Dibantu Prancis, Indonesia Bikin Satelit Satria yang Nilainya Rp8 Triliun
Jum'at, 04 September 2020 - 10:55 WIB
JAKARTA - PT Satelit Nusantara Tiga (SNT) menandatangani perjanjian kerja sama dengan perusahaan aerospace asal Prancis , Thales Alenia Space, untuk memulai konstruksi proyek Satelit Multifungsi Republik Indonesia (Satria) . (Baca juga: Saatnya Memperjuangkan Hak-hak Konsumen )
Adapun nilai dari kontrak konstruksi satelit Satria ini sebesar USD550 juta atau setara Rp8 triliun. President Direktur Adi Rahman Adiwoso, mengatakan, dana pembuatan tersebut terbagi atas USD425 juta pinjaman sindikasi dari kreditur Prancis dan multilateral yang berkedudukan di Beijing, China.
"Sisanya USD125 juta modal kita sendiri atau ekuitas. Kenapa ambil kredit dari luar, karena bunganya lebih rendah dan jangka pengembaliannya 12 tahun setelah satelit beroperasi. Sementara, 3,5 tahun merupakan project cost," tutur Adi dalam acara MoU yang ditayangkan secara virtual.
Sedangkan untuk peluncuran, Satria akan dilakukan dengan menggunakan roket Falcon 9-5500 yang diproduksi oleh Space-X, perusahaan transportasi luar angkasa swasta asal Amerika Serikat.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate, mengatakan Satria akan mulai beroperasi pada kuartal III 2023 di slot orbit 146 derajat Bujur Timur.
Satria, jelas Johnny, memiliki ciri atau spesifikasi khusus, yang dikenal dengan sebutan High Throughput Satellite (HTS) dengan kapasitas 150 Gbps. Sebagai pembanding, Menteri Johnny menjelaskan saat ini Indonesia memanfaatkan 5 satelit nasional dengan kapasitas sekitar 30 Gbps, dan 4 satelit asing yang memiliki kapasitas 20 Gbps.
“Jika diperbandingkan, kapasitas Satria tentu jauh lebih besar, atau sekitar 3 kali lipat dari total kapasitas 9 satelit yang saat ini dimanfaatkan di Indonesia,” paparnya. (Baca juga: Realme 7 dan 7 Pro Diumumkan dengan Pembaruan yang Membahagiakan )
Adapun nilai dari kontrak konstruksi satelit Satria ini sebesar USD550 juta atau setara Rp8 triliun. President Direktur Adi Rahman Adiwoso, mengatakan, dana pembuatan tersebut terbagi atas USD425 juta pinjaman sindikasi dari kreditur Prancis dan multilateral yang berkedudukan di Beijing, China.
"Sisanya USD125 juta modal kita sendiri atau ekuitas. Kenapa ambil kredit dari luar, karena bunganya lebih rendah dan jangka pengembaliannya 12 tahun setelah satelit beroperasi. Sementara, 3,5 tahun merupakan project cost," tutur Adi dalam acara MoU yang ditayangkan secara virtual.
Sedangkan untuk peluncuran, Satria akan dilakukan dengan menggunakan roket Falcon 9-5500 yang diproduksi oleh Space-X, perusahaan transportasi luar angkasa swasta asal Amerika Serikat.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate, mengatakan Satria akan mulai beroperasi pada kuartal III 2023 di slot orbit 146 derajat Bujur Timur.
Satria, jelas Johnny, memiliki ciri atau spesifikasi khusus, yang dikenal dengan sebutan High Throughput Satellite (HTS) dengan kapasitas 150 Gbps. Sebagai pembanding, Menteri Johnny menjelaskan saat ini Indonesia memanfaatkan 5 satelit nasional dengan kapasitas sekitar 30 Gbps, dan 4 satelit asing yang memiliki kapasitas 20 Gbps.
“Jika diperbandingkan, kapasitas Satria tentu jauh lebih besar, atau sekitar 3 kali lipat dari total kapasitas 9 satelit yang saat ini dimanfaatkan di Indonesia,” paparnya. (Baca juga: Realme 7 dan 7 Pro Diumumkan dengan Pembaruan yang Membahagiakan )
(iqb)
tulis komentar anda