Untung Rugi Pakai Tablet Murah untuk Anak-anak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tablet untuk pendidikan anak saat ini semakin terjangkau dan canggih. Ambil contoh tablet Samsung A7 Lite Wi-Fi yang hanya dijual Rp1,9 juta. Tablet dari Korea Selatan itu memiliki banyak keunggulan yang cukup membantu anak-anak saat belajar seperti prosesor 12nm besutan MediaTek, yaitu Helio P22T dan RAM 3 GB dan memori internal 32 GB.
Dengan kemampuan tersebut, pengguna bisa menyimpan lebih banyak aplikasi dan berbagai macam file, seperti tugas sekolah, multimedia, sampai foto maupun video bersama teman-teman dan keluarga.
Samsung tidak sendirian dalam membantu anak-anak dalam belajar. Tablet lain yang harganya juga cukup terjangkau adalah Huawei MatePad SE Kids Edition. Harganya memang lebih mahal sedikit dibanding Samsung A7 Lite Wi-Fi yakni Rp3,29 juta namun kelebihannya cukup banyak.
Ukuran layar Huawei MatePad SE Kids Edition lebih besar karena mencapai 10,4 ini. Layar Full HD dan panel LCD yang mendukung saturasi warna 16,7 juta.
Tablet ini turut menyediakan RAM berkapasitas 3GB dan penyimpanan internal 32GB. Ditambah lagi terdapat ruang penyimpanan tambahan melalui MicroSD dengan kapasitas hingga 1TB. Sementara itu baterainya berkapasitas 5.100mAh melalui USB Type C.
Hadirnya tablet dengan harga terjangkau memang jadi berkah tersendiri buat orang tua. Apalagi saat ini sistem pelajaran pasca pandemi memang sedikit bergeser menjadi lebih digital. Anak-anak saat ini mulai sering menggunakan perangkat elektronik seperti tablet, ponsel, hingga personal computer.
Bisa dikatakan transisi kelas konvensional ke digitak berlangsung sangat mulus pasca pandemi. Hanya saja masalahnya adalah masih ada perdebatan keras mengenai penggunaan perangkat elektronik secara berlebihan baik itu di dalam maupun di luar kelas.
Di tengah gembar-gembor manfaat yang besar, masih ada beberapa akademisi yang khawatir tentang efek negatif dari penggunaan perangkat elektronik yang berlebihan. Mereka wanti-wanti agar tenaga pengajar atau pun keluarga tidak merelakan begitu saja semuanya terjadi. Harus ada aturan dan pembatasan yang jelas agar anak-anak itu justru tidak dirugikan.
Sebuah studi tahun 2017 oleh Fakultas Kedokteran Li Ka Shing di Universitas Hong Kong (HKU) menemukan bahwa penggunaan perangkat digital yang berlebihan tanpa bimbingan orang tua berdampak negatif pada perilaku anak, kinerja akademik, dan status kesehatan fisik. Studi itu dilakukan pada 681 anak dari usia lima tahun hingga sembilan tahun yang sudah mengikuti sekolah dasar.
Selama lima tahun mereka mengikuti ratusan anak-anak itu. Hasilnya waktu yang dihabiskan anak-anak Hong Kong dengan smartphone, komputer, TV, tablet, dan konsol game jauh lebih tinggi daripada di bagian lain dunia. Artinya mereka kurang memiliki waktu untuk berolahraga dan berinteraksi dengan teman sebayanya.
Hal itu justru akan membuat mereka rawan mengalami gangguag mental dan fisik seiring bertambahnya usia. Terbukti anak-anak di Hong Kong prasekolah yang menghabiskan lebih banyak waktu menonton TV dan bermain video game pada usia lima tahun cenderung menjadi kelebihan berat badan. Selain itu mereka juga memiliki masalah perilaku, termasuk masalah emosional, hiperaktif, dan nilai akademis yang buruk pada saat mereka mencapai usia tersebut. sembilan.
“Banyak orang bahwa penggunaan perangkat elektronik dapat membantu perkembangan anak-anak. Namun, penelitian menemukan bahwa penggunaan media di layar secara berlebihan dapat membahayakan anak-anak prasekolah, baik secara fisik maupun dengan memengaruhi penguasaan bahasa dan perkembangan kognitif,” ujar juru bicara Departemen Kesehatan Hong Kong dikutip South China Morning Post.
