Enam Asosiasi Tolak Iklan Pembuka Telkomsel dan XL
A
A
A
JAKARTA - Enam asosiasi iklan dan layanan internet secara resmi menolak praktik iklan pembuka di website atau intrusive advertising oleh operator Telkomsel dan XL Axiata.
Keenam asosiasi itu adalah idEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia), IDA (Asosiasi Digital Indonesia), APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet), PANDI (Pengelola Nama Domain Internet Indonesia), AAPAM (Association of Asia Pacific Advertising Media) dan P3I (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia).
"Kami kecewa karena belum ada respon dari kedua operator untuk menanggapi persoalan ini," ujar Ketua Umum idEA, Daniel Tumiwa dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (24/9/2014).
Menurut Daniel, kekecewaan terhadap praktik iklan ini datang dari masyarakat dan pelaku usaha.
"Namun, belum ada langkah nyata dari kedua operator tersebut untuk menyelesaikan persoalan ini melalui diskusi dengan kami. Karena latar belakang penolakan ini sesuai dengan aturannya berlandaskan hukum," jelasnya.
Sementara itu, Edi Taslim, ketua umum IDA menyatakan, banyak pengguna yang disadarkan bahwa iklan tersebut bukan ditayangkan oleh pemilik situs.
"Selain itu, banyak pula pemilik situs yang ingin bergabung di dalam asosiasi kami. Untuk itu, kami meluncurkan situs www.stoptelconintrusiveads.com untuk mengakomodir mereka," tegasnya.
Edi menambahkan, bagi masyarakat atau konsumen pengguna mobile phone dan internet yang terganggu dengan iklan ini dapat mendatangani petisi tersebut.
Menurutnya, sampai hari ini petisi yang dimuat pada change.org telah didukung 15.373 tanda tangan. Total situs yang bergaung menyatakan penolakan mencapai 84 situs berbadan hukum.
Sebagai informasi, permasalahan ini muncul berawal dari penayangan iklan yang dilakukan kedua operator tanpa izin dan kerja sama dengan pemilik situs.
Padahal, pengguna mempersepsikan pemilik situs atau media online sebagai pihak yang menayangkan dan bertanggung jawab atas semua iklan yang tayang di situs tersebut. Akibatnya, banyak keluhan kepada pemilik situs.
Beberapa kali didapati isi iklan kurang pantas dan tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat. Isi iklan juga dapat menimbulkan persaingan yang tidak baik. Di mana iklan dari sebuah perusahaan dapat ditayangkan di situs milik kompetitor langsung.
Keenam asosiasi itu adalah idEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia), IDA (Asosiasi Digital Indonesia), APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet), PANDI (Pengelola Nama Domain Internet Indonesia), AAPAM (Association of Asia Pacific Advertising Media) dan P3I (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia).
"Kami kecewa karena belum ada respon dari kedua operator untuk menanggapi persoalan ini," ujar Ketua Umum idEA, Daniel Tumiwa dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (24/9/2014).
Menurut Daniel, kekecewaan terhadap praktik iklan ini datang dari masyarakat dan pelaku usaha.
"Namun, belum ada langkah nyata dari kedua operator tersebut untuk menyelesaikan persoalan ini melalui diskusi dengan kami. Karena latar belakang penolakan ini sesuai dengan aturannya berlandaskan hukum," jelasnya.
Sementara itu, Edi Taslim, ketua umum IDA menyatakan, banyak pengguna yang disadarkan bahwa iklan tersebut bukan ditayangkan oleh pemilik situs.
"Selain itu, banyak pula pemilik situs yang ingin bergabung di dalam asosiasi kami. Untuk itu, kami meluncurkan situs www.stoptelconintrusiveads.com untuk mengakomodir mereka," tegasnya.
Edi menambahkan, bagi masyarakat atau konsumen pengguna mobile phone dan internet yang terganggu dengan iklan ini dapat mendatangani petisi tersebut.
Menurutnya, sampai hari ini petisi yang dimuat pada change.org telah didukung 15.373 tanda tangan. Total situs yang bergaung menyatakan penolakan mencapai 84 situs berbadan hukum.
Sebagai informasi, permasalahan ini muncul berawal dari penayangan iklan yang dilakukan kedua operator tanpa izin dan kerja sama dengan pemilik situs.
Padahal, pengguna mempersepsikan pemilik situs atau media online sebagai pihak yang menayangkan dan bertanggung jawab atas semua iklan yang tayang di situs tersebut. Akibatnya, banyak keluhan kepada pemilik situs.
Beberapa kali didapati isi iklan kurang pantas dan tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat. Isi iklan juga dapat menimbulkan persaingan yang tidak baik. Di mana iklan dari sebuah perusahaan dapat ditayangkan di situs milik kompetitor langsung.
(dyt)