Influencer Ikut Kena Dampak Negatif Wabah COVID-19
Selasa, 11 Agustus 2020 - 23:12 WIB
JAKARTA - Pandemik COVID-19 berdampak terhadap semua bidang ekonomi . Tak terkecuali terhadap industri influencer marketing di Asia Tenggara. (Baca juga: Tahun 2021 Indonesia Punya Observatorium Terbesar di Asia Tenggara )
Terkait hal itu, grup pemasaran dan talenta digital global Gushcloud International (Gushcloud) merilis sebuah laporan resmi mengenai efek dari COVID-19 terhadap industri influencer marketing di Asia Tenggara. Mengambil judul “The New Normal: How COVID-19 has Changed the Fundamentals of Influencer Marketing in Southeast Asia”, laporan dibuat dalam format Whitepaper yang dapat diakses publik pada website Gushcloud International.
Pandemik COVID-19 yang sedang berlangsung pertama kali menghantam wilayah Asia Tenggara pada Januari 2020. Sejak saa itu berdampak besar pada negara-negara di kawasan. Dampak ekonomi dari pandemi ini diperkirakan setara dengan Krisis Keuangan Asia tahun 1997-1998 atau bahkan lebih besar.
IMF memproyeksikan pertumbuhan ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam) -0,6% pada 2020, turun dari perkiraan sebelumnya tumbuh 4,8% (Pusat Studi Strategis dan Internasional, 2020).
Whitepaper mengeksplorasi dan membahas dampak pandemi COVID-19 pada industri influencer marketing dan digital entertainment di pasar utama di Asia Tenggara. Masing-masing Singapura, Malaysia, Indonesia, Filipina, Vietnam dan Thailand.
Saat virtual press conference Gushcloud Whitepaper, Jang Hansol dan Amel Carla yang tergabung sebagai exclusive talents di Gushcloud berpendapat, sejak adanya pandemik COVID-19 ini, terdapat banyak perubahan yang terjadi dalam pembuatan sebuah konten.
“Dengan kondisi seperti saat ini, kami sebagai content creator harus dapat membuat ide dan kreatifitas baru supaya konten tersebut dapat dinikmati audiens kami meskipun berada di rumah” ungkap Jang Hansol.
Sedangkan Amel Carla mengakui dalam masa pandemik harus mencari ide-ide yang lebih kreatif untuk tetap bisa menarik perhatian audiens. Sebab mereka saat ini semakin banyak memiliki referensi konten. Hal ini berlaku juga untuk beberapa konten yang berafiliasi pada sebuah brand.
Pernyataan mereka sebagai konten kreator diperkuat oleh beberapa insight dalam Whitepaper tersebut. “Perubahan yang dibawa oleh COVID-19 telah memicu poros utama dalam perilaku konsumen, seperti apa yang mereka habiskan, konten yang mereka konsumsi, dan prioritas mereka. Agar para digital creator dan industri pemasaran dapat beradaptasi, kita perlu merangkul perubahan ini dan sepenuhnya mengadopsinya untuk mengedepankan strategi baru terhadap merek,” ungkap Althea Lim, Group CEO Gushcloud International.
Terkait hal itu, grup pemasaran dan talenta digital global Gushcloud International (Gushcloud) merilis sebuah laporan resmi mengenai efek dari COVID-19 terhadap industri influencer marketing di Asia Tenggara. Mengambil judul “The New Normal: How COVID-19 has Changed the Fundamentals of Influencer Marketing in Southeast Asia”, laporan dibuat dalam format Whitepaper yang dapat diakses publik pada website Gushcloud International.
Pandemik COVID-19 yang sedang berlangsung pertama kali menghantam wilayah Asia Tenggara pada Januari 2020. Sejak saa itu berdampak besar pada negara-negara di kawasan. Dampak ekonomi dari pandemi ini diperkirakan setara dengan Krisis Keuangan Asia tahun 1997-1998 atau bahkan lebih besar.
IMF memproyeksikan pertumbuhan ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam) -0,6% pada 2020, turun dari perkiraan sebelumnya tumbuh 4,8% (Pusat Studi Strategis dan Internasional, 2020).
Whitepaper mengeksplorasi dan membahas dampak pandemi COVID-19 pada industri influencer marketing dan digital entertainment di pasar utama di Asia Tenggara. Masing-masing Singapura, Malaysia, Indonesia, Filipina, Vietnam dan Thailand.
Saat virtual press conference Gushcloud Whitepaper, Jang Hansol dan Amel Carla yang tergabung sebagai exclusive talents di Gushcloud berpendapat, sejak adanya pandemik COVID-19 ini, terdapat banyak perubahan yang terjadi dalam pembuatan sebuah konten.
“Dengan kondisi seperti saat ini, kami sebagai content creator harus dapat membuat ide dan kreatifitas baru supaya konten tersebut dapat dinikmati audiens kami meskipun berada di rumah” ungkap Jang Hansol.
Sedangkan Amel Carla mengakui dalam masa pandemik harus mencari ide-ide yang lebih kreatif untuk tetap bisa menarik perhatian audiens. Sebab mereka saat ini semakin banyak memiliki referensi konten. Hal ini berlaku juga untuk beberapa konten yang berafiliasi pada sebuah brand.
Pernyataan mereka sebagai konten kreator diperkuat oleh beberapa insight dalam Whitepaper tersebut. “Perubahan yang dibawa oleh COVID-19 telah memicu poros utama dalam perilaku konsumen, seperti apa yang mereka habiskan, konten yang mereka konsumsi, dan prioritas mereka. Agar para digital creator dan industri pemasaran dapat beradaptasi, kita perlu merangkul perubahan ini dan sepenuhnya mengadopsinya untuk mengedepankan strategi baru terhadap merek,” ungkap Althea Lim, Group CEO Gushcloud International.
tulis komentar anda