Pengamat Minta RI Tiru Australia Paksa Facebook dan Google Bayar Konten Berita
Minggu, 02 Agustus 2020 - 21:30 WIB
JAKARTA - Pemerintah Australia tengah menyiapkan sistem royalti baru untuk Facebook dan Google terkait pembayaran konten berita. Hal ini dilakukan guna melindungi bisnis media di negara tersebut. (Baca juga: Akhirnya Google Setuju Bayar Konten Berita ke Media Massa )
Dengan menerapkan sistem tersebut, Negeri Kanguru itu menjadi negara pertama di dunia yang memaksa Facebook dan Google untuk membayar royalti kepada kepada perusahaan media. Apabila kedua perusahaan teknologi itu tidak mematuhi aturan tersebut, maka mereka akan di denda ratusan juta dolar.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, mengatakan, apa yang dilakukan negara lain sudah benar dan Indonesia seharusnya juga bisa melakukan.
"Saya pikir ya kita tegas dan tidak usah takut mengatur mereka. Dan kalau mau menegur panggil mereka secara serius jangan malah ketemu di hotel atau di kantor dijamu makan" katanya ketika dihubungi SINDOnews, Minggu (2/8/2020).
Melansir, laporan ABC Australia, Google dan Facebook merupakan dua perusahaan teknologi yang diatur dalam peraturan baru tersebut. Namun tak menutup kemungkinan platform lain dapat ditambahkan ke depannya.
Sekedar informasi, sebuah studi tahun 2019 memperkirakan sekitar 3.000 lapangan pekerjaan jurnalisme telah hilang di Australia dalam 10 tahun terakhir. Hal itu terjadi ketika perusahaan media konvensional mencurahkan pendapatan iklan ke Google dan Facebook yang tidak membayar apapun untuk konten berita. (Baca juga: Pelamar CPNS BKN Dianjurkan Isolasi Mandiri 2 Minggu Sebelum Tes SKB )
Heru menegaskan, pemerintah harus tegas agar ekonomi digital Indonesia bisa bermanfaat bagi masyarakat. "Ekonomi digital Indonesia harus memberi manfaat maksimal bagi rakyat Indonesia," katanya tegas.
Dengan menerapkan sistem tersebut, Negeri Kanguru itu menjadi negara pertama di dunia yang memaksa Facebook dan Google untuk membayar royalti kepada kepada perusahaan media. Apabila kedua perusahaan teknologi itu tidak mematuhi aturan tersebut, maka mereka akan di denda ratusan juta dolar.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, mengatakan, apa yang dilakukan negara lain sudah benar dan Indonesia seharusnya juga bisa melakukan.
"Saya pikir ya kita tegas dan tidak usah takut mengatur mereka. Dan kalau mau menegur panggil mereka secara serius jangan malah ketemu di hotel atau di kantor dijamu makan" katanya ketika dihubungi SINDOnews, Minggu (2/8/2020).
Melansir, laporan ABC Australia, Google dan Facebook merupakan dua perusahaan teknologi yang diatur dalam peraturan baru tersebut. Namun tak menutup kemungkinan platform lain dapat ditambahkan ke depannya.
Sekedar informasi, sebuah studi tahun 2019 memperkirakan sekitar 3.000 lapangan pekerjaan jurnalisme telah hilang di Australia dalam 10 tahun terakhir. Hal itu terjadi ketika perusahaan media konvensional mencurahkan pendapatan iklan ke Google dan Facebook yang tidak membayar apapun untuk konten berita. (Baca juga: Pelamar CPNS BKN Dianjurkan Isolasi Mandiri 2 Minggu Sebelum Tes SKB )
Heru menegaskan, pemerintah harus tegas agar ekonomi digital Indonesia bisa bermanfaat bagi masyarakat. "Ekonomi digital Indonesia harus memberi manfaat maksimal bagi rakyat Indonesia," katanya tegas.
(iqb)
tulis komentar anda