Menkominfo Berjanji Revisi UU ITE
A
A
A
BANTUL - Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo), Rudiantara berjanji akan merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE) khususnya pasal 27 ayat 3. Karena selama ini dinilai kontroversi bagi masyarakat, terutama terkait dengan sanksi, seperti yang pernah terjadi di DIY dalam kasus Florence dan juga Ervani Handayani.
Rudiantara mengungkapkan, revisi UU ITE khususnya pasal 27 ayat 3 menjadi prioritas untuk diselesaikan tahun ini. Pihaknya sudah memasukkan revisi tersebut ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Hanya saja, prolegnas tersebut belum dibahas karena belum disampaikan ke DPR RI.
“Kami akan prioritaskan dan tahun ini selesai,”ujarnya ketika di Bantul.
Rudiantara mengatakan, pihaknya memahami keresahan dan kekhawatiran masyarakat terkait hal yang mengatur kebebasan berekspresi. Pihaknya berupaya mengakomodir keinginan masyarakat agar pasal tersebut dihilangkan dalam UU ITE yang ada saat ini.
Ancaman hukuman selama 6 tahun akan dihilangkan dan perlakuan terhadap seseorang yang dinilai melanggarr UU ITE juga akan berubah.
Selama ini, lanjutnya, memang terjadi perlakuan tidak adil terhadap pelanggar UU ITE, di mana tersangka ditangkap terlebih dahulu baru diperiksa. Dengan adanya perubahan ini, nantinya proesdur hukum yang dilakukan akan sama dengan pelaku-pelaku kejahatan yang lain.
Hanya saja, meski berjanji akan melakukan revisi, Rudiantara enggan menyebutkannya secara detil. “Nanti kami sebutkan, sekarang masih dibahas,”paparnya.
Sebelumnya, Koordinator Forum Korban UU ITE, Mahendra mengatakan, beberapa kasus menyangkut permasalahan UU ITE, selalu saja terkesan dipaksakan. Pihaknya berharap agar pemerintah mencabut nya karena undang-undang ini menjadi salah satu senjata untuk memberangus kemerdekaan berpendapat masyarakat kecil.
“Seringkali UU ITE ini digunakan oleh para pengusaha dan politikus untuk memenjarakan masyarakat kecil yang menentangnya. Sehingga UU ITE harus segera dicabut,”tandasnya.
Menurutnya, di era demokrasi seperti saat ini, sudah tidak ada lagi pemebrangusan kebebasan berpendapat dengan penyalahgunaan ITE tersebut. Seharusnya setiap argumentasi harus dijawab dengan argumentasi ilmiah. Namun yang terjadi justru argumentasi dibalas dengan tuntutan, alasannya pencemaran nama baik.
Rudiantara mengungkapkan, revisi UU ITE khususnya pasal 27 ayat 3 menjadi prioritas untuk diselesaikan tahun ini. Pihaknya sudah memasukkan revisi tersebut ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Hanya saja, prolegnas tersebut belum dibahas karena belum disampaikan ke DPR RI.
“Kami akan prioritaskan dan tahun ini selesai,”ujarnya ketika di Bantul.
Rudiantara mengatakan, pihaknya memahami keresahan dan kekhawatiran masyarakat terkait hal yang mengatur kebebasan berekspresi. Pihaknya berupaya mengakomodir keinginan masyarakat agar pasal tersebut dihilangkan dalam UU ITE yang ada saat ini.
Ancaman hukuman selama 6 tahun akan dihilangkan dan perlakuan terhadap seseorang yang dinilai melanggarr UU ITE juga akan berubah.
Selama ini, lanjutnya, memang terjadi perlakuan tidak adil terhadap pelanggar UU ITE, di mana tersangka ditangkap terlebih dahulu baru diperiksa. Dengan adanya perubahan ini, nantinya proesdur hukum yang dilakukan akan sama dengan pelaku-pelaku kejahatan yang lain.
Hanya saja, meski berjanji akan melakukan revisi, Rudiantara enggan menyebutkannya secara detil. “Nanti kami sebutkan, sekarang masih dibahas,”paparnya.
Sebelumnya, Koordinator Forum Korban UU ITE, Mahendra mengatakan, beberapa kasus menyangkut permasalahan UU ITE, selalu saja terkesan dipaksakan. Pihaknya berharap agar pemerintah mencabut nya karena undang-undang ini menjadi salah satu senjata untuk memberangus kemerdekaan berpendapat masyarakat kecil.
“Seringkali UU ITE ini digunakan oleh para pengusaha dan politikus untuk memenjarakan masyarakat kecil yang menentangnya. Sehingga UU ITE harus segera dicabut,”tandasnya.
Menurutnya, di era demokrasi seperti saat ini, sudah tidak ada lagi pemebrangusan kebebasan berpendapat dengan penyalahgunaan ITE tersebut. Seharusnya setiap argumentasi harus dijawab dengan argumentasi ilmiah. Namun yang terjadi justru argumentasi dibalas dengan tuntutan, alasannya pencemaran nama baik.
(dol)