Departemen Kesehatan Hong Kong mengatakan salah satu cara untuk menghindari hal itu adalah dengan menjalankan rekomendasi Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO). Dalam rekomendasi itu disebutkan bahwa interaksi orang tua-anak harus selalu diprioritaskan untuk anak di bawah dua tahun.
Selain itu, pada usia tersebut, orang tua atau pengasuh harus menghindari kontak apa pun dengan layar atau produk elektronik. Satu-satunya pengecualian mungkin sesuatu seperti obrolan video interaktif dengan anggota keluarga, di bawah pengawasan ketat orang tua.
"Untuk anak-anak berusia antara dua dan lima tahun, akumulasi waktu harian untuk menonton TV atau menggunakan komputer, tablet, atau smartphone harus dibatasi kurang dari satu jam,” kata juru bicara DH.
Hellen Kelly, Kepala Sekolah Canadian International School of Hong Kong (CDNIS) mengatakan peran serta guru juga perlu dikuatkan. Mereka bisa jadi orang yang paling terdepan dalam meminimalkan penggunaan perangkat elektronik pada anak-anak.
“Siswa terkadang ingin mendorong batasan dari apa yang dapat diterima, tetapi kami menggunakan ini sebagai momen yang dapat diajar. Kami juga memberikan dukungan tingkat tinggi bagi guru, siswa, dan orang tua untuk mengatasi masalah teknis yang tak terhindarkan yang muncul.”
Tantangannya, tentu saja, selalu terletak pada keseimbangan yang tepat. Siswa harus memperoleh literasi digital dan keterampilan kewarganegaraan yang akan mereka butuhkan di kemudian hari. Dan penggunaan teknologi yang diawasi dengan baik dapat meningkatkan tingkat keterlibatan, selain mendorong kolaborasi dan komunikasi di antara siswa muda.
“Di CDNIS, wali kelas bertanggung jawab untuk memantau waktu layar di ruang kelas,” kata Kelly.
“Kami juga mengedukasi orang tua untuk memantau dan membatasi screen time di rumah. Tujuan kami, bagaimanapun, adalah untuk mengembangkan keterampilan tanggung jawab dan manajemen diri pada siswa kami sejak usia dini, di bawah bimbingan yang terkendali.
Dengan kemampuan tersebut, pengguna bisa menyimpan lebih banyak aplikasi dan berbagai macam file, seperti tugas sekolah, multimedia, sampai foto maupun video bersama teman-teman dan keluarga.
Samsung tidak sendirian dalam membantu anak-anak dalam belajar. Tablet lain yang harganya juga cukup terjangkau adalah Huawei MatePad SE Kids Edition. Harganya memang lebih mahal sedikit dibanding Samsung A7 Lite Wi-Fi yakni Rp3,29 juta namun kelebihannya cukup banyak.
Ukuran layar Huawei MatePad SE Kids Edition lebih besar karena mencapai 10,4 ini. Layar Full HD dan panel LCD yang mendukung saturasi warna 16,7 juta.
Tablet ini turut menyediakan RAM berkapasitas 3GB dan penyimpanan internal 32GB. Ditambah lagi terdapat ruang penyimpanan tambahan melalui MicroSD dengan kapasitas hingga 1TB. Sementara itu baterainya berkapasitas 5.100mAh melalui USB Type C.
Hadirnya tablet dengan harga terjangkau memang jadi berkah tersendiri buat orang tua. Apalagi saat ini sistem pelajaran pasca pandemi memang sedikit bergeser menjadi lebih digital. Anak-anak saat ini mulai sering menggunakan perangkat elektronik seperti tablet, ponsel, hingga personal computer.
Bisa dikatakan transisi kelas konvensional ke digitak berlangsung sangat mulus pasca pandemi. Hanya saja masalahnya adalah masih ada perdebatan keras mengenai penggunaan perangkat elektronik secara berlebihan baik itu di dalam maupun di luar kelas.
