk dibeli.
Hal yang membuat Kabah Metaverse jadi kontroversi adalah ketika ada pejabat Arab Saudi yang mengungkapkan bahwa metaverse bisa jadi media manasik haji atau simulasi pelaksanaan ibadah haji sesuai urutan tata cara yang menjadi rukun haji.
Pengumpamaan tersebutlah yang membuat sejumlah lembaga Islam dunia menyebut bahwa Kabah dalam dunia metaverse itu bukanlah Ibadah Haji.
Mengutip dari TRT World, Direktorat Urusan Agama Turki mengatakan bahwa meskipun kunjungan metaverse Ka'bah dapat dilakukan, itu "tidak akan pernah dianggap sebagai ibadah yang nyata."
Ungkapan tersebut dinyatakan oleh Kepresidenan Urusan Agama Turki, Diyanet. Menurutnya mengunjungi Ka'bah di metaverse tidak akan dianggap sebagai "haji yang sebenarnya".
"Orang beriman dapat berkunjung ke Ka'bah di metaverse, tetapi itu tidak akan pernah dianggap sebagai ibadah yang nyata,” tutur Diyanet sambil menambahkan bahwa “kaki orang harus menyentuh tanah (Mekah),”.
Majelis Ulama Indonesia juga turut mengomentari hal tersebut. Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh mengungkapkan bahwa perkembangan teknologi tersebut harus dilihat secara positif.
Upaya digitalisasi dengan memperkenalkan Kabah di platform metaverse ini akan memberikan manfaat bagi calon jemaah haji dan umrah untuk mengetahui lokasi dan tempat tempat suci yang hendak dikunjungi sebelum menunaikan ibadah haji.
Meskipun simulasi Kabah dan ritual keliling di metaverse akan bermanfaat bagi calon peziarah, itu tidak dapat menggantikan ritual haji, sebab persyaratan untuk ritual tidak pernah dipenuhi di platform metaverse, diemikian diungkap Ketua Fatwa MUI, AsrorunNiamSholeh.
(dan)