Dinilai Bermasalah, Keputusan ASO Harus Dikaji Ulang
Kamis, 27 Oktober 2022 - 11:05 WIB
JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan memutus siaran TV analog atau analog switch off (ASO) secara serentak mulai 2 November 2022. Keputusan Kominfo ini dinilai untuk ditunda, karena keputusan itu dinilai bermasalah.
Namun menurut Lombok TV, pemerintah sebaiknya menghentikan atau setidaknya menunda dulu proses ASO di seluruh Indonesia lantaran praktek sewa multipleksing yang dimuat di PP 46/2021 dinilai masih bermasalah.
Melalui kuasa hukumnya, Gede Aditya & Partners, Lombok TV mengatakan bahwa sebelumnya MA RI telah mengabulkan sebagian dari Uji Materiil PP 46/2021 melalui Putusan Nomor 40 P/HUM/2022.
Yang mana dalam putusan itu dikatakan bahwa Pasal 81 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang penyiaran sebagaimana diubah oleh ketentuan Pasal 72 angka 3 Undang-Undang Cipta Kerja.
"Konsekuensi logis dari Putusan Nomor 40 P/HUM/2022 tersebut adalah LPP, LPS, dan/atau LPK sudah tidak dapat lagi menyediakan layanan program siaran dengan cara menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing," kata Gede Aditya Pratama dalam konferensi pers, Rabu (26/10/2022).
"Kami meminta Pemerintah Republik Indonesia terkhusus Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia untuk mematuhi dan tidak mengabaikan putusan MA RI," tambahnya.
Gede mengungkapkan, satu-satunya cara bagi LPS yang tidak ditetapkan sebagai penyelenggara multipleksing untuk dapat menyediakan layanan program siaran televisi pasca ASO pada 2 November 2022 adalah dengan cara menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing.
Namun, pascaputusan MA, maka praktik tersebut sudah tidak diperbolehkan karena norma yang mengatur sewa slot multipleksing untuk menyediakan layanan program siaran sebagaimana diatur pada Pasal 81 ayat (1) PP 46/2021 telah dibatalkan dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Agung.
Lebih lanjut Gede menyebut Pemerintah saat ini perlu melakukan revisi terhadap UU Penyiaran atau UU Cipta Kerja dan mengatur masalah multipleksing ini dalam bentuk undang-undang yang dibahas bersama dengan DPR.
Ia pun meminta agar aturan praktek sewa multipleksing tak hanya dibuat sepihak oleh Pemerintah dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) atau peraturan lainnya yang lebih rendah tingkatannya.
"Agar memperhatikan dan tidak diskriminatif terhadap penyelenggara penyiaran televisi lokal yang saat ini sudah dapat dipastikan tidak dapat bersiaran karena bukan merupakan penyelenggara multipleksing dan sudah tidak dapat menyediakan layanan program siaran dengan cara menyewa slot multipleksing," ujar Gede.
"Kami akan mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya karena bagaimanapun sebenarnya sudah jadi kewajiban pemerintah memngikuti putusan MA. Kalau ngotot menjalankan, itu jelas merupakan pelanggaran hukum dan kami akan kaji langkah hukum selanjutnya," tutupnya.
Namun menurut Lombok TV, pemerintah sebaiknya menghentikan atau setidaknya menunda dulu proses ASO di seluruh Indonesia lantaran praktek sewa multipleksing yang dimuat di PP 46/2021 dinilai masih bermasalah.
Melalui kuasa hukumnya, Gede Aditya & Partners, Lombok TV mengatakan bahwa sebelumnya MA RI telah mengabulkan sebagian dari Uji Materiil PP 46/2021 melalui Putusan Nomor 40 P/HUM/2022.
Yang mana dalam putusan itu dikatakan bahwa Pasal 81 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang penyiaran sebagaimana diubah oleh ketentuan Pasal 72 angka 3 Undang-Undang Cipta Kerja.
"Konsekuensi logis dari Putusan Nomor 40 P/HUM/2022 tersebut adalah LPP, LPS, dan/atau LPK sudah tidak dapat lagi menyediakan layanan program siaran dengan cara menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing," kata Gede Aditya Pratama dalam konferensi pers, Rabu (26/10/2022).
"Kami meminta Pemerintah Republik Indonesia terkhusus Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia untuk mematuhi dan tidak mengabaikan putusan MA RI," tambahnya.
Gede mengungkapkan, satu-satunya cara bagi LPS yang tidak ditetapkan sebagai penyelenggara multipleksing untuk dapat menyediakan layanan program siaran televisi pasca ASO pada 2 November 2022 adalah dengan cara menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing.
Namun, pascaputusan MA, maka praktik tersebut sudah tidak diperbolehkan karena norma yang mengatur sewa slot multipleksing untuk menyediakan layanan program siaran sebagaimana diatur pada Pasal 81 ayat (1) PP 46/2021 telah dibatalkan dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Agung.
Lebih lanjut Gede menyebut Pemerintah saat ini perlu melakukan revisi terhadap UU Penyiaran atau UU Cipta Kerja dan mengatur masalah multipleksing ini dalam bentuk undang-undang yang dibahas bersama dengan DPR.
Ia pun meminta agar aturan praktek sewa multipleksing tak hanya dibuat sepihak oleh Pemerintah dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) atau peraturan lainnya yang lebih rendah tingkatannya.
"Agar memperhatikan dan tidak diskriminatif terhadap penyelenggara penyiaran televisi lokal yang saat ini sudah dapat dipastikan tidak dapat bersiaran karena bukan merupakan penyelenggara multipleksing dan sudah tidak dapat menyediakan layanan program siaran dengan cara menyewa slot multipleksing," ujar Gede.
"Kami akan mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya karena bagaimanapun sebenarnya sudah jadi kewajiban pemerintah memngikuti putusan MA. Kalau ngotot menjalankan, itu jelas merupakan pelanggaran hukum dan kami akan kaji langkah hukum selanjutnya," tutupnya.
(wbs)
tulis komentar anda