Baca Juga
Di tengah gembar-gembor manfaat yang besar, masih ada beberapa akademisi yang khawatir tentang efek negatif dari penggunaan perangkat elektronik yang berlebihan. Mereka wanti-wanti agar tenaga pengajar atau pun keluarga tidak merelakan begitu saja semuanya terjadi. Harus ada aturan dan pembatasan yang jelas agar anak-anak itu justru tidak dirugikan.
Sebuah studi tahun 2017 oleh Fakultas Kedokteran Li Ka Shing di Universitas Hong Kong (HKU) menemukan bahwa penggunaan perangkat digital yang berlebihan tanpa bimbingan orang tua berdampak negatif pada perilaku anak, kinerja akademik, dan status kesehatan fisik. Studi itu dilakukan pada 681 anak dari usia lima tahun hingga sembilan tahun yang sudah mengikuti sekolah dasar.
Selama lima tahun mereka mengikuti ratusan anak-anak itu. Hasilnya waktu yang dihabiskan anak-anak Hong Kong dengan smartphone, komputer, TV, tablet, dan konsol game jauh lebih tinggi daripada di bagian lain dunia. Artinya mereka kurang memiliki waktu untuk berolahraga dan berinteraksi dengan teman sebayanya.
Hal itu justru akan membuat mereka rawan mengalami gangguag mental dan fisik seiring bertambahnya usia. Terbukti anak-anak di Hong Kong prasekolah yang menghabiskan lebih banyak waktu menonton TV dan bermain video game pada usia lima tahun cenderung menjadi kelebihan berat badan. Selain itu mereka juga memiliki masalah perilaku, termasuk masalah emosional, hiperaktif, dan nilai akademis yang buruk pada saat mereka mencapai usia tersebut. sembilan.
“Banyak orang bahwa penggunaan perangkat elektronik dapat membantu perkembangan anak-anak. Namun, penelitian menemukan bahwa penggunaan media di layar secara berlebihan dapat membahayakan anak-anak prasekolah, baik secara fisik maupun dengan memengaruhi penguasaan bahasa dan perkembangan kognitif,” ujar juru bicara Departemen Kesehatan Hong Kong dikutip South China Morning Post.
Departemen Kesehatan Hong Kong mengatakan salah satu cara untuk menghindari hal itu adalah dengan menjalankan rekomendasi Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO). Dalam rekomendasi itu disebutkan bahwa interaksi orang tua-anak harus selalu diprioritaskan untuk anak di bawah dua tahun.
Selain itu, pada usia tersebut, orang tua atau pengasuh harus menghindari kontak apa pun dengan layar atau produk elektronik. Satu-satunya pengecualian mungkin sesuatu seperti obrolan video interaktif dengan anggota keluarga, di bawah pengawasan ketat orang tua.
"Untuk anak-anak berusia antara dua dan lima tahun, akumulasi waktu harian untuk menonton TV atau menggunakan komputer, tablet, atau smartphone harus dibatasi kurang dari satu jam,” kata juru bicara DH.
Hellen Kelly, Kepala Sekolah Canadian International School of Hong Kong (CDNIS) mengatakan peran serta guru juga perlu dikuatkan. Mereka bisa jadi orang yang paling terdepan dalam meminimalkan penggunaan perangkat elektronik pada anak-anak.
“Siswa terkadang ingin mendorong batasan dari apa yang dapat diterima, tetapi kami menggunakan ini sebagai momen yang dapat diajar. Kami juga memberikan dukungan tingkat tinggi bagi guru, siswa, dan orang tua untuk mengatasi masalah teknis yang tak terhindarkan yang muncul.”
Tantangannya, tentu saja, selalu terletak pada keseimbangan yang tepat. Siswa harus memperoleh literasi digital dan keterampilan kewarganegaraan yang akan mereka butuhkan di kemudian hari. Dan penggunaan teknologi yang diawasi dengan baik dapat meningkatkan tingkat keterlibatan, selain mendorong kolaborasi dan komunikasi di antara siswa muda.
“Di CDNIS, wali kelas bertanggung jawab untuk memantau waktu layar di ruang kelas,” kata Kelly.
“Kami juga mengedukasi orang tua untuk memantau dan membatasi screen time di rumah. Tujuan kami, bagaimanapun, adalah untuk mengembangkan keterampilan tanggung jawab dan manajemen diri pada siswa kami sejak usia dini, di bawah bimbingan yang terkendali.
(wsb)